Susan tak pernah menyangka dirinya di timpa begitu banyak masalah.
Kematian, menghianatan, dan perselingkuhan. Bagaiamana kah dia menghadapi ini semua?
Dua orang pria yang menemaninya bahkan menyulitkan hidupnya dengan kesepakatan-kesepatan yang gila!
Akan kah Susan dapat melewati masalah hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SabdaAhessa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. Pulang
Kaki Peter ternyata cedera cukup parah. Hingga dia harus menggunakan kursi roda untuk sementara waktu. Susan nampak khawatir melihat kondisi Peter yang masih begitu lemah. Namun, pria itu bersih keras minta untuk di rawat di mansion saja.
Katanya, dia jadi merasa lebih dekat dengan mendiang ayahnya saat berada di mansion. Peter juga meminta untuk mampir ke pemakaman terlebih dulu. Namun di tolak mentah-mentah oleh Susan.
Susan tak tega jika harus melihat Peter meringis kesakitan dan menahan sakit di sekujur tubuhnya.
Apalagi saat menaiki mobil. Dia harus di bantu oleh tiga orang pengawalnya untuk masuk ke dalam mobil. Dengan tangan yang masih terpasang infus membuatnya tak dapat bergerak dengan bebas.
Peter benar-benar keras kepala. Jangan-jangan kepalanya lebih keras dari batu!
Saat di dalam mobil, Susan berulang kali memastikan Peter kuat untuk duduk. Dan berulang kali pula dia melihat selang infus yang terpasang, memastikan infus itu menetes dengan lancar.
Di belakang, sudah ada mobil Joshua dan asisten pribadinya. Olivia. Yang membuntuti mobil mereka untuk menjamin keselamatan Peter dalam perjalanan.
Peter juga menolak untuk naik ambulance. Katanya dia merasa seperti orang mati kalau naik ambulance. Alhasil keputusannya itu malah menyakiti dirinya sendiri kan?
Susan memeriksa telapak tangan Peter yang terpasang infus. Memeriksa apakah tangan Peter bengkak atau tidak. Sontak Peter ingin mencium kening istrinya yang sedang menunduk itu. Namun...
"Aarrgg!!" Peter meringis kesakitan memegang lengan kirinya.
"Kenapa? Sakit ya?" Tanya Susan ikut memegangi lengan kiri Peter.
"Jangan di pegang!"
Sontak Susan segera menarik tangannya. Karena takut akan membuat lengan Peter makin sakit.
"Apa tidak sebaiknya kita kembali ke rumah sakit?" Kata Susan.
"Tidak. Aku tidak betah disana."
"Aauu!!" Serunya kesakitan.
Susan memasang kancing kemeja yang di pakai oleh Peter. Pria ini masih saja memikirkan soal penampilan saat kondisinya sudah seperti ini. Dia masih ingin memakai kemeja dan setelan jas seperti biasanya. Tapi Susan hanya mengijinkannya menggunakan kemeja saja tanpa jas. Karena akan bolak balik buka pasang infus kalau seperti itu.
Matanya melirik pada lengan kiri Peter yang lebam bukan main. Itu berwarna ungu tua. Melihatnya saja membuat Susan tak dapat membayangkan bagaimana rasa sakitnya.
Peter berusaha memegang tangan Susan sembari menyandarkan tubuh perlahan.
"Terimakasih, sayang." Ucapnya.
"Sama-sama. Tapi sesampainya di mansion, kau harus segera istirahat, tidak boleh kemana-mana apalagi ke ruang kerja, ok?" Kata Susan.
Peter tersenyum. Ini yang dia mau. Di perhatikan oleh Susan. Bukan di abaikan seperti tadi siang. Apalagi di tinggal makan siang yang menurut Peter itu lama sekali.
Selama sisa perjalanan, Peter memilih memejamkan kedua matanya tanpa berkata apapun. Menahan rasa sakit. Siapa suruh tidak mau naik ambulance! Kalau naik ambulance kan dia bisa berbaring. Perutnya yang sakit juga tidak akan tertekan seperti itu.
Akhirnya mobil sampai di mansion. Susan segera keluar dari mobil saat sampai di halaman mansion. Sedangkan Traver dan pengawal lainnya membantu Peter untuk keluar. Alice juga segera menyiapkan kursi roda yang akan di pakai oleh Peter.
Mereka segera pergi ke kamar. Membaringkan Peter di atas tempat tidur. Dokter Joshua dan Olivia pun segera menjalankan tugas mereka masing-masing.
Susan yang menemani seketika panik saat melihat darah segar mengalir dari infus Peter. Mungkin tadi tidak sengaja tersenggol saat di angkat ke kursi roda.
"Oliv, itu infusnya!" Susan memperingatkan.
