Namanya Diandra Ayu Lestari, seorang perempuan yang begitu mencintai dan mempercayai suaminya sepenuh hati. Baginya, cinta adalah pondasi rumah tangga, dan persahabatan adalah keluarga kedua. Ia memiliki seorang sahabat yang sudah seperti saudara sendiri, tempat berbagi rahasia, tawa, dan air mata. Namun, sebaik apa pun ia menjaga, kenyataannya tetap sama, orang lain bukanlah darah daging.
Hidupnya runtuh ketika ia dikhianati oleh dua orang yang paling ia percayai, suaminya, dan sahabat yang selama ini ia anggap saudara.
Di tengah keterpurukannya ia bertemu ayah tunggal yang mampu membuatnya bangkit perlahan-lahan.
Apakah Diandra siap membuka lembaran baru, atau masa lalunya akan terus menghantui langkahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susanti 31, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Saling mengerti
Kelopak mata Diandra melebar ketika berhasil membuka pintu apartemen. Dia sama sekali tidak menyangka orang yang bertamu malam-malam seperti ini adalah kuasa hukumnya.
Andai bukan pelukan anak kecil di kakinya ia belum mengalihkan perhatian dari wajah tampan yang beberapa hari ini tidak ia lihat. Tubuh yang hanya dibalut kaos oblong dengan celana pendek tidak membuat ketampanan Gerald berkurang malam ini.
"Bian kangen ibu," ucap anak kecil dengan bibir manyunnya.
"Maaf karena bertamu malam-malam dan melanggar kesepakatan kita. Saya nggak tega melihat Abian terus menangis karena merindukan bu Diandra juga Bunanya."
Kali ini bukan hanya kelopak mata yang melebar tetapi mulutnya pun ikut-ikutan. "Pak Gerald tahu Grace ada di sini?"
"Tentu, kalau nggak_mungkin saya sudah mencarinya ke seluruh kota,"
"Silahkan masuk Pak." Diandra menyingkir agar Gerald bisa lewat, sedangkan dia mulai sibuk dengan anak kecil mengemaskan yang sungguh ia rindukan selama beberapa hari. Namun karena sibuk dan kesepakatan berdua ia tidak bisa menemui Abian.
"Ibu jauh lebih kangen sama Abian, tapi nggak nangis tuh." Diandra menjawil hidung Abian. Mata anak itu terlihat memerah pertanda baru menangis.
"Kan Bian masih kecil ibu."
"Ih tapi Abian cowok."
"Jadi nggak boleh nangis?" tanya Abian lagi.
"Boleh, boleh bangetttt. Tapi harus dengarkan apa kata ayah, jangan apa-apa nangis biar kemauannya di turuti. Kalau ayah bilang nggak bisa, artinya nggak bisa."
"Gitu ya ibu? Bian janji nggak nangis lagi kalau mau sesuatu termasuk ketemu ibu." Abian menaikkan jari kelingkingnya dan disambut hangat oleh Diandra.
Komunikasi keduanya tidak luput dari perhatian Grace dan Gerald yang duduk di sofa. Dua manusia itu enggang bertegur sapa.
***
Selama beberapa jam di apartemen Diandra selama itu pula Grace dan Gerald tidak bertegur sapa, kecuali ada penengah. Misalnya Diandra dan Abian yang bertanya pada keduanya.
Bahkan saat jarum jam menunjukkan angka 11 malam, Gerald dan putranya belum pulang. Keduanya sama-sama tertidur bedanya Gerald tidur di sofa sedangkan Abian tidur di kamar Diandra.
"Pak Gerald." Diandra menepuk pundak Gerald. "Sudah jam 11 malam."
"Ah ya maaf karena menganggu waktu istirahat bu Diandra. Saya akan membawa Abian ...."
"Bian sudah tidur."
"Tolong bangunkan ...."
"Nggak usah Pak, lagi pula besok Abian nggak sekolah jadi aman. Di sini juga ada Grace."
"Abian kadang terbangun dini hari, saya nggak mau merepotkan bu Diandra."
"Aman banget Pak, saya nggak merasa di repotkan. Ada baiknya kalau pak Gerald pergi sekarang ...."
"Kamu mengusir saya?"
"Bukan." Diandra mengelengkan kepalanya.
"Saya hanya bercanda." Gerald tertawa melihat wajah panik Diandra. Pria itu mengambil jaket dan kunci mobilnya di atas meja. "Perihal fitnah suami kamu terhadap kita, nggak perlu kamu pikirkan apalagi takut untuk bertemu. Saya sudah mengatasi semuanya."
"Jadi kita bisa bertemu kapan saja Pak? Nggak perlu jaga jarak?"
"Memangnya kamu mau bertemu saya setiap hari?"
"Bukan begitu ...."
"Saya mengerti maksudku kamu." Gerald lagi-lagi mengulum senyum setiap kali melihat Diandra gelagapan karena candaannya.
"Maafkan Saya."
"Untuk apa?" Kening Diandra mengerut.
"Persidangan kedua kamu kacau bukan hanya perihal bukti, tetapi saya yang kurang profesional berhadapan dengan mantan istri saya. Tapi kamu tenang saja, di persidangan ke tiga saya akan memenangkan kasus ini untuk mu."
"Saya mengerti, kadang persoalan hati sulit untuk dikendalikan." Diandra tersenyum.
