NovelToon NovelToon
Kurebut Suamiku

Kurebut Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Lari Saat Hamil / Pelakor / Penyesalan Suami
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: megatron

Sagara mengalami hilang ingatan setelah kecelakaan tragis, tidak ada kenangan Lania dalam pikirannya.

Lania merasa sedih, terlebih-lebih Sagara hanya mengingat sekertaris-nya yang tak lain adalah Adisty.

Peristiwa ini dimanfaatkan Adisty untuk menghasut Sagara agar menceraikan Lania.

Lantas, dapat kah Liana mempertahankan rumah tangganya?
Apakah ingatan Sagara akan kembali?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon megatron, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bukan Kecelakaan Biasa

Ruang inap itu senyap, hanya suara mesin pendingin ruangan yang bergemuruh lirih. Tirai putih bergoyang ringan oleh angin dari jendela kecil yang terbuka sedikit. Di atas ranjang, Lania terbaring lemah, wajahnya pucat, perban membalut di bagian pelipis. Matanya masih terpejam, napasnya naik-turun lirih.

Sagara duduk di sisi tempat tidur, tubuhnya membungkuk ke depan, kedua tangan menelungkup menutupi wajah. Wajahnya kusut, pakaian kerjanya sudah berantakan. Sekilas, dia tampak seperti seseorang yang baru saja kehilangan arah.

Pintu terbuka perlahan.

Adisty masuk—diam-diam, tetapi dengan langkah yang pasti. Setelan kerja pastel-nya kontras dengan ruang yang redup dan muram. Dia membawa kantong kecil berisi air mineral, tisu basah, dan kotak obat ringan—atribut simpati yang disengaja.

“Sagara...” Suara lembutnya memecah keheningan. “Gimana bisa ini terjadi?”

Sagara menoleh. Pandangannya kosong sejenak, sebelum akhirnya mengenali siapa yang datang. Dia berdiri setengah bingung.

“Adisty, kamu dapat tau dari siapa aku di sini?”

Adisty tersenyum samar, menyembunyikan rasa puas karena Sagara tidak langsung mengusirnya.

“Orang-orang kantor. Gimana aku bisa diam aja mendengar kabar duka ini?” katanya, berjalan perlahan ke sisi lain ranjang. “Lania... dia... dia masih belum sadar?”

“Dia sempat sadar, tapi kondisinya tiba-tiba menurun,” jawab Sagara dengan wajahnya muram.

Adisty duduk di kursi dekat kaki ranjang, menatap Lania dengan ekspresi penuh empati—terlihat lembut, tetapi dingin di balik mata itu. Dia memajukan tubuhnya sedikit, lalu meletakkan tangannya di atas lengan Sagara.

“Aku tahu kamu sayang banget sama dia…” katanya pelan. “Tapi kamu juga harus jaga diri. Kamu kelihatan seperti mayat hidup.”

Sagara tidak menjawab.

“Kau tahu,” lanjut Adisty sambil menatap Lania, “aku... mungkin bukan orang yang dekat sama dia. Tapi aku tidak akan tega kalau terjadi apa-apa. Apa pun yang terjadi tadi… pasti berat. Tapi mungkin ini juga pertanda... kamu perlu lihat segala sesuatu dengan lebih jernih.”

Sagara menoleh, mengerutkan dahi.

“Maksud kamu?”

Adisty menarik napas panjang, lalu berdiri dan mendekati jendela. Dia membelakangi Sagara—gerakan yang disengaja agar suaranya terdengar seolah mengandung perenungan.

“Kadang... kita terlalu percaya pada seseorang, sampai kita lupa mencari tahu sisi lainnya. Lania… dia perempuan kuat, iya. Tapi aku juga pernah lihat dia bicara dengan orang-orang yang… nggak jelas. Aku khawatir ada orang yang sengaja menyakitinya. Karena ulah Lania sendiri.”

Kalimat itu meluncur begitu halus. Tidak terdengar seperti tuduhan, tapi menusuk ke dasar rasa curiga Sagara yang belum pulih sepenuhnya.

Sagara terdiam. Matanya kembali ke Lania, keraguan mulai mengendap di dasar pikirannya.

Adisty berbalik, mendekat lagi. Dia meraih tangan Sagara, menggenggamnya erat.

“Dalam kondisi seperti ini, aku tidak bermaksud menjatuhkan atau menjelek-jelekkan siapa pun, tapi...” papar Adisty, memasang wajah ragu untuk melanjutkan kalimat, “Dunia bisnis memang sedikit kejam. Sikap sembrono Lania dapat menciptakan bencana.”

Lalu dia menatap wajah lelaki itu, tajam tapi manis. “Aku bicara seperti ini karena aku tidak mau kamu jadi korban berikut. Aku peduli terhadap kalian.”

Sagara menatap Adisty. Dia tak menjawab, tidak pula menarik tangannya. Respon itu sudah cukup bagi Adisty—satu langkah kecil menuju keretakan yang lebih besar.

Sagara masih duduk di sisi ranjang, tangannya berada dalam genggaman Adisty yang tampak tulus—di permukaan. Udara di ruangan itu seolah menegang, meski tak ada satu pun yang mengangkat suara.

Hingga tiba-tiba—

Tok... Tok...

Pintu diketuk pelan, lalu terbuka tanpa menunggu jawaban.

Seseorang berdiri di ambang pintu.

Pandu.

Kemeja birunya tampak kusut, rambutnya sedikit acak-acakan seperti orang yang terburu-buru. Napasnya masih berat, wajahnya pucat. Pandangannya langsung tertuju pada Lania yang terbaring di ranjang, lalu berpindah cepat ke Sagara... dan kemudian ke tangan Adisty yang menggenggam tangan Sagara.

