Nareshpati Sadewa Adibrata akhirnya bertemu lagi dengan.gadis yang sudah menolaknya delapan tahun yang lalu, Nathalia Riana.
Nareshpati Sadewa Adibrata
"Sekarang kamu bukan prioritasku lagi, Nathal."
Nathalia.Riana
"Baguslah. Jangan pernah lupa dengan kata katamu."
Semoga suka♡♡
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Khawatir part dua
Naresh menatap punggung di depannya yang tampak resah. Gadis itu seakan tidak bisa berdiri santai saat berada di dekatnya.
Kenapa dia ngga nyandar di dinding aja, sih.
Tapi kemudian tatap mereka bertemu di dinding yang memantulkan bayangan mereka.
Lagi lagi Nathalia melengos setelah kedapatan olehnya sedang ditatap calon suaminya itu. Naresh tersenyum miring.
Kamu .... setelah kita menikah, mau jadi asisten pribadiku. Naresh membatin. Tapi lidahnya berat untuk mengatakannya.
Lantai demi lantai berlalu dengan lambat. Nathalia sudah merasa kakinya gemetaran. Sekarang dia menyesali kenapa sepupunya menyewakan untuk mereka kamar di lantai teratas.
Naresh sebenarnya ingin mendekar, merengkuh bahu Nathal agar kakinya yang sakit itu ngga lelah.
Tapi Naresh ngga yakin kali ini bisa menahan diri. Mereka juga berada di ruang tertutup.
Naresh menghembuskan nafas perlahan. Dia sesekali melirik Nathalia. Ponsel di tangannya hanya alibi saja, agar dia tidak kelihatan memperhatikan Nathalia.
Setelah dimasukkan ke grup keluarga Airlangga Wisesa, Naresh jadi tau kalo mereka kehilangan Nathalia.
Dia tiba tiba jadi panik, apalagi membaca pesan dari gadis itu di layar ponselnya tanpa membuka pesannya.
Kenapa, sih, dia harus menolak pergi bersamanya.
Sekarang pergi kemana lagi?
"Loh, mau kemana lagi?" tanya papanya ketika melihat dia sedang mengenakan helmnya.
"Ketemu teman, pa."
"Udah malam, loh." Oma bermaksud melarang. Mereka baru saja pulang lamaran. Omanya juga yakin kalo cucunya saat ini sedang kelelahan.
"Bentar aja, oma." Naresh ngga mungkin bisa tenang karena di chat grup, keberadaan Nathalia masih belum diketahui.
"Hati hati," pesan opanya.
Naresh mengangguk sambil mengeluarkan motornya. Naresh mengendarai motornya dalam kecepatan tinggi hingga ngga butuh waktu lama tiba di parkiran hotel.
Kekhawatirannya hampir berubah menjadi tawa ketika melihat gadis itu yang sedang menikmati es krimnya dengan mulut ngga berhenti mengomel.
Naresh terus memperhatikan hingga cup keduanya habis. Barulah dia menegur yang membuat gadis itu kaget seakan melihat hantu.
Si alan, maki Naresh dalam hati. Tapi dia menikmati keterkejutan Nathalia. Sudah lama dia ngga melihat gestur itu lagi.
TING
Nathalia belum pernah merasa selega ini setelah pintu lift terbuka menuju lantainya. Kesal campur heran karena sejak bergerak tadi, tidak sekalipun berhenti di lantai tertentu.
Orang orang pada kemana, sih, kesalnya dalam hati sambil melangkah keluar dari dalam lift. Detak jantungnya benar benar ngga menentu.
Naresh mengikuti gerak lambat itu. Dia membayangi langkah gadis itu hingga tiba di depan pintu kamarnya.
Naresh menunggu dalam jarak beberapa langkah di belakang Nathalia. Saat gadis itu sudah membuka pintu kamarnya dan memasukinya, barulah Naresh melangkah berbalik menuju lift untuk pulang. Dia sudah tenang karena Nathalia sudah aman.
Dia mengirim pesan pada pengawalnya. Setelah itu dia menelponnya.
"Antar sekarang."
"Siap, bos."
Setelah menyimpan ponselnya, Naresh menatap ke arah kamar Nathalia yang berada cukup jauh di depannya.
Jangan tidur dulu. Aku kirim es krim yang kamu makan tadi, batinnya. Satu lengkung sempurna hadir di bibirnya.
*
*
*
"Kalian ngapain, di sini?" tanya Nathalia heran bercampur kaget Lampu di ruangannya menyala padahal tadinya gelap saat dia tinggalkan.
Tawa berderai dari beberapa orang terdengar ketika mereka saling bertatapan.
