Camelia tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam satu malam.
Hanya karena hutang besar sang ayah, ia dipaksa menjadi “tebusan hidup” bagi Nerios—seorang CEO muda dingin, cerdas, namun menyimpan obsesi lama padanya sejak SMA.
Bagi Nerios, Camelia bukan sekadar gadis biasa. Ia adalah mimpi yang tak pernah bisa ia genggam, sosok yang terus menghantuinya hingga dewasa. Dan ketika kesempatan itu datang, Nerios tidak ragu menjadikannya milik pribadi, meski dengan cara yang paling kejam.
Namun, di balik dinding dingin kantor megah dan malam-malam penuh belenggu, hubungan mereka berubah. Camelia mulai mengenal sisi lain Nerios—sisi seorang pria yang rapuh, terikat masa lalu, dan perlahan membuat hatinya bimbang.
Apakah ini cinta… atau hanya obsesi yang akan menghancurkan mereka berdua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Biebell, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13 — Lebih Ketat
Hari ini suasana di kantor terasa jauh lebih menegangkan dari biasanya. Bisikan karyawan, tatapan curiga, hingga langkah-langkah penjaga yang ada di beberapa sudut—membuat semuanya menatap Camelia penuh selidik.
Langkah kaki berat bergema di koridor perusahaan. Camelia baru saja keluar dari dalam ruangannya, membawa map berisi laporan, ketika matanya menangkap pemandangan yang membuat dadanya langsung mengencang. Satu orang penjaga tambahan berdiri di ujung lorong, mata mereka waspada, seolah setiap orang yang lewat adalah ancaman.
Orang itu berdiri tepat di samping lift, seakan bertugas untuk memastikan siapa yang masuk dan keluar dari lantai paling atas—tempat ruangan Ceo berada. Sosok tegap berseragam hitam berjaga tanpa ekspresi.
Camelia menelan ludahnya kasar. Ini ... Apa-apaan? Kenapa ada penjaga di sini?
Setiap langkah kakinya seperti diawasi oleh penjaga itu, membuat Camelia sangat tidak nyaman. Ia mempercepat langkahnya, lalu ketika ia sudah sampai di depan lift, tangan sang penjaga terulur menahannya.
"Anda ingin pergi ke mana, Nona?" tanyanya. Dia sedang mengikuti semua intruksi yang diberikan oleh Nerios.
Camelia mengangkat map di tangannya tepat di depan muka pria itu. "Saya ingin pergi ke divisi pemasaran, saya harus memberikan map ini pada Bu Sheryl!"
"Baik, silahkan!" ujar penjaga itu dengan datar sambil menurunkan tangannya.
Wanita itu mengendus kesal sambil menekan tombol, lalu ia langsung masuk ke dalam lift saat pintu terbuka. Ia terus menggerutu di dalam hati, tingkah Nerios benar-benar keterlaluan, pria itu bisa membuat para karyawan tidak nyaman.
Begitu pintu lift terbuka, ia langsung melihat suasana divisi pemasaran selalu ramai dengan suara ketikan keyboard, telepon yang berdering, dan obrolan singkat antar karyawan. Meja-meja berjejer rapi dalam satu ruangan besar, penuh dengan dokumen, katalog produk, dan papan presentasi.
"Hei, apa perusahaan kita sedang diincar orang?"
"Entahlah, tapi jumlah penjaga jadi bertambah sedikit lebih banyak dari sebelumnya. Aku baru lihat ada yang jaga tangga darurat!"
"Aku dengar ini ada hubungannya dengan sekretaris baru Tuan Nerios."
"Maksudmu wanita itu?"
"Shhh! Jangan keras-keras, bisa-bisa kita dipecat kalau ketahuan ngomongin."
Camelia menunduk, berusaha mempercepat langkah. Rasanya seperti seluruh mata menyorotnya, meski sebenarnya hanya rasa paranoid dalam dirinya yang semakin membesar.
Di sisi depan, ada sebuah ruangan kaca dengan pintu tertutup rapat—ruang kerja Sheryl. Dari balik kaca, semua orang bisa melihat sosok wanita itu yang selalu tampak elegan dengan setelan formalnya. Sheryl duduk di kursinya, menatap layar laptop dengan ekspresi serius sambil sesekali menjawab panggilan telepon.
Camelia mengetuk pintu kaca itu, begitu Sheryl berkata, "Masuk!" Baru ia membuka pintu, matanya menatap sekeliling ruangan itu. Camelia melangkah perlahan, ketukan heels membuat Sheryl mendongak dan menatapnya.
"Oh? Kau benar-benar kerja hari ini," kata Sheryl yang terdengar seperti suara ledekan. "Aku kira akan ada drama lagi hingga kau tidak bisa masuk kerja."
Cibiran itu diabaikan oleh Camelia, ia berdiri di hadapan Sheryl, meletakan map yang sedari tadi ia bawa ke atas meja. "Kata Tuan Nerios kau tidak bisa mengambilnya, jadi aku yang membawakannya ke sini. Padahal kau bisa menyuruh karyawan divisimu."
Sheryl dengan tenang mengambil map itu, membukanya untuk membaca sekilas sebelum kembali membalas ucapan Camelia. "Hari ini adalah hari pertama kau bekerja, jadi apa salahnya kau berkontribusi."
