NovelToon NovelToon
Bound To The CEO

Bound To The CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / CEO / Playboy / Diam-Diam Cinta / Kaya Raya / Romansa
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Priska

⚠️Mature Content (Harap bijak memilih bacaan)

“Dia hanya bosku… sampai aku terbangun di pelukannya."

Aku mencintainya apapun yang mereka katakan, seburuk apapun masa lalunya. Bahkan saat dia mengatakan tidak menginginkan ku lagi, aku masih percaya bahwa dia mencintaiku.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Priska, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Firasat Buruk

Beberapa hari berikutnya di Amstel Core Group berjalan seperti maraton tanpa garis akhir.

Anna sibuk mengatur jadwal rapat, menyusun laporan, sekaligus menyiapkan dokumen untuk proyek baru.

Jonathan pun sama sibuknya—mereka berada di gedung yang sama, tapi jarang sekali bertemu.

Bahkan ketika tatapan mereka bersinggungan di lorong, Jonathan hanya mengangguk singkat sebelum lenyap ke ruangannya.

Suatu pagi, Jonathan memanggil Anna ke ruangannya.

“Besok siapkan semua dokumen ini untuk acara di Rotterdam. Undangannya hanya untuk CEO, jadi kau tidak perlu ikut,” katanya sambil menyerahkan map bersegel.

Anna menerima map itu dengan anggukan. “Baik, Mr. Jonathan. Perlu saya pesan penginapan?”

“Tidak usah. Aku tidak menginap di sana,” jawabnya sambil menandatangani berkas lain. “Pastikan mobil siap pukul dua siang. Aku ingin berangkat langsung setelah rapat.”

Hari itu Anna sibuk memastikan semua kebutuhan acaranya terpenuhi. Dari tiket masuk eksklusif, materi presentasi, hingga detail kecil seperti kartu nama cadangan—semua ia atur dengan rapi.

Keesokan harinya, seperti yang direncanakan, Jonathan berangkat sendirian. Anna hanya bisa melihat punggungnya dari pintu ruangannya, sebelum pria itu menghilang bersama sopir pribadi di balik pintu lift.

...****************...

Malamnya, suasana berbeda sama sekali.

Di sebuah suite hotel mewah di Rotterdam, Jonathan sudah menanggalkan jas dan dasinya. Tirai kamar terbuka lebar, menampilkan pemandangan kota yang dipenuhi cahaya lampu.

Seorang wanita berambut gelap duduk di sofa, tertawa pelan sambil memutar gelas anggurnya. Jonathan duduk di sebelahnya, santai, lengan terjulur di sandaran sofa.

Percakapan mereka ringan, sesekali diwarnai tatapan menggoda, sebelum jarak di antara mereka hilang sama sekali. Bibir mereka bertemu, tangan mereka saling mencari. Malam itu, seperti malam-malam lain yang telah menjadi kebiasaan Jonathan, hanya diisi kesenangan singkat—tanpa ikatan, tanpa janji.

Di balik semua itu, hanya Jonathan yang tahu bahwa gaya hidupnya bukan sekadar hobi… tapi pelarian yang tidak pernah ia jelaskan pada siapa pun.

...----------------...

Pagi di Amsterdam diselimuti langit kelabu. Kantor Amstel Core Group mulai ramai, suara langkah kaki dan bunyi mesin kopi bercampur dengan dering telepon.

Anna tiba lebih awal seperti biasa. Ia menyalakan komputer, memeriksa jadwal Jonathan, dan memastikan dokumen-dokumen rapat pagi ini sudah siap di meja kerjanya. Tapi kursi di ruang Jonathan kosong—ia belum kembali dari Rotterdam.

Menjelang pukul sepuluh, suara pintu otomatis ruang CEO terbuka. Jonathan masuk, mengenakan setelan abu-abu gelap yang terlihat rapi, meskipun ada sedikit bayangan lelah di bawah matanya. Anna memperhatikannya sekilas sambil menyodorkan map berisi agenda hari itu.

“Selamat pagi, Mr. Jonathan. Perjalanan lancar?” tanyanya singkat.

“Lancar,” jawabnya, nada datar tapi tetap formal. Ia menerima map itu dan berjalan menuju mejanya tanpa komentar lain.

Anna kembali fokus ke layar komputernya, tapi dari sudut mata, ia melihat Jonathan duduk sejenak dengan bahu sedikit merosot, seperti menahan sesuatu. Hanya sebentar, karena detik berikutnya ia sudah kembali menegakkan tubuh, membuka laptop, dan mengetik cepat.

Sepanjang hari, mereka nyaris tidak berbicara. Semua instruksi Jonathan disampaikan singkat, melalui catatan kecil atau email internal.

Saat matahari sore mulai meredup di balik gedung-gedung kaca, Anna merapikan mejanya. Ia menyadari betul—meski pria itu terlihat bekerja seperti biasa—ada sesuatu yang berbeda. Entah itu lelah, atau sekadar efek dari perjalanan.

Di ruangannya, Jonathan menatap layar komputer, tapi pikirannya jauh dari angka-angka yang terpampang. Ia melamun cukup lama, hal yang sangat jarang Jonathan lakukan, ia hanya merasa kosong yang tidak bisa ia jelaskan.

...----------------...

Sejak hari itu Jonathan banyak tidak berada di kantor, bahkan Anna sudah tidak melihat bos nya itu beberapa hari ini. Bukan tanpa kabar—ia sesekali menelpon Anna untuk memantau pekerjaan, tapi tidak pernah mengatakan di mana ia berada.

