NovelToon NovelToon
Balas Dendam Istri Marquess Yang Difitnah

Balas Dendam Istri Marquess Yang Difitnah

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Anak Genius / Mengubah Takdir / Mengubah sejarah / Fantasi Wanita / Balas dendam pengganti
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: BlackMail

Dieksekusi oleh suamiku sendiri, Marquess Tyran, aku mendapat kesempatan untuk kembali ke masa lalu.

​Kali ini, aku tidak akan menjadi korban. Aku akan menghancurkan semua orang yang telah mengkhianatiku dan merebut kembali semua yang menjadi milikku.

​Di sisiku ada Duke Raymond yang tulus, namun bayangan Marquess yang kejam terus menghantuiku dengan obsesi yang tak kumengerti. Lihat saja, permainan ini sekarang menjadi milikku!

Tapi... siapa dua hantu anak kecil itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BlackMail, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12 : Musuh Luar Dalam

Dua hari berikutnya, kediaman Hartwin diselimuti oleh keheningan yang aneh dan mencekam. Rasanya seperti udara sebelum badai besar, di mana bahkan burung-burung pun berhenti bernyanyi. Angin yang melewati jendela pun terdengar seperti bisikan ancaman.

Ayah tidak pernah keluar dari ruang kerjanya. Cahaya lilin di balik pintunya masih menyala hingga fajar, menandakan ia menolak tidur.

Cedric menghilang entah ke mana, kamarnya kosong, seprai tempat tidurnya kusut seolah ia pergi dalam keadaan gelisah. Para pelayan berjalan berjinjit, saling berbisik di sudut-sudut ruangan, mata mereka selalu melirik ke arahku dengan campuran rasa takut dan penasaran, seakan aku kini sosok asing yang tak mereka kenal.

Aku makan sendirian di ruang makan yang luas dan kosong, gema sendok dan garpuku terdengar seperti lonceng kematian. Hidangan yang biasanya hangat terasa hambar, roti kering di mulutku berubah seperti pasir. Kemenangan terasa sunyi. Terasa dingin.

Aku tidak membuang waktu dalam kesunyian ini. Aku berhasil meyakinkan kepala pelayan yang ketakutan untuk memberikanku akses ke buku besar keuangan keluarga. Ia menyerahkannya dengan tangan bergetar, seolah menyerahkan kunci hidupnya sendiri.

Setiap malam, aku menghabiskan waktu berjam-jam di perpustakaan, mempelajari setiap entri, setiap kontrak, setiap utang. Lampu minyak menyalakan bayangan panjang di dinding, menemani derap jantungku yang dipaksa tetap tenang.

Aku memetakan kekuatan dan kelemahan keluarga ini, mempersenjatai diriku dengan pengetahuan masa depan, satu-satunya senjataku yang sebenarnya.

Pada malam ketiga, saat aku sedang berjalan kembali ke kamarku melalui koridor yang remang-remang, sebuah bayangan muncul dari kegelapan.

"Kau pasti sangat menikmati ini, bukan?"

Cedric Hartwin. Dia bersandar di dinding, lengannya bersedekap. Wajahnya yang biasanya sombong kini tirus dan pucat di bawah cahaya bulan, matanya menyala dengan kebencian yang murni. Dia tidak lagi histeris. Amarahnya telah mendingin menjadi sesuatu yang lebih tajam dan lebih berbahaya.

"Menikmati apa, Kak?" tanyaku, berhenti melangkah.

"Jangan berpura-pura bodoh, Elira," desisnya, melangkah mendekat. "Melihatku dipermalukan. Melihat Ayah hancur. Ini semua yang kau inginkan, kan?"

"Yang kuinginkan adalah agar keluarga ini tidak bangkrut," balasku datar.

"Bohong!" hardiknya, suaranya rendah dan mengancam. "Aku tidak tahu bagaimana kau melakukannya, permainanmu dengan Duke, rahasia kecilmu... tapi aku akan mencari tahu. Aku akan membongkar semuanya."

Dia kini berdiri tepat di depanku, menjulang di atasku. Nafasnya panas, sarat dengan kebencian. "Kau mungkin punya Ayah dalam genggamanmu sekarang, tapi jangan pernah lupa siapa pewaris sah keluarga ini. Aku. ITU AKU!!"

Ancaman itu menggantung di antara kami. Di kehidupan pertamaku, aku akan gemetar ketakutan. Tapi sekarang, aku hanya menatap serigala yang terluka ini dengan tatapan dingin.

"Kau membuang-buang waktuku, Cedric," kataku, suaraku tanpa emosi. "Jika kau ingin berguna, mulailah belajar bagaimana membaca neraca keuangan. Mungkin kau akan mengerti betapa dalamnya lubang yang hampir kau gali untuk kita semua."

Tanpa menunggu jawabannya, aku berjalan melewatinya. Aku bisa merasakan tatapannya yang penuh kebencian membakar punggungku. Aku tahu aku telah membuat musuh abadi di dalam rumahku sendiri.

Keesokan siangnya, musuh dari luar lah yang datang berkunjung.