"Ngapain kalian di sini?" sambutnya judes. Mengulang pertanyaannya.
Mereka, kan, punya kamar masing masing.
"Nunggu kamulah," sahut Adelia santai.
"Untung ketemu Kayana tadi." Luna menambahkan.
Ooo, batin Nathalia.
"Kamu ngapain di lobby? Hampir kita susul." Ayra juga ikut berkomentar gemas.
"Hemm...." Matanya melirik tiga cup yang kosong.
Dikasih Kayana juga? Dalam hati Nathalia merasa kasian juga, pasti tinggal sedikit banget, tuh, yang dibawa Kayana ke kamarnya.
"Kamu dikasih juga sama Kay?" tanya Adelia yang melihat arah tatapan kembarannya.
"Iya." Perlahan Nathalia mendekat Dia ingin membaringkan tubuhnya di atas tempat tidurnya.
Malah dua.
"Aku pernah beberapa kali makan ini. Enak banget," ucap Luna.
"Tau aja, Kay, tempat makanan enak," kekeh Ayra.
"Mau aku pesan lagi, tapi udah habis. Katanya ada yang borong. Memang, sih, katanya sisa dua lusin," lanjut Ayra.
"Tapi siapa, sih, yang malam malam borong sampai dua lusin," cuit Luna kesal campur penasaran.
"Malam malam gini memang enak ngemil puding pisang." Luna tergelak.
Nathalia tersenyum walau dalam hati kecewa.
Yaaa.... Padahal baru mau nanya Kayana pesan dimana. Mau pesan juga, batin Nathalia kecewa.
"Aku udah pesan buat besok, tiga lusin. Buat makan bareng bareng. Sekalian ngasih Kayana juga," tukas Ayra.
"Mantap," kekeh Adelia.
"Jam sepuluh baru bisa diantar. Kalo kamu mau nanti aku simpanin," tawar Ayra.
Tentu saja dia mau. Dua aja tadi masih kurang, batin Nathalia.
"Titip sama Adelia."
"Sip."
"Jangan dimakan, Del," pesannya pada kembarannya.
"Iya Berapa?" tanya Adelia di sela tawanya.
"Tiga."
"Wiiih.... Banyak banget." Ayra berkomentar.
"Biarin," jawab Nathalia cuek
Sekarang Nathalia sudah tiba di dekat ranjangnya. Capek banget rasanya, padahal cuma jalan beberapa meter saja. Dia mulai menselonjorkan kakinya di dekat ketiga gadis itu. Tangannya mulai memijat bagian kaki yang sakit.
"Kaki kamu masih sakit, Thal?" tanya Adelia prihatin, juga sebal.
Sudah tau sakit, malah jalan jalan
"Sedikit," bohong Nathalia, padahal lumayan.
"Bakalan dipijat Naresh besok," tawa Luna terpingkal pingkal. Tawa itu menular pada Adelia dan Ayra, ditambah mereka melihat wajah jutek Nathalia.
TOK TOK TOK
Keempatnya saling pandang. Tawa mereka menguap.
"Siapa yang datang, ya?" tanya Adelia sambil turun dari ranjang.
"Paling Nevia. Di lantai ini, kan, keluarga kita semua," tebak Luna menyahut.
Dalam hati Nathalia teringat Naresh.
Tuh, dengar. Ngga perlu dikhawatirin, kan, ejeknya dalam hati. Tapi sudut bibirnya melengkung manis.
Ngga lama kemudian terdengar pintu kamar yang dibuka Adelia.
"Luna, Ayra, bantu bawain, dong," seru Adelia
"Ada apa?" tanya Luna yang bergegas turun bersama Ayra. Melangkah mendekati Adelia yang tampak kerepotan dengan banyaknya paper bag.
"Nathal, kamu yang borong puding banana, ya. Iiih.... Kenapa ngga kasih tau, sih," gemas Ayra setelah meletakkan paper bag paper bag itu di atas meja.
"Mau kamu makan sendiri?" tuduh Luna.
"Memangnya bisa kamu habisin dua puluh empat cup ini sendirian." Adelia menggelengkan kepalanya melihat kelakuan kembarannya.
Nathalia bengong, berusaha berpikir cepat.
"Aku ngga pesan," bantahnya
Apa mungkin Naresh? Jantungnya berdebar cepat.
Laki laki itu barusan datang, kan? Wajah Nathalia memerah.
Jangan jangan Naresh udah datang saat dia makan es krim.
Nathalia teringat tadi gaya makannya yang sama sekali tidak estetik.
Om ocong ngasih Iklan
abiyan jgn sampai jatuh cinta sm ratna