NovelToon NovelToon
Aplikasi Penghubung Dunia

Aplikasi Penghubung Dunia

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Mengubah Takdir / Anak Lelaki/Pria Miskin / Menjadi Pengusaha / Kultivasi Modern / Toko Interdimensi
Popularitas:7.1k
Nilai: 5
Nama Author: SuciptaYasha

Arzhel hanyalah pemuda miskin dari kampung yang harus berjuang dengan hidupnya di kota besar. Ia terus mengejar mimpinya yang sulit digapai.nyaris tak

Namun takdir berubah ketika sebuah E-Market Ilahi muncul di hadapannya. Sebuah pasar misterius yang menghubungkan dunia fana dengan ranah para dewa. Di sana, ia dapat menjual benda-benda remeh yang tak bernilai di mata orang lain—dan sebagai gantinya memperoleh Koin Ilahi. Dengan koin itu, ia bisa membeli barang-barang dewa, teknik langka, hingga artefak terlarang yang tak seorang pun bisa miliki.

Bermodalkan keberanian dan ketekunan, Arzhel perlahan mengubah hidupnya. Dari seorang pemuda miskin yang diremehkan, ia melangkah menuju jalan yang hanya bisa ditapaki oleh segelintir orang—jalan menuju kekuatan yang menyaingi para dewa itu sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

11 Sebastian, The Iron Gambler

Arzhel berhenti sejenak, menatap asisten itu sekilas. Namun detik berikutnya, ia berpaling acuh.

“Aku tidak tertarik.”

Langkah kakinya baru dua meter meninggalkan meja, ketika suara berat dan berwibawa menggema memenuhi ruangan.

“Berhenti, Anak Muda.”

Dalam sekejap, seisi kasino hening oleh suara Sebastian yang tegas dan dalam.

Sebastian mencondongkan tubuh sedikit, jari-jarinya mengetuk meja dengan ritme lambat. “Bagaimana jika aku tawarkan seratus ribu dollar? Satu ronde saja melawanku. Kalau kau menang, uang itu jadi milikmu. Kalau kalah… kau tidak akan kehilangan apapun.”

Ruangan seakan meledak. Para pemain biasa, para penjudi veteran, bahkan para pelayan yang biasanya tak peduli, semuanya mulai berbisik heboh.

“Seratus ribu?!”

“Dia benar-benar serius?”

“Itu gila… siapa pun pasti mau kalau kalah tidak harus kehilangan apapun!”

Arzhel berhenti. Tubuhnya tetap menghadap pintu keluar, tapi matanya melirik ke belakang.

'Seratus ribu dollar, hanya untuk satu ronde…' Bahkan jantungnya yang sudah terbiasa menghadapi tekanan mulai berdetak lebih cepat.

Perlahan, ia berbalik. Tatapannya menembus aura dingin Sebastian yang duduk dengan senyum tipis penuh misteri.

Arzhel melangkah maju, tiap langkahnya bergema seakan seluruh kasino menunggu napas berikutnya.

Ia menarik kursi, duduk berhadapan dengan pria tua itu. Wajahnya tidak menunjukkan rasa hormat sedikit pun, hanya dingin dan penuh kepercayaan diri.

“Baiklah,” katanya datar. “Tapi jangan menyesal kalau kau harus kehilangan uangmu.”

Sebastian tersenyum samar, tidak tersinggung sama sekali. “Heh… menarik.”

Dalam sekejap, semua orang berdesakan mengitari meja. Para penjudi veteran berdiri di barisan depan, wajah-wajah penasaran melongok dari segala arah.

Lampu-lampu di langit-langit berkilat, seakan menyoroti meja itu sebagai panggung duel legendaris.

Dua generasi berbeda. Satu legenda yang sudah lama berkuasa. Dan satu pendatang baru yang membawa aura misterius.

Bandar kalangan atas datang, ia menunduk sopan kepada semua orang lalu menjelaskan permainan yang akan mereka mainkan.

Permainan ini sederhana: Bandar mengguncang tiga dadu dalam mangkuk tertutup. Pemain harus menebak jumlah total dadu, misalnya 10, 12, 15, dan lain-lain.

