Cassie, seorang remaja yang beranjak dewasa masuk kedalam pergaulan bebas para anak konglomerat, disaat kedua orang tuanya bercerai. Ketika etika dan sopan santun mulai menghilang. Kehidupannya terus mengalami konflik besar.
Ditengah masalah perceraian orang tuanya, Cassie jatuh cinta dengan seorang Duda Perjaka. Tetapi cintanya tak direstui. Cassie pun dijodohkan dengan seseorang yang pernah membuatnya kesakitan karena sakau.
Dapatkah ia menjaga mahkota kewanitaannya, atau terus terjerumus dengan pergaulan bebas? Dan dapatkah Cassie bersama dengan cintanya Om Duda?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Virus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu
Dengan berat hati, Barra membuka pintu ruang tamu yang sedari tadi sengaja di tutup. Di hadapannya ada seorang wanita yang terduduk dengan make-up tebal yang mulai meluntur. Maskara hitam yang sudah tak rapi wujudnya karena meleleh terkena air mata.
"Barra," Hera langsung beranjak bangun dan menghamburkan dirinya ingin memeluk sang mantan.
Tetapi tangan Barra menjulur ke depan menghalanginya.
"Gak usah pake nempel-nempel bisa kan? Kita bicara diluar teras," ucap Barra kemudian menutup pintunya kembali.
Pria itu berjalan duluan dan diikuti Hera dibelakangnya.
"Kamu bilang ingin bicara, bicaralah waktumu lima menit dari sekarang," ucap Barra dengan dingin tanpa memandang wajah Hera
"Barra, aku kangen. Aku...aku juga ingin minta maaf soal perkataan ku saat itu. Setelah kamu pergi, aku baru sadar kalau aku sudah menyakiti kamu,"
Barra masih diam, sebenarnya dia tidak begitu mendengar apa yang Hera bicarakan.
"Barra, kenapa kamu diam aja? Kamu maafin aku kan?"
"Hmm,"
"Trus kenapa kamu masih bersikap dingin seperti itu? Kita masih bisa jadi teman kan?"
"Lima menit habis. Saya pergi, jangan pernah temui saya lagi," Barra melangkah pergi.
Hera menangkap lengan Barra sebelum pria itu melangkah jauh. Tetapi Barra langsung menepisnya, Herra kemudian menjatuhkan dirinya ke punggung Barra dan memeluknya dari belakang dengan erat.
"Hera, lepasin. Ini rumah orang tua Saya. Dan Saya gak mau ada omongan yang tidak enak dari mulut tetangga,"
"Kalau gitu please kamu jangan acuhkan aku,"
"Barra, aku masih cinta sama kamu. Kita bisa memulai hubungan lagi kan?" Tanya Hera
"Bisa lepasin saya dulu gak? Saya enggak gak bisa napas,"
"Oke aku lepasin, tapi jawab aku Barra," Dan Hera pun melepaskan Barra.
"Jujur, Saya gak bisa maafin perbuatan kamu. Mengkhianati cinta Saya yang terlampau tulus buat kamu. Bahkan kamu belum menuntaskan kewajiban kamu sebagai seorang istri. Sekarang kamu datang setelah saya menjadi orang sukses. Kamu mau menikah dengan Saya? Atau dengan uang Saya?"
"Tuhan aja bisa maafin orang yang mempunyai salah banyak, dan memberikan kesempatan orang itu. Beri aku kesempatan Bar, buat...." ucapan Hera dipotong oleh Barra
"Kesempatan buat menambah pundi-pundi uang kamu? Maaf Hera, Saya bukan Tuhan, Saya cuma gembel yang menginginkan keluarga kecil yang bahagia hanya dengan cinta kasih,"
"Aku akan mengusahakannya, Barra. Aku akan berubah menjadi lebih baik dan lebih peduli sama kamu,"
"Hubungan kita gak akan pernah berhasil, mau seperti apa kamu usahakan karena dimata mu, uang adalah segalanya. Saya tegaskan ini terkahir kalinya saya bicara sama kamu. Jangan pernah dekati saya dengan alasan apapun. Kalau tidak jangan salahkan saya jika berbuat kasar," Barra berbicara menatap Hera dengan tatapan yang sangat tajam.
Hanya kebencian yang ia rasakan, karena rasa cinta itu telah hilang.
Barra hampir menjadi gila saat Hera meninggalkannya. Dia pernah masuk rumah sakit karena percobaan bunuh diri. Yang membuatnya frustasi adalah menyebarnya gosip-gosip panas yang mengatakan jika Barra tidak memberinya nafkah dengan baik, jika Barra meninggalkannya beberapa hari. Padahal saat itu Barra pergi karena pelatihan pekerjaan pegawai. Bukan meninggalkannya dengan tanda kutip arti lain.
Hera masih belum bisa melepaskan Barra. Ia pun mengikuti kemana Barra pergi.
