carol sebagai anak pungut yang di angkat oleh Anton memiliki perasaan yang aneh saat melihat papanya di kamar di malam hari Carol kaget dan tidak menyangka bila papanya melakukan hal itu apa yang Sheryl lakukan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ScarletWrittes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19
Akhirnya, anaknya memiliki sekolah sendiri tanpa ditemani oleh papanya, karena anaknya tahu kalau papanya ingin melakukan hal yang di luar nalar.
Papanya juga tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi kepada anaknya, tetapi ia akan mencoba mencari cara lain agar anaknya tidak tahu kalau itu adalah campur tangan dirinya. Papa tidak mau jika anaknya sampai tahu bahwa ia ikut terlibat.
Papa berharap agar anaknya bisa senang-senang saja di sekolah dan tidak memikirkan hal-hal yang tidak menguntungkan.
Karena tujuan papa menyekolahkan anaknya adalah benar-benar tulus, ia ingin anaknya mendapatkan prestasi yang baik selama di sekolah.
Papa tidak mau kalau anaknya sampai terlibat dengan hal-hal yang tidak baik, karena papa merasa hal-hal itu tidak pantas untuk anaknya. Ia tahu bahwa anaknya adalah hal paling penting dalam hidupnya dan bukan orang sembarangan.
Setelah anaknya pergi ke sekolah, papa hanya menjaga jarak agar anaknya tidak tahu bahwa dirinya sedang diikuti dari belakang.
Anaknya pun tidak sadar ketika papanya mengikuti dari jauh. Setelah anaknya masuk ke kelas, akhirnya papa mencoba bertemu dengan Ibu Fitri.
Awalnya, papa ingin bertemu dengan kepala sekolah, tetapi entah kenapa tiba-tiba ia berpapasan dengan Ibu Fitri.
Fitri yang melihat Anton merasa seperti mereka berjodoh, tetapi Anton tidak berpikiran demikian.
Anton merasa tidak ada hubungannya dengan Fitri, bahkan ia tidak suka berurusan dengannya.
Anton beranggapan bahwa berhubungan dengan Fitri sama saja dengan berhubungan dengan guru-guru lain yang membenci anaknya.
Ia tetap bersikeras untuk bertemu dengan kepala sekolah, tetapi kepala sekolah sedang ada seminar di luar sekolah.
Karena itu, Anton harus menunggu kepala sekolah hingga pulang. Namun jika ia menunggu, berarti ia tidak bisa bekerja.
Tetapi demi anaknya, Anton rela tidak bekerja dan menunggu anaknya di dalam mobil sambil menyelesaikan beberapa pekerjaan penting.
Anton tidak tahu kenapa dirinya bisa senekat itu demi anaknya sendiri.
Ia merasa, jika anaknya benar-benar dibenci oleh guru-guru tersebut, maka ia akan mengeluarkan anaknya dari sekolah itu.
Anton tidak siap melihat anaknya dibenci oleh orang lain, apalagi oleh orang yang tidak dikenalnya.
Bagi Anton, seorang guru tidak seharusnya membenci muridnya.
Pikirannya yang terlalu lurus membuatnya tidak memikirkan perasaan guru-guru lain.
Guru-guru lain memang tidak suka melihat Anton, selaku papa dari Carol, karena mereka merasa Anton terlalu mencampuri urusan sekolah.
Namun Anton tidak peduli selama hal itu berhubungan dengan anaknya. Ia hanya ingin klarifikasi dari para guru—ada apa hingga mereka membenci anaknya?
“Kalau memang anak saya pernah melakukan kesalahan, seharusnya diberi tahu kepada saya, bukan malah menjauhinya,” pikir Anton.
Fitri, selaku guru BK, mencoba mendekati Anton agar bisa lebih mengenalnya. Ia juga merasa penasaran dengan sosok Anton.
Akhirnya, Anton dan Fitri berbicara di ruang BK.
Selama di ruangan itu, tatapan mata Fitri tidak pernah berpaling dari Anton yang sedang berbicara.
Sebenarnya, Fitri tidak begitu memahami apa yang sedang dibicarakan Anton, tetapi ia berusaha mengerti maksudnya.
“Bu Fitri, mendengarkan apa yang saya bicarakan, kan?” tanya Anton.
“Dengar, Pak. Bapak mau menanyakan kenapa anak Bapak tidak disukai guru-guru lain, kan?” jawab Fitri.