Permainan ini bukan sekadar tentang menebak, tapi juga membaca peluang dan menghitung probabilitas munculnya angka diatas dadu.

Ronde pertama 🎲

Bandar meletakkan sebuah mangkuk besi, di dalamnya ada tiga dadu berwarna putih dengan titik angka berwarna merah. Ia mengguncangnya cepat, suara krak-krak-krak bergema membuat semua orang menahan napas.

“Permainan kali ini sederhana,” ujar Sebastian, suaranya berat tapi penuh wibawa. “Tiga dadu. Tebak jumlah angka yang keluar. Jika tidak ada yang menebak dengan benar, maka pemenangnya adalah yang paling mendekati jawabannya.”

Beberapa penonton terkekeh.

“Permainan anak-anak!”

“Tapi justru di sini kita bisa melihat siapa yang jenius dalam menghitung peluang!”

Bandar berhenti mengguncang, menutup rapat mangkuknya.

Arzhel bersandar santai, menatap mangkuk itu sejenak. Ia tidak hanya mengandalkan keberuntungan—ia menghitung cepat di dalam kepalanya.

Kemungkinan total 3–18. Tapi berdasarkan irama guncangan tadi, dadu tidak banyak memantul… besar kemungkinan ada angka menengah.

Sebastian mengetuk meja. “Aku pilih 12.”

Arzhel menoleh sekilas. Dia memilih angka paling stabil. Tidak tinggi, tidak rendah. Hanya sangat masuk akal.

Arzhel tersenyum tipis. “Kalau begitu, aku pilih 13.”

Semua orang terdiam sejenak.

“Dua angka berbeda tipis!”

“Siapa yang lebih dekat menang!”

Bandar mengangkat mangkuk perlahan. Tiga dadu itu berkilau di bawah lampu.

4 + 5 + 4 \= 13.

Sorakan langsung meledak.

“TUJUH BELAS!”

“Bodoh, kau tidak bisa berhitung? Jelas-jelas itu tiga belas!"

“Pendatang baru itu… luar biasa!”

Sebastian terdiam, matanya menyipit. Ia tidak terlihat marah, tapi jelas sedikit kaget. Perlahan, ia tersenyum dan menepuk meja.

“Hahaha… bagus. Satu tebakan, dan kau bisa memukulku telak.”

Arzhel menunduk sedikit, lalu menatap lurus. “Aku sudah bilang, jangan menyesal kehilangan uangmu.”

Ronde kedua 🎲

Mangkuk diguncang cepat. Krak-krak-krak!

Sebastian langsung berkata, “Aku pilih 9.”

Suaranya tenang, penuh pengalaman.

Arzhel menutup mata sebentar, lalu tersenyum tipis.

Guncangan awal terlalu ringan, pasti angka tengah ke bawah. “Aku pilih 8.”

Bandar membuka mangkuk.

2 + 3 + 3 \= 8.

Sorakan pecah.

“Dia benar lagi!”

“Pendatang baru itu gila!”

Sebastian hanya menghela napas pelan. “Hm… tebak keberuntungan yang bagus.”

Ronde Ketiga 🎲

Ronde penentuan, jika Sebastian benar menebak jumlah dadunya, maka permainan akan terus berlanjut setidaknya sampai pemenang mendapatkan selisih 3 poin.

Bandar mengguncang lebih lama, mangkuk bergetar keras di meja.

Sebastian mengetuk jari di meja, untuk pertama kalinya dalam sejarah, Sang Iron Gambler tampak begitu serius.

“Kali ini aku pilih 15.”

Arzhel menatap mangkuk dengan seksama. Dadu memantul cukup banyak… angka tinggi kemungkinan besar.

“Akhirnya kau serius juga, pak tua. Aku juga pilih 15.”

Mangkuk dibuka perlahan.

6 + 5 + 4 \= 15.

Sorak yang menjerit setelah ronde ketiga belum sepenuhnya reda ketika permainan melaju seperti putaran jam yang tak mau berhenti.