"Lalu kata Tuan Nerios, tolong siapkan berkas-berkas yang kau catat saat rapat bersama Mr. Denovan, beliau ingin meninjaunya," pesan Camelia, menghiraukan ucapan Sheryl yang begitu ketara bahwa wanita itu tidak menyukai Camelia.
Wanita yang selalu mengenakan lipstik merah itu mengangguk, lalu dia mengibaskan tangannya. "Ya, akan aku siapkan."
Camelia berdecak pelan lalu tanpa kata memutar tubuhnya, beranjak dari ruangan itu. Dan ia harus melewati para karyawan sekali lagi, semoga saja tidak ada bisikan lagi, karena ucapan mereka sungguh mengganggu hatinya.
Ia kini sudah berada di dalam lift, untunglah para karyawan nampak begitu sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Ada beberapa yang menyapanya dengan senyuman, dan ia pun langsung membalasnya.
Pintu lift terbuka, ia kembali melihat penjaga yang sangar itu. Matanya begitu mengawasi gerak-gerik Camelia, itu membuatnya merasa tidak nyaman.
Camelia berjalan dengan cepat, memasuki ruangannya, melihat Nerios yang masih sibuk pada laptopnya. Ia menghampiri pria itu, menggebrak meja dengan kesal.
"Ada apa?" tanya Nerios dengan santai tanpa melirik, ia tau apa yang akan dibicarakan oleh wanitanya.
"Kenapa kau menambah penjaga di kantor?! Aku bukan tahanan!" protes Camelia.
Nerios mengerakkan jari-jarinya pada keyboard laptop, lalu membalasnya, "Kata siapa kau bukan tahanan? Kau itu tahananku."
Camelia mengeram rendah, ia menarik laptop Nerios ke samping. Tujuannya agar pria itu menatapnya, dan benar saja—pria itu langsung menatap Camelia dengan datar.
"Tidak begitu cara mengawasiku, itu menarik perhatian seluruh karyawan, aku tidak mau mereka merasa tertekan!"
Camelia tidak masalah jika penjaga itu hanya sedikit dan terus mengawasinya, asal jangan menarik perhatian yang lain apa lagi sampai ada yang tertekan, itu membuatnya merasa menjadi segala sumber masalah.
Nerios menghela nafas berat. "Tidak perlu khawatir pada yang lain, mereka sudah terbiasa melihat para penjaga, karena kau tau sendiri bahwa perusahaanku bukanlah perusahaan kecil, aku memiliki banyak saingan," jelasnya mencoba menenangkan Camelia.
"Tapi yang kali ini lebih menarik perhatian mereka, Nerios!" geram Camelia.
"Jangan bertingkah seakan kau paling tau, Camelia." Nerios menyandarkan tubuhnya seraya bersedekap dada. "Apakah ada yang berbicara buruk tentangmu, makanya kau tidak suka banyak penjaga?"
Camelia tersentak, kedua bola matanya secara spontan terbelalak karena kaget. Nerios seakan tau salah satu alasan ia tidak suka dengan penjagaan ketat ini.
"T-tidak! Tidak ada yang membicarakan aku, aku hanya tidak mau mereka merasa tertekan kar—
"Kau diam. Aku yang lebih tahu bagaimana karyawanku, kau baru kerja hari ini, jadi kau tidak mengenal para karyawanku dengan sangat baik!" potong Nerios dengan cepat.
Nerios kemudian kembali menarik laptopnya, melanjutkan pekerjaannya seraya memerintah Camelia. "Kembali ke kursimu dan kerjakan tugasmu, aku sudah tidak mau menerima ocehanmu."
Camelia menatap tajam Nerios sesaat sebelum akhirnya menuruti perintah cowok itu, ia berjalan beberapa langkah ke arah mejanya, lalu mendudukan dirinya di kursi.
Diam-diam Nerios tersenyum simpul melihat Camelia yang tidak terlalu banyak protes lagi, lalu beberapa saat kemudian ia juga berniat memesan beberapa makanan untuk makan siang.
"Kau ingin makanan apa?" tanya Nerios tanpa mengalihkan pandangannya.
"Kau berbicara padaku?" Camelia balik bertanya sambil menatap bingung Nerios.
"Iya Camelia, aku bertanya padamu," balasnya sambil melirik sekilas.
Camelia terdiam sesaat untuk memikirkan kira-kira makanan apa yang enak untuk makan siang. Ia kepikiran kafetaria kantor, apakah ada makanan yang enak di sana?
"Aku ingin makan di kafetaria saja," jawabnya.
Nerios kali ini menoleh sepenuhnya, padahal ia berencana untuk makan berdua di ruangan saja, tapi sepertinya wanitanya itu penasaran dengan kafetaria yang ada.
Ia mengangguk pelan. "Baiklah, nanti siang kita pergi ke sana bersama!"
Camelia hendak menolah, ia tidak mau karyawan semakin membicarakannya, tapi tatapan tajam menghunus itu membuatnya bungkam dan hanya bisa menuruti perintahnya.
Berikan dukungan kalian teman-teman!
Jangan lupa vote dan komen
Salam cinta, biebell