Noura mati dibunuh suaminya dan diberi kesempatan hidup kembali ke-3 tahun yang lalu. Dalam kehidupannya yang kedua, Noura bertekad untuk membalaskan dendam pada suaminya yang suka berselingkuh, kdrt, dan membunuhnya.
Dalam rencana balas dendamnya, bagaimana jika Noura menemukan sesuatu yang gila pada mertuanya sendiri?
"Aah.. Noura." Geraman pria itu menggema di kamarnya. Pria itu adalah Zayn, mertua Noura yang sering menyelesaikan kebutuhan diri sambil menyebut nama menantu wanitanya.
"Kenapa dia melakukan itu sambil menyebut namaku..?" Noura harus dihadapkan mertua gilanya yang sudah duda. "Anaknya gila.. ayahnya juga lebih gila, eh tapi.. besar juga ya kalau dilihat-lihat."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pannery, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di bawah mertua
“Noura, jadi, kamu mau dicium?” Tanya Zayn sambil menyeringai licik.
Wajah Noura memerah seketika. Ia mundur sedikit, menggeleng cepat-cepat.
“Tidak, tidak!” jawabnya panik. Namun, melihat tatapan Zayn yang semakin menggoda.
Noura akhirnya menghela nafas panjang, “Iya deh, Daddy memang tampan...” Ucapnya dengan terpaksa agar tidak dicium.
Zayn tertawa pelan, jelas menikmati reaksi Noura. “Kalau aku tampan, kenapa kamu tidak mau dicium?” Tanyanya lagi, dengan nada yang penuh provokasi.
“Ah, Daddy diam!” Sergah Noura, mengangkat handuk kecil yang dipegangnya sebagai ancaman. “Kalau Daddy ngomong itu lagi, aku sumpel nih mulutnya!”
Zayn hanya tertawa lebih keras mendengar ancaman itu. “Baik, baik,” katanya sambil menurunkan Noura dari gendongannya.
Namun, Noura malah semakin bingung melihat ekspresi serius yang tiba-tiba muncul di wajah Zayn.
“Berbaringlah di lantai,” perintah Zayn sambil mengatur napas, menunjuk karpet workout di bawah mereka.
“Ih, kotor tau!” Jawab Noura, mengernyitkan dahi. “Daddy, jangan aneh-aneh deh!”
Zayn hanya menggeleng sambil tersenyum tipis. “Ini karpet workout-ku, Noura. Tidak kotor. Cepat berbaring, atau...” Zayn mendekat, nadanya merendah, “...aku yang akan membaringkanmu.”
Noura menelan ludah, mendekap handuk kecilnya lebih erat. “Hah? Daddy aneh banget sih!” Noura mendekat dengan ragu, merasa tertantang tapi juga gugup.
“Aku tidak akan kalah kalau kita adu kekuatan lagi. Tadi aku kalah karena Daddy tiba-tiba gendong aku, tapi sekarang—”
“Hwaa!” Teriak Noura ketika Zayn tiba-tiba mendorongnya dengan cepat. Sebelum ia sempat melawan, tubuhnya sudah terbaring di karpet dan kepalanya ditahan Zayn.
“Sayangnya, kamu tetap tidak akan menang,” ucap Zayn dengan nada rendah yang menggodanya. Dengan sigap, Zayn menahan kedua tangan Noura agar tidak bergerak.
“Daddy mau ngapain?” Noura mulai gelisah, tubuhnya sedikit menggeliat di bawah Zayn.
“Aku mau push-up di atasmu,” jawab Zayn santai, seolah itu adalah hal yang wajar.
“Apa?! Astaga, gila!” Noura berusaha melepaskan diri, tangannya memukul-mukul bahu dan perut Zayn. Tapi usahanya sia-sia, karena tubuh Zayn begitu kuat.
“Minggir, Daddy!”
Zayn hanya tertawa kecil. “Noura, bantu aku lap keringat. Aku tidak mau keringatku jatuh ke wajahmu.”
“Apa-apaan ini?!” Noura memekik kesal, tapi tatapan tajam Zayn membuatnya terdiam. Ia tau bahwa pria ini selalu mendapatkan apa yang diinginkannya, dan ia tak punya pilihan selain menurut.
Dengan tangan gemetar, Noura mulai mengelap keringat di wajah Zayn menggunakan handuk kecilnya.
Sementara itu, Zayn mulai melakukan push-up tepat di atasnya, tubuhnya bergerak naik-turun dengan stabil.
“Anggap saja ini bayaranmu karna ingin bersembunyi di kamarku,” ujar Zayn dengan nada menggoda, sambil tersenyum licik.
Noura mendesah panjang, jelas kesal tapi tak bisa berbuat apa-apa. “Dasar licik,” gumamnya pelan, sambil melanjutkan tugasnya dengan enggan.
Zayn hanya terkekeh kecil mendengar keluhan Noura, lalu melanjutkan push-up-nya.
Namun, lama-kelamaan, gerakan Zayn semakin lambat, dan tubuhnya semakin dekat dengan Noura.
Beberapa kali mata mereka bertemu, membuat Noura langsung memalingkan pandangan, tetapi jantungnya sudah berdetak kencang seperti genderang perang.
Semua rencana balas dendam yang sebelumnya ia pikirkan mendadak berantakan begitu saja.
