NovelToon NovelToon
EXONE Sang EXECUTOR

EXONE Sang EXECUTOR

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Dunia Lain
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Aegis zero

Seorang penembak jitu tewas kerena usia tua,dia mendapatkan dirinya bereinkarnasi kedunia sihir dan pedang sebagai anak terlantar, dan saat dia mengetahui bahwa dunia yang dia tinggali tersebut dipenuhi para penguasa kotor/korup membuat dia bertujuan untuk mengeksekusi para penguasa itu satu demi satu. Dan akan dikenal sebagai EXONE(executor one) / (executor utama) yang hanya mengeksekusi para penguasa korup bahkan raja pun dieksekusi... Dia dan rekannya merevolusi dunia.



Silahkan beri support dan masukan,pendapat dan saran anda sangat bermanfaat bagi saya.
~Terimakasih~

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aegis zero, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

family

Keluarga 

Aroma rempah masih menggantung di udara, seolah enggan pergi meski piring-piring sudah kosong. Meja makan dipenuhi sisa kuah rendang yang menempel di pinggir piring, bukti betapa mereka semua melahap sarapan pagi itu dengan lahap.

Perut mereka kenyang, hati mereka hangat. Tawa dan obrolan ringan tadi perlahan mereda, digantikan rasa puas yang membuat tubuh terasa lebih berat dari biasanya. Bahkan Yui dan Gamma, yang biasanya paling sedikit makan, kali ini makan 2 porsi sesuatu yang jarang sekali terjadi.

Dina menyandarkan punggungnya pada kursi, menghembuskan napas panjang. “Kalau tiap hari sarapan kayak gini, aku bisa lupa tujuan kita,” ujarnya setengah bercanda.

Arya hanya tersenyum kecil sambil membereskan piringnya. Venus mengangkat alis, lalu menenggak air putih terakhirnya. “Justru kalau kenyang begini, kita lebih siap jalan.”

Satu per satu mereka bangkit dari kursi. Suara langkah kaki, gesekan kursi, dan dentingan sendok yang ditaruh di meja menciptakan harmoni pagi yang sederhana. Di luar, matahari mulai naik, menembus celah celah pohon dengan cahaya hangat. Hari baru menunggu dan begitu pula tantangan yang akan mereka hadapi.

Arya melirik ke arah Gamma, Yui, dan Raius.

“Bisakah kalian bertiga ke kota dulu? Gamma, coba cari informasi tentang kota ini.”

Ia menyodorkan beberapa koin untuk belanja.

Ketiganya mengangguk hampir bersamaan. “Baik, Kak Arya!” jawab mereka kompak sebelum bergegas keluar.

Begitu mereka pergi, Arya mengalihkan pandangan ke Venus dan Dina. “Kalian mau ngapain? Mau di sini sampai malam, atau ikut ke kota?”

Dina langsung melangkah mendekat, senyum nakal terukir di bibirnya. “Aku mau ke kota… beli cemilan!” ujarnya sambil mengulurkan tangan. “Bagi duit!”

Arya menghela napas, lalu menyerahkan sepuluh koin emas. “Nih, tapi jangan boros.”

“Terima kasih!” Dina berbalik riang dan pergi.

Kini hanya tinggal Arya dan Venus di ruangan itu. Arya menatapnya. “Terus, kamu gimana, Venus? Dari tadi aku lihat, sepertinya ada yang mau kamu bicarakan.”

Venus melangkah mendekat. “Hei, Nak… apa tujuanmu selanjutnya?” Nada suaranya mengandung kekhawatiran.

Arya menyipitkan mata. “Tujuan? Bukankah sudah kubilang… aku akan mengeksekusi semua penguasa korup.”

“Aku tahu,” sahut Venus sambil memalingkan wajah. “Tapi kalau semua eksekusi sudah selesai… apa yang akan kau lakukan?”

Arya menunduk sebentar, berpikir. “Hm… mungkin aku akan hidup di hutan seperti ini. Menikmati hari-hari damai. Karena kalau semua sudah beres, berarti tak ada lagi orang yang menderita di luar sana.”

Venus memiringkan kepala. “Hidup di hutan? Sama siapa?”

Arya mengangkat alis. “Eh? Kalian nggak mau ikut setelah semua ini selesai?” tanyanya, sedikit bingung.

Venus tersenyum tipis. “Kami… boleh ikut?”

Arya membalas senyumnya. “Ya bolehlah. Jujur saja, aku sudah menganggap kalian semua… keluarga.”

“Keluarga?” Venus menatapnya dalam dalam. “Lalu… bagaimana dengan Dina? Kau tahu kalau dia menyukaimu, kan?”

Arya tertawa pelan. “Hahaha… tentu aku tahu. Tapi… aku sudah menganggapnya seperti anak, sekaligus adik sendiri.” Ia memalingkan wajah. “Dia sudah menemani aku sejak awal. Jadi… aku tidak akan membalas cintanya.”

Venus mengerutkan kening. “Anak? Maksudmu?”

Arya kembali menatapnya dan tersenyum samar. “Ya… seperti itu maksudku.”

Venus menghela napas. “Terserahlah. Yang jelas, kalau semua masalah selesai, aku juga mau ikut.” Ia mulai melangkah pergi. “Sekarang aku mau ke kota beli bir.”

Arya memanggil, “Masih ada koin?”

Venus melambaikan tangan tanpa menoleh. “Masih. Aku nggak boros.”

Arya berbalik untuk membereskan barang-barang. Ia terkekeh kecil. “Cinta, ya? Mana mungkin aku jatuh cinta sama orang yang sudah kuanggap anak... Jiwaku ini udah kakek kakek. Aku bukan pedo bejat!"

