NovelToon NovelToon
Legenda Pedang Abadi : Jalan Darah Dan Takdir

Legenda Pedang Abadi : Jalan Darah Dan Takdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Fantasi Timur / Perperangan / Ahli Bela Diri Kuno / Penyelamat
Popularitas:32.8k
Nilai: 5
Nama Author: Aku Pemula

Di dunia di mana sekte-sekte besar bersaing demi kekuasaan, lahirlah seorang pemuda bernama Lin Feng. Tidak memiliki latar belakang mulia, tubuhnya justru menyimpan rahasia unik yang membuatnya diburu sekaligus ditakuti.

Sejak hari pertama masuk sekte, Lin Feng harus menghadapi hinaan, pertarungan mematikan, hingga pengkhianatan dari mereka yang dekat dengannya. Namun di balik tekanan itulah, jiwanya ditempa—membawanya menapaki jalan darah yang penuh luka dan kebencian.

Ketika Pedang Abadi bangkit, takdir dunia pun terguncang.
Akankah Lin Feng bertahan dan menjadi legenda, atau justru hancur ditelan ambisinya sendiri?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aku Pemula, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 13 - Api yang Tak Pernah Padam

Langit sore di atas Sekte Langit Biru tampak muram, seakan ikut berduka atas perginya salah satu tetua. Awan kelabu menutup sinar matahari, dan angin pegunungan membawa dingin yang menusuk tulang. Dari kejauhan, suara gong bergaung tiga kali—tanda penghormatan terakhir bagi seorang tetua yang berpulang.

Di kediaman Yunhai, aroma dupa mengepul tipis, melayang ke udara. Ratusan murid berkumpul di halaman, berdiri dalam keheningan, meski sebagian wajah mereka tidak benar-benar menunjukkan kesedihan.

Lin Feng duduk bersila di samping ranjang kayu, tempat jasad gurunya, Tetua Qingyun, terbujur kaku. Wajah sang tetua tenang, seakan tengah tidur panjang. Namun bagi Lin Feng, dunia seolah runtuh. Hanya beberapa hari lalu ia masih mendengar suara parau gurunya yang penuh penyesalan, masih merasakan genggaman tangan rapuh itu. Kini yang tersisa hanya hening, dingin, dan kehilangan.

Matanya sembab. Jemarinya menggenggam erat jimat giok warisan ibunya—benda hijau pucat yang dingin, satu-satunya penghubung antara dirinya, ibunya, dan gurunya. Jemari kecil itu bergetar, seakan berharap dari giok itu muncul jawaban atau kekuatan.

Tetua Yunhai berdiri tidak jauh darinya, menatap bocah itu dengan mata redup. Hatinya tersayat, bukan hanya karena kehilangan sahabat lama, tetapi juga karena melihat seorang anak berusia belasan tahun harus menanggung duka yang begitu berat.

“Feng’er,” suara Yunhai pelan, hampir seperti bisikan. “Bangkitlah. Jangan biarkan air matamu membuat api gurumu padam.”

Lin Feng menoleh perlahan. Wajahnya kosong, suaranya parau. “Aku… tidak tahu harus bagaimana. Guru berkata aku adalah harapan terakhirnya. Tapi aku hanya seorang anak desa. Bagaimana aku bisa memenuhi harapan itu?”

Yunhai melangkah mendekat, menepuk pundak Lin Feng dengan lembut. “Kekuatan tidak lahir dari tubuh, melainkan dari tekad. Qingyun bukan orang yang mudah percaya. Jika dia menitipkan harapan padamu, berarti dia melihat sesuatu yang orang lain tidak bisa lihat. Kau mungkin belum mengerti sekarang, tapi suatu hari nanti api itu akan menuntunmu.”

Kata-kata itu menusuk hati Lin Feng. Ia menunduk. Api yang tak pernah padam. Kalimat itu menggema di kepalanya.

***

Keesokan harinya, kabar wafatnya Tetua Qingyun menyebar ke seluruh Sekte Langit Biru. Namun, bukannya belasungkawa yang diterima Lin Feng, ia justru menjadi bahan bisik-bisik dan cemooh.

“Itu murid yatim piatu yang diterima Tetua Yunhai, kan?” bisik seorang murid di pelataran latihan.

“Iya, aku dengar dia bahkan belum bisa mengumpulkan qi dasar. Bagaimana bisa seorang tetua besar menyisakan murid seperti itu?”

“Hmph. Malu untuk sekte. Kalau aku jadi dia, aku akan pulang ke desa saja. Tidak usah bermimpi jadi kultivator.”

Tawa kecil terdengar. Bagi mereka, Lin Feng hanyalah bayangan samar dari seorang tetua yang dianggap gagal dalam hidupnya. Tidak ada yang tahu penyesalan yang dibawa Qingyun hingga akhir hayat, tidak ada yang tahu beban yang kini dipikul anak itu.

Lin Feng mendengar semuanya. Setiap ejekan menusuk hatinya, tapi ia tidak membalas. Ia menunduk, berjalan melewati mereka dengan tenang. Namun di dalam dirinya, ada sesuatu yang bergerak—api kecil yang membara, menolak padam meski diterpa angin ejekan.

***

Hari-hari berlalu. Lin Feng berusaha berlatih, namun tubuhnya sering terasa lemah. Ia duduk bersila di halaman kecil kediaman Yunhai, mencoba menyerap qi alam sesuai petunjuk yang pernah diberikan gurunya. Berkali-kali ia gagal. Nafasnya tersengal, tubuhnya panas dingin, dan meridian di dalam dirinya seakan tertutup rapat.