Perjalanan ke restoran dari rumah orang tuanya, hanya membutuhkan waktu 15 menit. Barra sampai didepan restoran dan langsung memarkirkan mobilnya di parkiran VIP. Paling depan dan sangat dijaga oleh tukang parkir dari tangan iseng.
Barra masuk kedalam restoran, ia pun mengedarkan pandangan ke kanan dan ke kiri mencari keberadaan Cassie. Seorang pelayan mendekat dan menyambutnya dengan ramah.
"Selamat malam di restoran seafood 77 pak. Saya Intan yang akan melayani kebutuhan bapak, silahkan masuk pak ini menu yang kami punya. Bapak mau duduk dilantai bawah , lantai dua atau lantai tiga,"
"Malam, bedanya apa antara lantai satu, dua dan tiga?" Tanya Barra
"Bedanya di lantai dua, semua meja menghadap ke arah pemandangan luar, jika di lantai tiga itu ruangan tertutup dengan fasilitas televisi dan kamar mandi dalam, biasanya untuk yang memiliki acara,"
Barra mengangguk, Cassie yang berada di meja kasir kemudian melambaikan tangan pada Barra.
"Om," Sapa Cassie dari kejauhan sambil melambai.
"Itu teman saya, permisi,"
"Oh baik, silahkan," ucap intan si pelayan
Barra mendekati Cassie yang berada di meja kasir.
"Aku udah pesan om, udah bayar juga. Kita ke atas yuk," ucap Cassie dengan bersemangat
"Cantik," gumam Barra saat melihat Cassie tersenyum padanya.
"Hmm om bilang apa?" tanya Cassie sambil berjalan menuju lift karena dia malas naik tangga.
"Enggak papa," ucap Barra sedikit canggung.
Astaga, Barra Lo ga sedang gugup kan. Dia masih bocil loh Batin Barra
Di dalam Lift.
"Om ini lift jadul, jalannya kayak siput, suaranya berisik lagi. Jadi harap maklum ya haha,"
Dan benar saja apa yang dikatakan Cassie, jalannya seperti siput, dan suaranya berisik.
Cassie yang berdiri disamping Barra mengendus aroma parfum yang tiba-tiba sangat menarik dirinya. Dia sendiri tidak sadar jika tiba-tiba dia sudah berada sangat dekat di lengan Barra.
"Cass, kamu mau ngapain?" tanya Barra yang mendapati Cassie sedang mengendus dirinya sambil memejamkan mata.
"Eh...eh... Om maaf om... ih Aroma parfum om bikin aku lengket tauk," Cassie pun menjauhkan dirinya.
"Kamu suka baunya?" Cassie mengangguk
"Trus kenapa mundur lagi,"
Barra sedikit nakal dengan gantian mendekati Cassie, memojokkannya hingga ke dinding Lift. Cassie tidak bisa mundur lagi
"Om mau ngapain, jangan nakal ya," ucap Cassie
"Haha, habisnya siapa duluan sih yang dekat-dekat,"
"Khilaf om, besok lagi kalo ketemu aku jangan pake itu parfum,"
"Loh,"
"Apa?"
"Memangnya kita mau ketemu lagi, jadi akan ada hari untuk ketemu lagi?" tanya Barra
"Ih, yaudah ini yang terakhir kita ketemu. Om tu kadang-kadang nyebelin,"
"Haha,"
"Mana hape aku,"
Barra menyerahkan ponsel Cassie dengan oleh-oleh titipannya.
"Wuahh dibeliin beneran, Astaga ini kesukaan aku om, biasanya aku beli di online kalo gak ya titip Mama kalo ke luar negri," Cassie langsung berbinar menerima coklat dari Barra
"Habisin ya, jangan dibagi-bagi ke orang lain,"
"Pasti, Makasih ya om hehe. Eh sampe lupa, ini hapenya om,"
Barra mengambil ponselnya yang sudah berganti casing hape dengan warna pink.
Ini ponsel diapain ma tuh anak, kenapa jadi warna pink batin Barra
Lift terbuka dan Cassie langsung menarik tangan Barra tanpa sadar, "Yuk om, buruan cari tempat,"
Deg deg deg
Aduh gak main nih, masak deg degan sama anak kecil batin Barra lagi
Barra diam saja saat tangannya di gandeng dan mengikuti Cassie.
"Nah sini om, duduk. Hari ini aku traktir Om,"
"Tunggu-tunggu, kenapa jadi kamu yang traktir?"
"Hehe,"
"Kok ketawa? Hmm biasanya kalo orang traktir tuh kalo gak ulang tahun bisa jadi ini suap karena kamu bikin kesalahan," terka Barra
"Hehe, kok om pinter sih hehe,"
"Jadi, kamu abis berbuat kesalahan apa?"
"Hape om, habis lecet kebanting jatuh dari tangga hehe. Om Suer ga sengaja. Plisss jangan marah ya ya ya,"
Dasar bocah haha
Barra hanya tertawa melihat tingkah bocah didepannya ini. Sementara di tempat lain, Hera mengintip dari kejauhan dengan siapa Barra makan malam saat itu.