"Nona Clarisse Vulpes ada di sini untuk bertemu dengan Anda," lapor Lila dengan suara hati-hati.

Tentu saja. Rubah itu datang untuk mengendus. Berita pembatalan kontrak Hartwin dengan Latona pasti telah menyebar seperti api di kalangan bangsawan.

Aku menyambutnya seperti biasa, menyediakan teh dan kue-kue terbaik yang bisa disajikan detik itu juga. Semuanya tampak normal di permukaan. Sebuah pertemuan antara dua sahabat.

Sahabat...

"Elira, sayang!" sapanya, memelukku dengan erat. Pelukannya terasa dingin dan membawa kenangan buruk yang menjijikan. "Aku dengar ada sedikit... masalah dengan investasi keluargamu. Aku sangat, sangat khawatir!"

"Kau baik sekali, Clarisse," kataku sambil tersenyum, senyum yang telah kulatih dengan sempurna. "Hanya kesalahpahaman kecil dalam bisnis. Semuanya sudah beres sekarang."

Dia duduk di seberangku, matanya yang seperti rubah memindai setiap sudut ruangan, setiap ekspresi di wajahku. "Syukurlah! Aku juga dengar Duke Raymond sendiri yang datang berkunjung? Luar biasa! Pasti sangat melegakan mendapat dukungan dari orang sepenting beliau. Apa yang beliau bicarakan?"

Pertanyaan yang penuh pancingan. Dia ingin tahu seberapa dalam hubunganku dengan Duke.

"Oh, kau tahu," kataku sambil menuangkan teh, "Beliau hanya memberikan beberapa nasihat ramah sebagai teman lama keluarga. Beliau sangat baik." Aku mengalihkan pembicaraan dengan mulus.

"Lalu, bagaimana dengan keluargamu? Kudengar ayahmu berhasil mendapatkan hak penambangan safir di pegunungan utara? Itu pencapaian yang luar biasa."

Wajah Clarisse sedikit menegang. Aku telah menunjukkan bahwa aku juga punya telinga di dunia luar. Permainan ini bukan hanya miliknya.

Kami melanjutkan percakapan selama setengah jam, sebuah tarian kata-kata yang penuh dengan pujian palsu dan pertanyaan terselubung. Dia mencoba menggali informasi, dan aku dengan lihai memberinya jawaban-jawaban kosong yang tidak berarti apa-apa.

Saat dia hendak pergi, aku mengantarnya ke pintu.

"Sampaikan salamku pada Viscount Vulpes, Clarisse," kataku dengan senyum manis. "Katakan padanya untuk berhati-hati saat bermain dengan ular. Terkadang, rubah yang paling pintar pun bisa ikut tergigit."

Aku melihat kilatan keterkejutan dan ketakutan di matanya sebelum dia berhasil menyembunyikannya di balik senyum palsunya. Dia mengerti. Pesanku telah sampai. Elira Hartwin yang naif dan mudah dimanfaatkan telah tiada.

Malam itu, aku kembali duduk di meja kerjaku. Permainan catur sosial telah berakhir. Saatnya kembali ke perang yang sesungguhnya.

Aku mengeluarkan selembar perkamen baru. Bukan untuk menulis surat pribadi, tapi sebuah dokumen formal. Tanganku bergerak dengan mantap dan cepat di atas kertas.

Judul: Proposal Diversifikasi Aset dan Mitigasi Risiko Pasar Pangan Regional.

Di dalamnya, aku menguraikan rencana penggunaan dana keluarga yang nyaris habis diinvestasikan pada bisnis kapal Latona. Alih-alih spekulasi, aku mengajukan diversifikasi. Aku akan mengalokasikan dana itu untuk membeli kontrak gandum berjangka dari seluruh wilayah selatan dan memulai pembangunan dua lumbung pangan baru yang dimodifikasi dengan sihir pengawet.

Setelah selesai, aku tidak menyegelnya dengan segel Hartwin. Aku melipatnya dan memasukkannya ke dalam sebuah amplop kosong. Aku menempelkan sebuah catatan kecil di atasnya, yang hanya berisi satu kalimat sandi.

Untuk Laksamana. Sebuah investasi untuk badai berikutnya.

Aku memanggil seorang kurir terpercaya dari jaringan Nyonya Mawar. Seorang anak laki-laki pendiam yang melebur dengan bayangan malam.

Saat aku melihatnya menghilang di ujung jalan, aku menatap ke arah peta besar kekaisaran di dinding perpustakaan. Ayah dan Cedric berpikir pertarungan ini adalah tentang kendali atas keluarga Hartwin.

Mereka salah.

Ini tidak pernah hanya tentang menyelamatkan sebuah County.

Ini tentang mempersenjatai sebuah Kekaisaran.

Aku menyentuh permukaan peta dengan ujung jariku, berhenti pada simbol pelabuhan yang berkilat samar oleh cahaya lilin.

"Badai... akan datang ke kekaisaran."

1
Ria Gazali Dapson
jdi ikut²an dag dig dug derrr😄
BlackMail
Makasih udah mampir.🙏
Pena Santri
up thor, seru abis👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!