Satu malam, ia hampir menyerah. Angin pegunungan menusuk tubuh kurusnya, pelita minyak di sampingnya hampir padam. Ia menatap api kecil itu lama.

“Apakah aku juga akan padam seperti ini?” bisiknya lirih.

Namun ia teringat pada wajah gurunya—Qingyun di ranjang kayu, menatapnya dengan sisa tenaga terakhir. Ia juga teringat senyum lembut ibunya, samar-samar dari kenangan jauh.

Lin Feng menggenggam jimat giok erat-erat, memejamkan mata. “Tidak. Aku tidak boleh padam.”

Seakan menjawab sumpah itu, jimat giok bergetar halus di tangannya. Cahaya samar muncul dari ukiran berbentuk api di permukaannya. Lin Feng terkejut, tapi tidak melepasnya. Ia justru menutup mata lebih rapat, membiarkan hangat itu mengalir ke tubuhnya.

Untuk pertama kalinya sejak mencoba berlatih, ia merasakan sesuatu—aliran qi yang sangat halus, masuk melalui telapak tangannya, menyusuri meridian, lalu terkumpul di dantian.

Api kecil. Lemah. Tapi nyata.

Lin Feng membuka mata. Bulan sabit menggantung di langit, menyinari wajahnya yang masih basah oleh air mata. Namun kali ini, di matanya ada kilatan baru: tekad.

Hari-hari berikutnya tidak mudah. Ejekan semakin sering datang.

“Lihat, itu bocah yatim piatu. Mau jadi kultivator? Hahaha!”

“Kalau aku jadi dia, lebih baik keluar dari sekte. Tidak usah buang-buang sumber daya.”

Lin Feng menahan semuanya. Setiap kali ejekan menusuk, ia menggenggam jimat gioknya, mengingat wajah gurunya. Api kecil di dantian itu mungkin rapuh, tapi semakin lama ia menjaga, semakin kokoh ia terasa.

Ia mulai berlatih sendirian di halaman Yunhai. Duduk bersila semalaman, menjaga nyala kecil di dalam tubuhnya agar tidak padam. Setiap kali api itu melemah, ia mengingat bisikan gurunya: “Selama api itu ada, kau masih bisa bangkit.”

Bahkan ketika tubuhnya gemetar, ketika darah menetes dari bibir karena meridian yang dipaksa terbuka, ia tetap bertahan.

Tetua Yunhai memperhatikan diam-diam. Ia tahu Lin Feng dihina, ia tahu betapa berat beban anak itu. Tapi ia juga melihat sesuatu yang berbeda: keteguhan.

“Qingyun,” gumam Yunhai di bawah pohon plum, “kau benar. Anak itu… berbeda. Apinya memang kecil, tapi tidak pernah padam. Suatu hari nanti… api itu mungkin akan menyinari seluruh Sekte Langit Biru.”

Malam keenam, Lin Feng kembali bermeditasi. Api kecil dalam tubuhnya bergetar lebih kuat. Jemarinya menggenggam giok erat-erat, dan cahaya yang terpancar semakin terang.

Dalam keheningan itu, ia melihat bayangan samar ibunya. Senyum lembut, lalu perlahan menghilang seperti asap. Lin Feng menangis, tapi kali ini ia tersenyum.

“Guru, Ibu… aku tidak akan menyerah. Api ini akan terus menyala, meski dunia berusaha memadamkannya.”

Api pelita di sampingnya berkedip, lalu membesar, seakan ikut menyambut tekad itu.

Sejak malam itu, Lin Feng bukan lagi bocah yang ditinggalkan. Ia adalah pembawa api yang tak pernah padam.

1
Didi h Suawa
gmn thor ,tidak perna berlatih tapi sudah lihai berkelahi,,lucu kan jln ceritanya,,
Didi h Suawa
kata2 yg selalu di ulang2,,,nda baik itu thor,,,🤭
Didi h Suawa
kayu atau pedang besi,,gmn eeerh
Didi h Suawa
lucu dan lelucon,
Didi h Suawa
masi lucu jln ceritanya,,,gmn thor,,,nda ada gregetnya
Didi h Suawa
masih gtu2 aja,,gimana yach,,,🤭
Didi h Suawa
cerita gaya roman picisan,
Didi h Suawa
kata2 tinggi tapi masih anak kecil,,gmn dia mengerti thor,,coba di rubah,,
Didi h Suawa
jangan alur cerita kaya novel anak2 ,,bahasanya juga bukan gaya pesilat,,
Didi h Suawa
jangan jalan ceritanya di ulang2 thor,,nda greget nantinya,
Didi h Suawa
baik2 aja
Didi h Suawa
lanjut,
Didi h Suawa
jalan ceritanya baru dimulai,,mudah2an sumua pembaca salah menebak jln ceritanya,itu bru fiksi tingkat tinggi thooor,,😆
Didi h Suawa
mudah2an ceritanya xsampai tamat,,dr awal yg baik,,
Rhaka Kelana
ceritanya bagus, tapi alurnya terlalu panjang untuk mengurai intrik, kalau boleh usul kurangi intrik politik dan lebih masuk kedalam alur cerita perkembangan tokohnya.
Nanik S
Keren dan keren cerita 💪💪👍👍
Nanik S
Gas Pooool Lin Feng
Nanik S
NEXT
Nanik S
💪💪💪
Nanik S
Lin Feng... jadilah Jenius diantara orang yang membencimu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!