Pikirannya melayang entah ke mana. Matanya, meski ia coba alihkan, tetap saja sesekali menangkap bagaimana tubuh Zayn yang kekar dan sempurna bergerak di atasnya. Noura langsung merasa panas dingin.
“Kamu terus melihatku,” bisik Zayn tiba-tiba dengan nada rendah dan menggoda. “Mau kupeluk, Noura?”
Noura terkejut seketika, lalu dengan refleks menyabetkan handuk kecilnya ke arah wajah Zayn.
“Macam-macam saja, Daddy! Geer banget deh!” Serunya, wajahnya merah padam.
Zayn tertawa kecil, lalu kembali melakukan push-up dengan santai, seolah tak terjadi apa-apa.
Tapi gerakannya semakin dekat lagi, dan Noura akhirnya memalingkan wajahnya ke samping, berusaha menghindari tatapan Zayn yang terasa begitu intens.
Beberapa saat kemudian, Zayn akhirnya selesai dengan rutinitasnya dan mendesah lega. “Akhirnya selesai,” gumamnya, berdiri perlahan sambil mengusap tengkuknya.
Sementara itu, Noura langsung bangkit dan ingin cepat-cepat menyelesaikan tugas terakhirnya yaitu mengelap punggung Zayn yang basah oleh keringat.
Tetapi, saat ia mendekati Zayn, pandangannya tak bisa lepas dari punggung pria itu.
Pundak dan punggungnya terlihat begitu lebar, dengan otot yang terbentuk sempurna. Noura menelan ludah, merasa dadanya sesak.
'Mantap banget…' batinnya tanpa sadar, lalu menggeleng cepat. 'Fokus, Noura! Fokus!'
Namun, takdir sepertinya tak berpihak pada Noura. Mendadak, ia merasa darah mengalir dari hidungnya. “Astaga!” Gumamnya panik, buru-buru menutupi hidung dengan tangan.
Zayn, yang merasakan ada sesuatu, menoleh ke belakang. Melihat Noura memegangi hidungnya, Zayn menyeringai puas.
“Kamu mimisan lagi? Karena aku?” Tanyanya dengan nada jahil. Wajahnya tampak cerah, jelas senang dengan situasi itu.
“Daddy, hadap depan saja! Ini urusanku!” Noura mencoba mengalihkan perhatian, meskipun wajahnya sudah merah seperti tomat.
Namun, Zayn malah tertawa keras, menikmati setiap detik rasa malu Noura.
“Baiklah, baiklah." Jawabnya sambil berbalik badan.
Noura menggerutu pelan, masih menutupi hidungnya yang mimisan, sementara Zayn terus tersenyum penuh kemenangan.
Dengan satu tangan, Noura mengelap punggung lebar pria itu dengan tergesa.
Setelah semuanya selesai, Zayn meneguk air dari botol besar yang ada di meja. Ia menghela napas puas, lalu melirik Noura yang sedang mengelap hidungnya menggunakan tissue.
“Handuknya mana?” Tanyanya santai.
Noura menyerahkan handuk dengan wajah kesal. “Tugasku sudah selesai, kan, Daddy?” Gumamnya, nada suaranya penuh keluhan.
“Ya, sudah. Terima kasih, Noura.” Balas Zayn dengan santai sambil menyeringai.
Setelah itu, Zayn berjalan menuju lemari, mengambil beberapa pakaian. “Aku mau mandi dulu. Kamu istirahat saja.”
Tanpa menunggu jawaban, Zayn melangkah keluar menuju kamar mandi. Sementara itu, Noura mendengus kesal, lalu menendang sofa kecil di dekatnya.
“Pria gila!” Gerutunya pelan, lalu menghempaskan tubuhnya ke kasur.
“Hwaa, akhirnya bisa tiduran juga…” gumamnya sambil menatap langit-langit kamar. Namun, pikirannya tidak bisa tenang.
Hanya beberapa hari ia bersama Zayn, tapi sudah banyak kejadian yang membuatnya kesal sekaligus bingung.
Noura melipat tangannya di dada, lalu matanya menyipit memikirkan hal yang sama berulang-ulang.
Balas dendam pada Darrel, apa yang harus kulakukan selanjutnya? Memikirkan itu, Noura menggigit bibirnya. Namun, tanpa sadar, kelelahan mengambil alih tubuhnya, dan ia pun perlahan terlelap.
Beberapa saat kemudian, Zayn keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit leher dan celana training longgar.
Rambutnya basah, beberapa tetesan air masih mengalir di wajahnya. Ia mengusap rambut dengan santai, matanya langsung tertuju pada Noura yang sudah tertidur di atas kasur.
“Lihatlah dia, seperti putri tidur,” gumam Zayn pelan. Senyum kecil terlukis di wajahnya saat ia mendekat dan duduk di pinggir kasur.
Zayn mengamati wajah Noura yang tertutup damai, matanya terpejam sempurna, bibirnya sedikit terbuka.
Tanpa sadar, Zayn mencondongkan tubuhnya lebih dekat. Bibir Noura yang pink alami menarik perhatiannya, membuatnya terdiam sejenak.
'Gawat…' Batinnya. Matanya tertuju pada bibir itu, begitu lembut dan menggoda.
“Kalau kamu tidak berdaya seperti ini,” bisiknya dengan nada rendah dan menggoda, “Aku bisa ngapa-ngapain kamu, Noura…”
Zayn menelan ludah, berusaha mengendalikan dirinya, tapi tatapannya semakin intens.