NovelToon NovelToon
Jerat Cinta Bos Cassanova

Jerat Cinta Bos Cassanova

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Kehidupan di Kantor / CEO / Percintaan Konglomerat / Menyembunyikan Identitas / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Stacy Agalia

Audy Shafira Sinclair, pewaris tunggal keluarga konglomerat, memilih meninggalkan zona nyamannya dan bekerja sebagai karyawan biasa tanpa mengandalkan nama besar ayahnya. Di perusahaan baru, ia justru berhadapan dengan Aldrich Dario Jourell, CEO muda flamboyan sekaligus cassanova yang terbiasa dipuja dan dikelilingi banyak wanita. Audy yang galak dan tak mudah terpikat justru menjadi tantangan bagi Aldrich, hal itu memicu rangkaian kejadian kocak, adu gengsi, dan romansa tak terduga di antara keduanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Stacy Agalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Interogasi calon menantu

Helena melirik ke arah para karyawan yang masih menunduk tegang, lalu berdehem ringan.

“Aldrich, kau dan gadis ini ikut Mama ke ruanganmu. Mama ingin bicara lebih jauh. Tidak enak jika pembicaraan pribadi didengar banyak telinga.”

Nadine dan Clara spontan saling melirik. Audy hanya bisa membeku seperti patung, sementara Aldrich dengan wajah tenang menyeretnya halus ke arah lift.

“Lepaskan aku!” bisik Audy sambil mencoba menepis lengan Aldrich.

“Tidak bisa, kekasih pura-pura,” balas Aldrich lirih dengan smirk khasnya.

“Dasar gila!” Audy mendesis, tapi tetap saja langkahnya mengikuti, mau tak mau.

Sesampainya di ruangan CEO yang luas itu, Helena duduk di kursi tamu dengan penuh wibawa. Ia melipat kaki, lalu melempar senyum manis ke arah Audy.

“Duduklah. Mama ingin mengenalmu lebih dekat.”

Audy menelan saliva. Duduk di sebelah Aldrich, ia merasa seperti peserta kuis yang salah masuk acara TV.

Helena menatapnya penuh selidik. “Namamu Audy, bukan? Dari keluarga mana? Bagaimana kau bisa bertemu dengan Aldrich? Apa yang membuatmu tertarik pada putraku?”

Audy terbatuk keras. Tertarik? Dengan si bos dingin menyebalkan ini? Ha-ha, tidak dalam sejuta tahun! pikirnya dalam hati. Ia melirik Aldrich minta tolong, tapi pria itu hanya bersandar santai, memandangnya dengan wajah kalem seperti menonton drama favorit.

“Aku…” Audy mencoba mencari kata. “Aku bertemu dengannya… di kantor, tentu saja. Dan… hmm, aku tertarik… karena… dia—”

“Karena aku tampan, pintar, dan berwibawa. Singkatnya paket lengkap.” Aldrich memotong cepat dengan nada sok percaya diri.

Audy hampir tersedak ludah. “APA?”

Helena terkekeh pelan. “Astaga, Aldrich, kau ini tetap saja suka bercanda. Tapi jujur, Mama senang akhirnya bisa melihatmu serius dengan seseorang.”

Audy menoleh tajam ke arah Aldrich, matanya berteriak: Aku akan membunuhmu nanti!

Sementara Aldrich hanya menahan tawa, tetap kalem, memainkan sandiwara ini dengan nikmat.

Helena melanjutkan, kali ini lebih lembut. “Audy, Mama tidak akan memaksa. Mama hanya ingin anak Mama bahagia. Tapi Mama akan senang jika kau bisa bercerita sedikit tentang keluargamu, cita-citamu, dan… bagaimana kau membayangkan masa depan.”

Audy terdiam. Antara gugup, kesal, tapi juga… sedikit tersentuh dengan nada suara Helena yang hangat.

Wanita yang Aldrich sebut Ibu negara itu masih menatap Audy dengan sorot penuh rasa ingin tahu. Audy sendiri sudah seperti ikan asin yang dilempar ke kuali panas—berkeringat, gugup, tapi tetap berusaha tersenyum kaku.

Aldrich akhirnya melangkah maju, menepuk lembut bahu ibunya.

“Mama,” suaranya tenang namun tegas, “aku tahu Mama sangat penasaran. Tapi pagi ini aku ada meeting penting. Jika Mama tetap di sini, aku tidak bisa konsentrasi bekerja.”