Tadi Grace sudah memberitahukan bahwa kuasa hukum Ramon adalah mantan istri Gerald.
***
Berusaha menjadi istri yang baik agar Gerald tidak berpaling, beberapa hari ini Olivia sengaja bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan suaminya. Ingat hanya untuk suaminya dia tidak peduli pada mertua yang selalu mengkritik segala apa yang ia kerjakan.
Namun, pagi ini usaha yang ia lakukan berjalan sia-sia ketika Ramon tidak kunjung berangkat padahal sudah jam 10 pagi. Pria itu duduk di depan tv, menganti siara tv secara acak seolah tidak punya tujuan menonton.
"Mas kenapa belum siap-siap? Gimana kalau telat?" tanya Olivia berdiri di samping Ramon, merebut remot di tangan suaminya.
"Aku dipecat."
"Maksud kamu apa?" Suara Olivia meninggi.
"Ya aku dipecat, apa lagi?"
"Tapi kenapa? Harusnya kalau dipecat bukan malah duduk enak tapi cari kerja. Aku nggak mau ya hidup miskin!"
"Bisa diam nggak? Aku seperti ini juga karena kamu Via!" Ramon melempar remot yang semula di tangan Olivia, berdiri dan menatap tajam istrinya.
"Andai kamu nggak goda aku, aku nggak mungkin kayak sekarang!"
"Berhenti berandai-andai mas. Kalau kamu nggak tergoda kita nggak mungkin nikah. Udahlah, aku nggak mau tahu secepatnya mas haru dapat kerjaan!" Olivia meninggalkan suaminya di depan Tv.
Sedangkan Helena yang mendengar pertengkaran putra dan mertuanya mulai menyesali sesuatu. Menyesal karena selama ini menzolimi Diandra yang sama sekali tidak pernah meredahkan harga dirinya sebagai seorang mertua, berbeda dengan Olivia.
Wanita paruh baya itu meninggalkan apartemen tanpa sepengetahuan siapapun. Mengunjungi gedung apartemen lainnya berharap penghuninya tidak sibuk dan mau menerima dia setelah apa yang dia lakukan terdahulu.
"Siapa ya?" tanya seorang wanita dengan wajah arogannnya ketika membuka pintu apartemen. "Oh saya baru ingat kamu mantan mertua Diandra kan? Ngapain ke sini? Mau melukai sahabat saya lagi?"
"Bukan begitu."
"Maaf tapi segala hama dilarang mendekat!"
"Siapa Grace?"
"Bukan siapa-siapa."
"Ini mama Diandra!" pekik Helena.
Tidak lama Diandra pun muncul di ambang pintu sedangkan Grace menghilang entah kemana.
"Ada apa bu Helena?"
"Mama mau bicara sama kamu Nak. Mama juga bawa sarapan buat kamu, pasti belum sarapan karena sibuk kan?"
Diandra terdiam, menatap Helena sangat lama dengan perasaan campur aduk. "Terimakasih sarapannya, tapi bu Helena nggak perlu repot-repot."
"Mama sama sekali nggak merasa direpotkan. Makan yang banyak ya."
"Bu Helena melakukan hal yang sama kepada menantunya kan?" Diandra memastikan.
"Untuk apa mama memberikan perhatian pada menantu yang nggak punya sopan santun," gerutu Helena.
"Ternyata memang benar orang akan menyadari kebaikan seseorang jika sudah kehilangan."
"Maafin semua sikap mama ya Diandra. Mama akan mengubah semuanya dan memperlakukan kamu sebagaimana menantu, jadi kembalilah pada Ramon. Mama akan memastikan Ramon juga berubah."
Diandra mengalihkan perhatiannya tidak ingin melihat wajah memohon Helena, bahkan tangan yang mertuanya genggam tidak ia tarik.
"Aku sama sekali nggak pernah mempermasalahkan sikap mama, aku menganggap mama seperti orang tuaku. Tapi satu hal yang membuat aku sangat kecewa ...." Diandra menarik napas dalam, setiap mengingat foto itu dadanya terasa sesak. "Mama hadir di pernikahan kedua mas Ramon!"
"Maafkan mama Nak, mama sangat ingin menimang cucu sehingga ...."
"Lalu kenapa datang padaku? Aku nggak bisa hamil." Diandra menarik tanganya dan menutup pintu tanpa mengajak mertuanya masuk.
Dia duduk di balik pintu, menepuk dadanya yang terasa sesak. Bernafas saja sulit ia lakukan. Kenangan memilukan bersama mertuanya muncul satu persatu-satu dan Diandra baru sadar dirinya terlalu naif.
.
.
.
.
.
Mau ngomong apa ya? Nggak jadi deh, lupa soalnya.
Selamat membaca
eeeh apaan ujung"nya malah minta balikan sama anknya yg udh nyakitin Diandra enk aj ngaca mah ngaca duh Gedeg banget dah smoga Diandra engg termakan rayuan mmh Helena Dnegan muka memeleasnya itu
lagian kalau mau bertarung d ruang sidang yah silahkan jangan mengancam segala lah ky yg takut kalah aj heran 😏 jangan" emng takut kalah yah kamu Alice
lanjut tz kak...
diandra smga proses cerainya brjlan lncar,, ayo donk gerald move on dngan msalalu,, agar kamu bisa memnangkan proses klaien kamu...