Arumi Bahira, seorang single mom dengan segala kesederhanaannya, semenjak berpisah dengan suaminya, dia harus bekerja banting tulang untuk membiayai hidup putrinya. Arumi memiliki butik, dan sering mendapatkan pesanan dari para pelanggannya.
Kedatangannya ke rumah keluarga Danendra, membuat dirinya di pertemukan dengan sosok anak kecil, yang meminta dirinya untuk menjadi ibunya.
"Aunty cangat cantik, mau nda jadi mama Lion? Papa Lion duda lho" ujar Rion menggemaskan.
"Eh"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kikoaiko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 14
Arumi dan Naka memasuki toko dengan langkah tergesa-gesa, aura kebisingan di sekelilingnya seolah terhisap oleh ketegangan yang dibawa Arumi. Rindu, sahabat Arumi yang sedang memilih barang di rak, langsung merasakan perubahan suasana itu. Keningnya berkerut, mingguan kecurigaan menyelimuti tatapannya saat melihat Arumi berjalan dengan Naka, seorang anak kecil yang jelas bukan Bella.
"Kamu kok sama Naka sih? Di mana Bella? Jangan bilang kamu menggadaikannya," tanya Rindu, nada suaranya campur aduk antara canda dan keseriusan, mencerminkan kekhawatiran yang mulai menguasai hatinya.
Dia melihat Arumi dengan pandangan skeptis, berharap bisa menggali kebenaran dari situasi yang membuatnya tidak nyaman.
"Enak saja, meskipun sering membuatku pusing, tapi dia juga putri kesayanganku tahu. Tidak mungkin aku menggadaikan putriku sendiri!" seru Arumi tidak terima.
Rindu tidak puas dengan penjelasan yang diberikan. "Lalu di mana dia? Tumben tidak ikut denganmu?" tanyanya, nadanya semakin meningkat. Pertanyaannya menggantung di udara, menuntut kejelasan yang lebih. Sikapnya defensif, dengan tangan dilipat di dada, menunjukkan dia tidak akan menyerah begitu saja.
Arumi menghela napas panjang, mencerminkan beban yang terasa berat di hatinya untuk mengungkapkan keadaan sebenarnya. "Dia tidak mau ikut, katanya mau libur dulu, menikmati kekayaan papanya," jawab Arumi, suaranya kini lebih lembut, seolah berusaha meredam kekhawatiran Rindu.
Kepalanya menggeleng pelan, matanya menunduk sejenak, sinar frustrasi dan kelelahan jelas terlihat di wajahnya, dengan tingkah putrinya.
Mendengar penjelasan itu, Rindu mengangguk pelan, ekspresinya kini berubah menjadi lebih mengerti. "Oh, begitu..., mentang-mentang sudah memiliki papa baru, mau malas-malasan dia," ucapnya sambil tertawa kecil, mencoba meringankan suasana.
"Di membuatku malu di depan mertuaku" ucap Arumi menggelengkan kepalanya.
"Tidak usah malu, biarkan dia menikmatinya dengan status barunya menjadi cucu keluarga Danendra" ucap Rindu sambil menepuk bahu Emilia pelan.
Saat mereka berdua berbincang, suasana di toko kembali normal. Namun ada satu hal yang pasti: pertemanan mereka yang kuat dan penuh dukungan akan menjadi kekuatan untuk menghadapi apa pun yang akan datang.
Naka yang sejak tadi diam, hanya memberikan senyum kecil, mencoba mencairkan suasana yang sempat tegang. "Mama, telus Naka halus ngapain di cini?" tanya Naka sambil menoleh kesana kemari memperhatikan baju yang tergantung rapih di rak baju.
"Yakk.... Kau hidup ternyata, aunty kira kamu boneka" seru Rindu sambil menguyel uyel pipi Naka gemas.
"Kamu tidak usah ngapa-ngapain, cukup duduk saja nanti aunty kasih cake yang enak" ucap Rindu.
Seketika mata Naka berbinar, dia tentu senang mendapatkan cake dari Rindu, karena makan adalah hobi dia. Namun, sayangnya tujuan dia ikut ke toko untuk membantu Arumi, bukan untuk sekedar makan saja.
"Naka kecini mau bantuin mama, Aunty. Bukan mau makan kue" tolak Naka.
"Tidak apa-apa, kamu bantuinnya sambil makan kue saja. Nanti kalau ada customer datang kamu bisa langsung menyambutnya" ucap Rindu.
"Baiklah, yang penting Naka bica bantu mama, nda cepelti pintu," gumamnya pelan, namun cukup terdengar oleh Rindu.
Rindu mengerutkan keningnya, bingung mendengar nama yang disebut oleh Naka. "Pintu apa maksudnya? pintu rumah?" tanya Rindu dengan rasa ingin tahu.
Arumi tertawa kecil, menggelengkan kepalanya. "Bukan, pintu itu panggilan di ke Bella. Entahlah, kedua bocah itu sudah seperti Tom and Jerry, suka berantem," jelasnya sambil menghela napas, seolah-olah lelah dengan keusilan kedua anak itu.
Mendengar penjelasan itu, Rindu tidak bisa menahan tawanya. Dia tertawa lepas, merasakan campuran rasa iba dan geli atas persaudaraan yang unik antara Naka dan Bella.