Helena langsung memelototi putranya. “Kau mengusir Mama? Meeting apa yang lebih penting daripada Mama ingin mengenal calon menantunya?”

Aldrich tersenyum tipis, memainkan nada diplomatis yang hanya ia miliki. “Tenanglah, Ibu negara. Aku janji malam ini aku akan pulang ke rumah utama. Kita bisa makan malam bersama, dan aku akan bercerita lebih banyak. Bagaimana?”

Helena melipat tangan di dada, jelas tak puas. “Sudah berapa tahun kau menghindar dari rumah utama, Aldrich? Apakah penthouse-mu lebih hangat dari rumah utama? Sekarang saat Mama akhirnya punya alasan bahagia, kau malah menunda-nunda.”

“Mama…” Aldrich merendahkan suara, nyaris seperti anak kecil yang merayu. “Aku benar-benar sibuk. Percayalah, malam ini aku akan datang. Tidak ada alasan lagi. Mama boleh menyiapkan interogasi lengkap sekalipun.”

Audy yang duduk di samping hanya bisa menahan tawa di balik tangannya. Sang CEO dingin, sang Casanova, ternyata bisa juga bersuara seperti anak TK yang minta es krim.

Helena akhirnya mendesah panjang. Ia menatap Audy sekali lagi, lalu bangkit berdiri.

“Baiklah. Kali ini Mama mengalah. Tapi ingat, Aldrich—kau sudah berjanji.”

Lalu, tanpa peringatan, Helena membuka tangan dan memeluk Audy sebentar. Audy langsung kaku seperti papan triplek.

“Senang bertemu denganmu, calon menantu. Semoga kita bisa lebih banyak berbincang nanti.”

Audy hanya bisa mengangguk kikuk, “I-iya, Tante… eh, Mama…”

Helena tersenyum puas, lalu melangkah anggun keluar dari ruangan.

Begitu pintu tertutup, Audy menoleh cepat ke arah Aldrich, matanya berapi-api.

“KAU!!!”

Aldrich hanya bersandar santai ke meja kerjanya, senyum smirk tipis muncul.

“Tenanglah, kekasih pura-pura. Kau berhasil lolos interogasi Mama.”

Audy menggeram. Jika bukan karena ada kontrak kerja, sudah dari tadi aku lempar stapler ke wajah pria ini!

Audy memutar tubuh, menatap tajam ke arah Aldrich yang tampak begitu tenang.

“Bisa jelaskan sekarang, Pak Aldrich?” Audy bersedekap, alisnya nyaris bertaut. “Yang baru saja terjadi itu apa-apaan? Masa saya tiba-tiba dipromosikan jadi… pacar pura-pura? yang benar saja.”

Aldrich, yang tengah merapikan jasnya, melirik sekilas lalu mengangkat bahu santai. “Kenapa? Ku rasa kau sudah memerankan peranmu dengan cukup baik. Mama tidak curiga sedikit pun.”

“Cukup baik?” Audy mendengus. “Saya hampir kejang tadi, saking gugupnya!”

Aldrich tersenyum tipis, nyaris seperti mengejek. “Tapi kau tetap terlihat manis di mata Mama.”

Audy langsung menghela napas panjang. “Ya ampun, tapi kenapa harus dengan cara menarik pinggang saya secara tiba-tiba seperti tadi? Untung saja saya ramping.”

“Jika aku tidak melakukan itu, Mama pasti tidak akan percaya,” balas Aldrich kalem. Ia mencondongkan tubuh ke meja, kedua tangannya saling bertaut. “Lagipula, kau sudah ku selamatkan. Bayangkan jika aku menunjuk orang lain, mungkin akan lebih merepotkan.”

“Selamatkan apanya? Saya malah seperti korban penculikan, tiba-tiba dijadikan sandera drama keluarga!”

“Drama keluarga?” Aldrich tertawa kecil. “Kau benar-benar punya cara aneh dalam mendeskripsikan sesuatu.”

Audy mendecak, wajahnya merah campur kesal. “Pokoknya, saya tidak mau terlibat jauh. Jika Bu Helena tahu kebenarannya, habis saya!”

“Terlalu dramatis,” potong Aldrich ringan, seakan tak peduli.