Pandangan itu menajam. Tegang.

“Lania gimana, aku dengar kondisinya menurun?” tanya Pandu, suaranya dalam dan terkontrol meski dadanya terasa mendidih.

Sagara berdiri, melepaskan tangannya dari genggaman Adisty secara alami, lalu menjawab singkat, “seperti yang kamu lihat.”

Pandu mengangguk pelan. Dia melangkah masuk, perlahan, mendekati sisi ranjang Lania yang berlawanan dari tempat Adisty berdiri. Tangannya menyentuh ujung selimut, menatap wajah Lania dengan sorot mata yang sulit ditebak—campuran antara khawatir, marah, dan sedih.

Adisty menyilangkan tangan di depan dada, memperhatikan kehadiran Pandu dengan tatapan seperti menyambut ancaman yang tak diundang.

“Cepat juga kamu datang,” ucap Adisty, datar namun menyelidik.

Pandu tidak menoleh.

“Aku yang pertama temuin dia saat kecelakaan. Dan aku yang bawa dia ke rumah sakit ini.”

Itulah kebenarannya, Sagara tidak menyela perkataan Pandu. Dia mulai segan terhadap sahabat istrinya.

“Ya. Dan aku juga yang tahu ini bukan kecelakaan biasa.”

Ruangan seketika membeku. Adisty mengerutkan kening. “Aku sudah mengatakan hal ini kepada Sagara.” Nada suaranya terdengar tenang, kendati sorot matanya berubah waspada.

Pandu menatapnya lama, sebelum akhirnya menimpali tanpa mengalihkan pandangan. “Bagus, sebagai jurnalis, aku akan mengungkapkan kebenaran.”

Sagara berdiri di antara keduanya, matanya berpindah dari satu ke yang lain. Bukan waktu yang tepat untuk berselisih, dia ingin menghentikan percakapan mereka.

Namun, ada sesuatu yang ingin Sagara pahami, dia orang yang memiliki pendapat sama. Apakah tuduh mereka juga mengarah kepada satu orang atau ... ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar kecelakaan.

Adisty menertawakan pernyataan Pandu, meski terdengar sedikit dipaksakan. “Lalu, kamu datang di sini sebagai apa, Pandu? Penyelamat? Atau... pencari perhatian?”

Dia menoleh ke Sagara, suaranya berubah manis.

“Hati-hati, Ga. Jangan percaya semua yang kamu dengar dari orang yang... terlalu sering muncul saat kamu lemah.”

Pandu menggeleng pelan, matanya kembali ke Lania.

“Aku tidak butuh dipercaya. Aku cuma tidak akan diam kalau orang yang kusayang dicelakai, lalu pelakunya bisa bebas begitu saja, seolah-olah tidak pernah melakukan dosa besar.”

Ucapan itu menghantam.

Sunyi. Tegang.

Sagara terpaku—dan dalam benaknya, pertanyaan yang sudah lama dia tekan... mulai berdesakan keluar.

“Kusayang?”

Senyum tipis terlihat samar di bibir Adisty.

“Jadi benar selama ini kamu punya perasaan terhadap Lania?” geram Sagara, dia tidak menaikkan intonasi suara karena tidak ingin membuat keributan.

Kedua telapak tangan Pandu mengepal, pikirnya sudah kepalang basah. “Perasaanku tidak penting, Ga. Toh, nyatanya Lania lebih memilih mu ketimbang aku.”

“Brengsek! Ini bukan soal dipilih atau memilih. Ini tantangan harga diri!” tegas Sagara berusaha tetap stabil. “Aku sudah curiga sejak awal, tetapi aku mengabaikan itu. Aku pikir kamu pria beradab yang tidak akan menyimpan perasaan terhadap istri orang lain. Pantas walaupun tau Lania perempuan bersuami, kamu masih berputar di sekitarnya.”

1
[AIANA]
wah dia bukan mak lampir, ternyata dia iblis,
[AIANA]
mak lampir plis hus hus hus.
[AIANA]
tantang aja. kalau kamu (Sagara) masih memperlakukan lania dg buruk dan memilih mak lampir, aku dg tangan terbuka akan menampungnya. hahahaha
Mega: Hahaha, siap jadiin ayam geprek ya.
total 1 replies
Queenci Kim
💃🏻💃🏻
Iza
😭😭😭
[AIANA]
nah, jadi orang bodoh lagi kan. sebel aku lama2
Mega: Sabar-sabar, masih awal.
total 1 replies
[AIANA]
ini si Sagara, sekalipun ilang ingatan. sekalipun yg dia ingat adalah perdebatan tentang perceraian. kok dia lupa sama hatinya ya? ada hal lain kah yg belum dibahas?

jujur selain hasutan nenek lampir, atau ingatan ttg Lania, smp saat ini keinginan sagara sendiri ga jelas
Mega: Sagara jadi korban penulis plin-plan. kikikikik
total 1 replies
[AIANA]
waktu istri
Mega: Banyak banget typo ternyata ya. kikikikik. nulisnya sambil-sambil. Nanti, deh, revisi lagi. makasih
total 1 replies
[AIANA]
bentar, aku ga salah kan? skg ini si Lania kondisi hamil kan ya?
Mega: Iya, kikikikikikik.
total 1 replies
Mega
MasyaAllah dapat kejutan aku. Makasih sudah sempatkan mampir. kikikikikikik
[AIANA]
lihai bener sih ini nenek lampir
kamu dapat inspirasi dari mana jal
[AIANA]
meninggal kamar. sereeem.
hai sayang. aku datang karena penasaran
Mega: Ayo mulai nulis lagi
[AIANA]: semangat!!! aku bangga padamu. kamu aja kyk gt apalagi aku. malu udah hiatus 1th
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!