Ronde keempat, kelima, keenam, ketujuh — semuanya seperti pengulangan takdir. Setiap kali mangkuk ditutup, Sebastian dan Arzhel saling menatap singkat, mengunci pilihan seperti dua musuh yang tahu betul langkah satu sama lain.

Bandarnya mengguncang, suara logam beradu dengan dadu bergema. Tebakan dilontarkan. Mangkuk dibuka. Hasilnya selalu membuat skor tetap imbang. Mereka berdua selalu menebak jawaban yang tepat.

Asisten Sebastian yang berdiri di sisinya mengusap keringat di dahi sang tuan dengan kain halus, telapak tangannya gemetar sedikit — ini adalah pertama kalinya ia melihat Sebastian menghadapi tantangan yang benar-benar membuatnya terhentak.

Ia mencondongkan tubuh, suaranya rendah ketika memuji Arzhel tanpa bisa menyembunyikan kagum, “Tuan… pemuda ini… dia lain dari yang lain.”

Sebastian hanya membalas dengan senyum tipis, tapi matanya menyiratkan sesuatu yang baru: penghargaan yang perlahan merayap dari keheranan menjadi rasa hormat.

Arzhel tetap datar. Dia tidak mengibarkan kebanggaan atau menyombong; ketenangannya malah memperparah penasaran orang-orang di sekelilingnya.

Setelah ronde ketujuh, suasana mencapai titik jenuh. “Kalau begini terus, permainan ini tak akan selesai sampai pagi,” gumam salah satu penonton.

Sebastian mengangkat tangan, suaranya memotong bisik-bisik. “Ubah permainannya.” Ia menatap bandar dan berkata: “Bawa dadu segilima.”

Desahan kecil terdengar—dadu segilima bukan mainan biasa. Beberapa penjudi penasaran dan kagum ketika Sebastian menambah intensitas kesulitan permainan.

Sang bandar kemudian kembali sambil membawa tiga buah dadu berbentuk pentagonal.

Bandar meletakkan mangkuk, mengguncangnya dengan gerakan yang sedikit berbeda agar tidak mudah ditebak. Sekarang jarak kemungkinan berubah—rentang total 3 sampai 15—tetapi pola pantulan benar-benar baru, membuat hitungan berbasis ritme menjadi liar.

Sebastian menatap mangkuk, ia berpikir sangat keras sebelum menetapkan pilihannya. “Aku pilih 11,” katanya—singkat tapi mantap.

Arzhel menutup mata sekejap, bukan karena ragu, melainkan untuk menyingkirkan gangguan. Di kepalanya, bukan hanya angka-angka yang berdansa; ia meraba kemungkinan lewat rasa, bukan kata.

Ia mengamati sedikit: cara bandar menggulung mangkuk, jeda antara hentakan akhir tangan dan ketika mangkuk berhenti, suara dentingan dadu saat menyentuh logam—semua itu jadi petunjuk, sinyal-sinyal kecil yang bisa ditafsirkan oleh orang yang tahu caranya 'mendengar'.

Ia membuka mata, menatap Sebastian tanpa hormat yang berlebih. “Aku pilih 12,” jawabnya datar.

1
Jujun Adnin
kopi dulu
Depressed: "Siapa bilang Iblis itu tak punya hati? Temukan kisahnya dalam Iblis Penyerap Darah."
total 1 replies
Redmi 12c
lanjuuttt
y@y@
🌟👍🏻👍🏾👍🏻🌟
El Akhdan
lanjut thor
Caveine: oke bang👍
total 1 replies
REY ASMODEUS
kerennn 2 jempol untuk othor🤭🤭🤭
REY ASMODEUS
siap nona bos kecil
Redmi 12c
kreeeenn
Redmi 12c
anjaaaiii dewa semproolll🤣🤣🤣🤣🤣🤣
REY ASMODEUS
Thor up banyak ya, ini karya dengan tata bahasa simple tapi masuk akal....
REY ASMODEUS
dewa kuliner dewa gila rasa /Smirk//Smirk//Smirk/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!