Hari pertama, Anna masih mengira ia hanya sibuk dengan urusan bisnis. Hari kedua, nada bicaranya di telepon tetap tegas, tapi terdengar… lebih santai. Lalu di hari ketiga, saat ia memeriksa laporan sambil mendengarkan instruksi Jonathan, terdengar samar suara perempuan tertawa di latar.

Anna berhenti mengetik. “Apa… Anda sedang bersama orang lain, Mr. Jonathan?” tanyanya pelan.

“Fokus pada laporannya, Anna,” jawab Jonathan datar. “Saya tunggu hasilnya besok pagi.”

Sambungan terputus. Anna menatap ponselnya beberapa detik, lalu menghela napas panjang. Sepertinya aku tahu dia sedang di mana… atau dengan siapa, pikirnya.

...----------------...

Akhir pekan tiba. Anna mendapat libur sehari penuh. Ia memanfaatkannya untuk bertemu beberapa teman kerjanya dulu di sebuah kafe bergaya vintage di sudut kota.

“Aku hampir tidak percaya kamu mau meluangkan waktu untuk kita, Nna,” ujar Sophie sambil menyeruput cappuccino.

“Aku juga heran kamu bisa lepas dari bosmu itu,” sahut Fara sambil tersenyum. “Eh, bagaimana rasanya bekerja langsung dengan Jonathan Vanderlicht?”

Anna tersenyum kecil. “Biasa saja.”

“Biasa apanya?” Sophie langsung mencondongkan badan. “Dia kan terkenal sangat tampan. Di kantor lama kita saja semua wanita bisa heboh hanya melihat fotonya di majalah.”

Fara menimpali, “Katanya dia kaku, ya?”

“Bukan kaku,” jawab Anna sambil menaruh cangkir kopinya. “Dia… serius. Semua terukur. Kadang terlalu fokus pada pekerjaan sampai lupa orang di sekitarnya juga manusia.”

Sophie mengangguk-angguk. “Tapi baik?”

Anna tersenyum singkat. “Baik… kalau tahu cara menghadapinya.”

Tawa mereka memenuhi meja itu, bercampur suara musik kafe. Obrolan meluas ke topik lain, dan tanpa sadar jam sudah melewati pukul sebelas malam.

...----------------...

Sepulangnya dari sana Anna sempatkan untuk singgah ke rumah Fara dulu.

“Kamu menginap saja di sini,” kata Fara “Sudah malam, nanti sulit mencari taksi.”

Anna mengangguk. “Baik. Aku kabari Papa dulu.” Ia mengirim pesan singkat: Pa, aku menginap di rumah Fara, besok pulang pagi.

Andrew membalas hanya dengan: Baik, hati-hati.

Malam itu, Anna tidur di kamar tamu Fara. Hujan rintik di luar membuat udara terasa sejuk, tapi pikirannya tidak sepenuhnya tenang.

Di tengah tidur, ia bermimpi—Jonathan terbaring pucat, napasnya tersengal. Tangannya meraih Anna dengan tatapan panik.

“Tolong aku…”

Anna terbangun dengan napas memburu, jantungnya berdebar keras. Kamar gelap, hanya cahaya ponsel di meja yang berkedip. Ada satu panggilan tak terjawab—Jonathan.

Tanpa pikir panjang, ia menekan tombol panggil balik. Sambungan terhubung setelah beberapa dering.

“Anna?” suara Jonathan terdengar rendah di ujung sana.

“Mr. Jonathan, apakah Anda baik-baik saja?!” Anna bertanya cepat, nyaris tanpa jeda. “Mengapa menelpon saya tengah malam? Ada yang terjadi?”

“Aku…” Jonathan terdiam sejenak. “Saya baik-baik saja.”

“Tapi—” Anna menahan kata-katanya. Ia berusaha mengontrol suaranya meski rasa cemas jelas terasa. “Anda yakin? Karena aku merasa… entah mengapa… ada yang tidak beres.”

Di ujung sana, Jonathan hanya menghela napas. “Kau hanya terlalu peka, nona Anna.”

Anna menggenggam ponselnya erat. “Mungkin. Tapi aku harap… Anda tidak menyembunyikan sesuatu yang penting.”

"Jika sesuatu terjadi apa kau akan datang?." Tanya Jonathan.

"Jika itu mengharuskan ku untuk datang aku akan datang." Jawab Anna

"Jika kau penasaran dengan keadaanku datang lah Nona Anna " Tantang Jonathan.

Anna melirik jam di ponselnya, sudah pukul 1 pagi. Tapi ia tidak bisa yakin sebelum melihat semuanya.

"Baik aku akan kesana. Tapi beritahu dulu anda di mana Mr Jonathan !." Pinta Anna lemah

"Tidak perlu. Itu akan membuat orang tua mu khawatir."

"Tidak. Aku sedang tidak di rumah malam ini."

Ucapan itu membuat Jonathan bertanya-tanya ada dimana Anna sekarang

"Jika tidak di rumah kau berada di mana."

"Katakan saja dimana aku bisa menemuimu !?."

"Apartemen ku."

Anna menutup panggilan

Jonathan hanya diam sambil berpikir apakah Anna serius akan datang?

1
HAI ❤️
Hai para readers jangan lupa like dan bintang ⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!