“Iya, benar, Bu Fitri. Saya ingin tahu alasannya. Saya kaget ketika anak saya keceplosan bicara soal itu. Padahal, saya tahu anak saya berusaha menutupinya rapat-rapat. Tapi karena dia selalu terbuka pada saya, jadi hal sekecil apa pun pasti diceritakan.
Saya tidak senang dengan perbuatan guru-guru di sini. Menurut saya, itu tidak terpuji. Lagipula, saya dan murid lain membayar biaya yang sama. Kalau pun ada yang berbeda, saya bisa bayar lebih dari itu,” ujar Anton.
Fitri yang mendengar itu merasa bahwa Anton adalah pria dengan pemikiran yang matang.
Ia tidak heran jika dirinya mulai menyukai Anton, karena Anton memang tipe pria ideal baginya.
Namun Fitri juga kaget mendengar ucapan Anton, padahal masalah ini sebenarnya sudah diselesaikan sebelum Anton menanyakannya.
Ia pun bertanya-tanya apakah kepala sekolah belum memberi tahu Anton soal kejadian kemarin.
Fitri bingung, apakah ia boleh menjelaskan masalah yang menimpa Carol.
“Jadi begini, Pak. Sebenarnya guru-guru itu tidak membenci Carol. Mereka hanya terhasut oleh Bu Ana, guru yang sudah keluar dari sekolah ini,” jelas Fitri.
Anton mendengarkan dengan serius, sementara Fitri berusaha menahan diri agar tetap fokus meski tatapan Anton membuatnya gugup.
“Emangnya Bu Ana itu siapa, Bu?” tanya Anton.
“Bu Ana itu dulu wali kelas Carol, tapi sekarang sudah dikeluarkan karena punya hubungan gelap dengan Pak Beno—guru yang kemarin sempat melecehkan Carol,” jawab Fitri pelan.
Mendengar itu, Anton langsung marah. Ia merasa gagal sebagai orang tua.
Padahal, ia sudah berjanji untuk selalu menjaga anaknya, tapi justru lalai.
“Lantas, kedua guru itu sekarang di mana, Bu? Saya ingin bertemu mereka agar masalahnya selesai dan anak saya tidak dibenci siapa pun,” katanya.
“Guru-guru itu sudah dipecat, Pak, oleh kepala sekolah dan yayasan. Mungkin anak Bapak belum tahu karena waktu itu dia masih harus istirahat di rumah setelah kejadian itu,” jawab Fitri.
“Saya sudah tahu soal kejadian itu, tapi saya tetap ingin bertemu dua guru itu secara langsung. Saya merasa tidak adil dengan apa yang mereka lakukan kepada anak saya. Anak saya tidak pernah menyinggung siapa pun. Menurut saya, guru yang profesional tidak akan berbuat seperti itu kepada muridnya, apalagi murid berprestasi,” ucap Anton tegas.
“Iya, Pak, benar. Mungkin karena hasutan Bu Ana juga. Tapi tenang saja, semuanya sudah ditangani oleh kepala sekolah dan yayasan. Mereka tahu mana yang baik dan mana yang tidak,” jawab Fitri.
Anton masih belum tenang. Ia kemudian menyuruh orangnya mencari keberadaan Pak Beno dan Bu Ana karena ingin berbicara langsung dengan keduanya.
Setelah berbicara dengan Fitri, Anton memutuskan pergi. Ia merasa tidak punya urusan pribadi dengan Fitri.
Anton hanya ingin dekat dengan kepala sekolah, karena menurutnya kepala sekolah lebih tahu informasi penting tentang anaknya.
Saat keluar dari ruang BK, guru-guru lain menunduk melihat Anton. Namun, Anton malah menghampiri mereka.
“Halo, Bapak Ibu. Saya papanya Carol. Apa Bapak dan Ibu juga menjauhi anak saya karena dua guru yang kemarin itu?” tanyanya.
Guru-guru hanya diam dan menunduk, seolah merasa bersalah. Mereka bingung harus menjawab apa.
“Kami benar-benar minta maaf, Pak. Sebagai guru, seharusnya kami tidak melakukan tindakan seperti itu. Kami hanya manusia, dan kami menyesal,” kata salah satu guru.
“Tidak apa-apa. Saya juga tidak menyalahkan Bapak dan Ibu,” jawab Anton tenang. “Saya hanya ingin Bapak dan Ibu berpikir, bagaimana kalau posisi itu dibalik?
Bagaimana perasaan Bapak dan Ibu kalau anak kalian dibenci oleh gurunya sendiri?”