"Wah, pasti seru ya, melihat mereka berdua," kata Rindu sambil masih tersenyum, membayangkan kekacauan lucu yang mungkin terjadi antara kedua bocah kecil itu.
"Ngga ada seru-serunya Rin, yang ada pusing aku setiap hari melihat pertengakaran mereka" sahut Arumi.
Rindu tersenyum, sambil menepuk bahu Arumi lembut. "Tida usah terlalu di pikirkan, mungkin dengan cara seperti itu membuat hubungan keduanya menjadi semakin dekat" ucap Rindu.
Arumi mengangguk paham, "Ayo kita mulai kerja" ajaknya.
"Ayo" sahut Rindu.
Naka menatap ibunya dengan mata berbinar, semangat yang terpancar dari wajahnya tidak terbantahkan. Ia duduk dengan tegap di sofa yang empuk, tangannya memegang erat kue yang baru diberikan oleh Arumi.
Sofa itu terletak di sudut butik, di mana ia bisa melihat setiap orang yang datang dan pergi. Sesekali, Naka melirik kue di tangannya, kemudian kembali memfokuskan pandangannya ke arah pintu. Ia merasa bertanggung jawab, seperti seorang penjaga kecil yang siap melapor kepada ibunya bila ada pelanggan yang datang.
Udara toko yang berhembus lembut dari AC membuat helaian rambutnya yang lurus bergerak-gerak, menambah kesan anak kecil yang penuh antusiasme dalam bertugas.
Arumi, dari kejauhan, mengintip melalui celah pintu yang menghubungkan ruang belakang dengan bagian depan toko. Senyumnya merekah melihat anaknya begitu serius menjalankan tugas sederhana yang diberikan kepadanya. Rasa bangga bercampur lega menyelimutinya; Naka selalu membuatnya terkesan dengan kecerdasan dan keinginan kuatnya untuk selalu membantu.
Di sofa itu, Naka terus duduk dengan kaki yang sesekali mengayun-ayun kecil, menunggu momen ketika ia bisa berlari ke belakang dan memberi tahu ibunya tentang kedatangan pelanggan. Si kecil itu, meski masih sangat muda, sudah menunjukkan tanda-tanda akan menjadi pribadi yang bertanggung jawab.
*******
Julia dengan penuh semangat membolak-balik rak pakaian di toko. Cahaya toko yang terang memantulkan kilau kegembiraan di matanya. Ia berulang kali meminta pendapat Bella tentang pilihan bajunya, sambil sesekali tersenyum lebar.
Sementara itu, Bella, gadis kecil yang menggenggam boneka beruangnya, tampak bosan dengan situasi tersebut. Bibirnya mengerucut, matanya sesekali melirik jam tangan pink di pergelangan tangannya. Dia berdiri dengan satu kaki mengangkat sedikit, menunjukkan rasa tidak sabar yang mendalam.
"Lama kali lah oma ini, pantas aja tadi opa menolak antal oma belanja," gumam Bella pelan, hampir tidak terdengar di antara suara keramaian toko.
Julia yang tak menyadari keluh kesah cucunya, akhirnya memilih sebuah blus berwarna cerah, dan menunjukkannya kepada Bella "Bagaimana menurutmu Bella?"
Namun Bella hanya mengangguk lesu, matanya masih sesekali menatap keluar toko, berharap perjalanan belanja ini segera berakhir.
"Kamu jangan lemas gitu dong, setelah ini kita ke toko mainan kok, nanti Bella bisa beli mainan apa aja yang kamu suka" ucap Julia melihat wajah lemas cucunya.
"Iya oma, Bella cemangat kok" ucapnya dengan senyum yang di paksakan.
"Nah gitu doang, kamu tunggu di sini, oma mau cobain bajunya terlebih dahulu" ucap Julia dan berlalu menuju ke kamar pas meninggalkan Bella yang duduk sendirian di sebuha sofa tunggu di toko tersebut.
Tak lama datang wanita paruh baya duduk di samping Bella. "Kamu lucu sekali, dimana orang tuamu" tanya wanita itu sambil menatap Bella.
Tanpa mengalihkan pandangan dari bonekanya Bella menjawab sekenanya, "Oma lagi cobain baju." Wajah wanita itu berubah, kerutan di dahinya semakin dalam.
Dengan nada yang meninggi, ia berkata, "Kamu kalau bicara itu lihat ke lawan bicaramu, bukan malah menatap ke bonekamu. Dasar anak tidak tahu sopan santun"
Bella terkejut, matanya terbuka lebar dan ia menoleh ke arah wanita itu dengan ekspresi kebingungan.
"Kenapa malah, memangnya apa calah Bella?" tanyanya dengan suara yang sedikit gemetar, tak mengerti mengapa tiba-tiba wanita itu menjadi marah.
"Dasar anak bod*h, begitu saja tidak mengerti" hina wanita itu.
"APA KATAMU HAH! SEENAKNYA SAJA MENGHINA CUCUKU"
seharusnya ganti tanya Arumi
bagaimana servisku jg lbh enakan mana sm clara wkwkwk
Alvaro menyesal menghianati clara
kok minta jatah lagi sama arumi
itu mah suka al