Arya menyimpan barang barang dan kendaraan ke ruang penyimpanan lalu dia beranjak pergi ke kota.

Arya menunduk ke bawah. "Apakah disini ada persediaan?"tanya dalam hati. "Kuliat dulu lah." Pergi ke pasar.

Melihat sekeliling. "Pasarnya sepi ya... Bukan hanya pembeli, tapi juga penjual." Melihat di ujung. "Oh,itu ada yang jual daging." Bergegas kesana.

"Permisi pak, bisa beli semua daging disini?" Tanya arya sopan.

Menyipitkan mata. "Semua daging?" Acuh tak acuh. "Pergilah nak, jangan menganggu."

Mengeluarkan uang. "Segini cukup?" Menunjukkan sekantong koin emas.

Penjual kaget. "Dari mana kau dapat uang sebanyak itu?!"

"Punyaku, bisakah aku membeli?"

"Baiklah, 8 koin emas semuanya."

Wajah heran. "8 koin emas? Kok murah?" 

"Gaada pembeli, aku keburu stok banyak daging. Jadi daripada ini gaada yang beli mending dijual murah. Lagian ini bukan daging kering" Tanya ketus.

Arya tersenyum. "Baiklah kubeli semua. Nih, 10 koin emas."

Penjual kaget. "Kebanyakan ini!" 

"Tidak apa apa." Tersenyum. "Baiklah, ku ambil dagingnya ya." Menghisap semua dagingnya.

"A apa?!" Terkejut. "Te terimakasih banyak." Berhenti memikirkan hal rumit.

"Terimakasih." Pergi dan melihat pedagang lain. "Hm... Para pedagang disini kasian banget. Apa kuborong saja semua dagangan mereka?" Pikir dalam hati. "Tapi kayaknya jangan deh, setelah nanti malam pasti ekonomi bakalan membaik." Perlahan pergi dari pasar.

Waktu terus bergulir tanpa mereka sadari pagi yang hangat perlahan beralih menjadi siang yang cerah, lalu bergeser lagi menjadi senja yang temaram. Hingga akhirnya, langit malam menjatuhkan tirainya, dan satu per satu dari mereka kembali ke kendaraan, berkumpul bersama di dalamnya untuk menghabiskan waktu.

Gamma membuka laporan pertama. “Pasar masih ramai sampai sore tadi, tapi ada satu hal mencurigakan. Beberapa pedagang mendapat barang tanpa membayar di tempat. Katanya, ‘sudah diurus orang dalam.’”

Yui menyusul. “Di gerbang timur, ada rombongan yang lewat tanpa pemeriksaan. Sepertinya orang penting. Wajahnya mirip dengan salah satu pejabat kota.”

Rarius menambahkan, “Aku sempat melihat gudang di dekat pelabuhan dijaga ketat. Tidak ada tanda pengiriman resmi, tapi lalu-lintasnya padat.”

Arya menyimak semuanya, lalu mengangguk. “Baik. Itu berarti target kita memang ada di dalam kota ini. Kita tunggu sampai lewat tengah malam. Begitu situasi sepi, kita bergerak.”

Dina menyandarkan punggungnya pada kursi, mengunyah cemilannya. “Hm… tengah malam, ya? Bagus. Aku bisa melupakan tujuan kita sebentar dan nikmatin makananku dulu.”

Venus melirik ke arahnya. “Kamu ini… bahkan sebelum eksekusi, yang kamu pikirin cuma makanan.”

Dina tersenyum santai. “Kalau perut kosong, eksekusinya nggak maksimal.”

Arya hanya menghela napas. “Istirahatlah sebentar. Begitu waktunya tiba, kita tak akan punya kesempatan kedua.”

Arya mengeluarkan sebuah kotak kayu kecil dari rak di pojok kendaraan. “Baiklah! Sebelum kita melakukan eksekusi, kita hibur diri dulu. Siapa yang mau melawanku?” katanya sambil membuka kotak, menampilkan bidak-bidak catur dan setumpuk kartu.

Gamma langsung mengangkat tangan. “Aku ikut! Tapi jangan nangis kalau kalah, Kak Arya.”

“Hahaha! Justru kamu yang bakal menyesal.” Arya menyusun papan catur di meja lipat. Venus duduk di kursi seberang, mengamati dengan tatapan datar, seolah menilai strategi masing-masing. Dina mencomot setumpuk kartu dan mulai mengocoknya di pangkuan. “Yang kalah main catur, langsung gantian main kartu sama aku. Tapi hati-hati, aku nggak kenal ampun.”

Yui, yang duduk di sudut sambil menyeruput teh hangat, terkikik. “Wah, ini malah jadi turnamen.”

Beberapa menit pertama diisi tawa Gamma yang salah langkah, Arya yang sengaja memancingnya ke jebakan. Sesekali, denting bidak yang jatuh terdengar, diiringi komentar iseng dari Dina. Sementara itu, Venus hanya sesekali berbicara, tapi setiap ucapannya terdengar seperti peringatan halus tentang permainan yang lebih besar menunggu mereka di luar sana.

Setelah dua ronde, mereka berganti ke permainan kartu. Suara kertas yang dikocok, tawa kecil saat seseorang kena “serangan” di permainan, dan canda ringan memenuhi udara. Namun di sela-sela tawa itu, ada jeda hening singkat mengingatkan mereka semua bahwa waktu terus berjalan menuju tengah malam.

1
luisuriel azuara
Karakternya hidup banget!
Nandaal: terimakasih banyak
total 1 replies
Ani
Gak sabar pengin baca kelanjutan karya mu, thor!
Nandaal: terimakasih banyak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!