Baru saja Audy hendak menimpali lebih tajam, pintu ruangan diketuk lalu terbuka. Sekretaris pribadi Aldrich masuk, membawakan beberapa berkas.

“Pak Aldrich, ini dokumen untuk meeting pukul sebelas.” Sang sekretaris menunduk sopan, tak berani menoleh ke arah Audy yang wajahnya jelas masih diliputi emosi.

“Letakkan saja di meja,” ucap Aldrich singkat.

Begitu sekretaris keluar lagi, Audy langsung mendesis pelan. “Lihat, ada saksi mata. Jika mereka salah paham bagaimana?”

“Biarkan saja. Salah paham tidak selalu buruk.”

Itu sudah terlalu bagi Audy. Ia mendengus keras, meraih tasnya yang sejak tadi ia taruh di kursi, lalu berjalan cepat ke pintu.

Aldrich terkekeh kecil, menikmati reaksi kerasnya. “Kau boleh keluar, Audy. Tapi jangan lupa, peranmu belum selesai.”

Audy berhenti sebentar, menoleh dengan tatapan maut. “Kita lihat nanti.”

Dengan langkah cepat, ia keluar dari ruangan, wajah masih merah padam. Dalam hati, ia sudah bersiap menceritakan semua kekacauan itu pada Clara dan Nadine saat makan siang nanti. Bisa dipastikan, dua sahabatnya itu akan ngakak sampai perut sakit.

.....

Begitu pintu menutup dengan bunyi klik, ruangan CEO itu kembali hening. Aldrich bersandar di kursinya, menatap ke arah pintu yang baru saja dilewati Audy. Wajahnya masih menyimpan senyum tipis yang jarang sekali muncul, apalagi di jam kerja.

Ia menghela napas panjang, lalu tertawa kecil pada dirinya sendiri. “Gadis itu…” gumamnya lirih.

Bayangan tatapan galak Audy barusan kembali terlintas. Anehnya, bukan membuatnya kesal, justru membuat dadanya terasa hangat. Ada semacam sensasi baru—perpaduan tantangan sekaligus pesona yang tak bisa ia abaikan.

Tangannya terangkat, menyentuh pelipis sambil mengingat momen saat ia merangkul pinggang Audy di depan Helena. Walau hanya pura-pura, sentuhan itu meninggalkan jejak yang sulit ia hilangkan. “Tidak ada yang pernah membuatku segugup ini sebelumnya,” pikirnya sambil tersenyum tipis.

Aldrich lalu berdiri, berjalan ke arah jendela besar di balik meja kerjanya. Dari sana ia bisa melihat sebagian kota yang sibuk di pagi hari. Namun pikirannya tidak pada gedung-gedung tinggi itu, melainkan pada satu sosok gadis yang kini mungkin sedang merutuki dirinya habis-habisan.

“Jika bukan dengan cara ini, aku tak akan bisa dekat dengannya,” ucap Aldrich dalam hati. Ia tahu betul Audy bukan tipe wanita yang mudah disentuh apalagi dirayu. Gadis itu punya pagar tinggi, mungkin karena masa lalunya, mungkin juga karena karakternya yang keras. Dan justru itu yang membuat Aldrich semakin ingin menembusnya.

Ia menatap pantulan dirinya di kaca, lalu terkekeh kecil. “Astaga, sejak kapan aku jadi pria yang bermain drama cinta seperti ini?”

Namun meski ia sadar betapa konyolnya tindakannya, Aldrich tidak menyesal. Sebaliknya, ada rasa puas terselip di dalam dada. Hari ini, untuk pertama kalinya, ia berhasil membuat Audy menjadi bagian dari dunianya—meski hanya lewat sandiwara.

Jam di dinding berdetik, mengingatkannya pada meeting yang sebentar lagi dimulai. Tapi untuk sesaat, Aldrich membiarkan dirinya larut dalam rasa hangat itu. Ia menegakkan tubuh, merapikan jas, lalu kembali duduk. Senyumnya masih tersisa tipis, seolah hari ini terasa berbeda dari hari-hari sebelumnya.

“Audy,” gumamnya sekali lagi, nyaris seperti mantra yang ia ulang untuk dirinya sendiri.

1
Itse
penasaran dgn lanjutannya, cerita yg menarik
Ekyy Bocil
alur cerita nya menarik
Stacy Agalia: terimakasih 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!