Sebenarnya dia ingin memberitahu itu pada Joshua, namun dia mengurungkan niatnya saat mengingat Joshua menuduhnya berselingkuh. Bahkan dokter itu juga jadi ketus padanya.
Olivia yang menyadari hal itu segera mengambil tindakan. Dia meraih tangan Peter dan berusaha membuka plaster di infus itu. Membuat darahnya semakin mengalir deras.
Susan memalingkan wajah, tak sanggup melihat darah-darah itu. Merasa mual. Dia bergidik ngeri dan setengah jijik.
Selepas semua baik-baik saja. Dokter Joshua berpamitan pada Susan.
"Jaga dia baik-baik! Jangan pacaran terus!" Katanya pelan dan dingin saat lewat di depan Susan.
Membuat Susan membuka mulutnya selebar mungkin. Tak percaya dengan sikap Joshua yang terkesan tidak profesional.
Alice juga sayup-sayup mendengar ucapan Joshua barusan. Karena dia berdiri tepat di belakang Susan. Sebenarnya dia juga merasa jengkel pada sikap Joshua yang di nilainya kekanak-kanakan.
Susan berbalik badan. Menghadap ke Alice yang berada di belakangnya.
"Kau dengar tadi dia bilang apa?"
"Ya, Nyonya."
"Mungkin dulu waktu sekolah mulutnya lupa tidak dia bawa. Maka dari itu, otaknya saja yang pintar, tapi mulutnya kurang ajar!" Celetuk Susan.
Alice tertawa kecil. Namun, dia segera menutup mulutnya. Takut tidak sopan di depan nyonyanya. Atau takut di katai seperti Dokter Joshua.
Susan beralih ke Peter. Dia segera menghampiri suaminya itu. Duduk di tepi ranjang. Melihat Peter yang berulang kali meringis kesakitan sambil memegangi perutnya. Susan berinisiatif untuk membuka kancing kemeja itu.
Terlihatlah, luka-luka kecil disana. Lebam dan juga seperti bekas pukulan benda tumpul. Mungkin semacam kayu atau sebagainya. Susan membayangkan bagaimana Martin menyiksa Peter hingga seperti ini.
Dia juga sedikit menyesal saat ingat rencananya dengan Edward. Dari raut wajahnya sudah bisa terbaca jika Susan sepertinya akan mengurungkan niatnya untuk memenjarakan Peter di pengasingan.
"Bolehkah ini di kompres dengan air dingin?" Tanya Susan pada Oliv yang sedang membereskan barang-barang bawaannya.
"Tentu saja, Nyonya. Itu akan meredakan rasa nyerinya." Jawab Oliv.
Susan segera meminta Alice untuk menyiapkan kompresan air dingin. Dia juga meminta Alma untuk menyiapkan kamar yang akan di tempati oleh Oliv selama berjaga disini.
Susan mengompres perut Peter dengan perlahan. Pria itu hanya diam memandangi wajah cantik Susan. Seakan sangat kagum pada wanita di depannya ini. Rasa tak mau kehilangan pun menyeruak di permukaan hatinya. Benar kata Anna. Peter jatuh cinta pada Susan.
Tangannya meraih tangan Susan yang sedang mengompres perutnya.
"Kenapa?" Susan memandang Peter.
"Keluarlah, aku mau bicara berdua dengan istriku!" Kata Peter.
Olivia dan Alice yang mendengar itu segera keluar dari kamar. Menutup pintu kamar dengan rapat. Meninggalkan Susan dan Peter berdua di dalam sana.
"Ada apa?" Tanya Susan lagi.
"Aku hanya merindukan mu. Tidurlah disini." Peter menepuk kasur di sebelahnya.
Susan menuruti permintaan Peter. Dia segera naik ke atas kasur dan merebahkan diri di samping tubuh Peter. Menghadap pria itu. Lebih tepatnya karena Susan juga merasa lelah seharian ini. Dia ingin meluruskan badan sejenak.
"Aku merasa jatuh cinta setiap melihat wajah mu, Susan. Tidak akan pernah ada perempuan yang setara dan sebanding dengan dirimu. Kebaikan hati mu. Kecerdasaan mu. Kasih sayang mu. Paras mu. Tak ada bandingannya." Peter mulai membual.
Seketika Susan tersenyum sinis. Apa yang dia katakan tadi? Tidak akan ada yang setara dan sebanding dengan dirinya dalam hal apapun. Ya, tentu saja. Apalagi Anna. Hanya perempuan dengan harga diri rendah dan murahan yang mau menjadi simpanan suami orang. Benar kan?
Pasti dulu dia pun punya pilihan untuk menolak dengan tegas. Namun, nyatanya apa? Sampai punya anak. Bukankah memang begitu cara gundik mempertahankan dirinya? Mengikat suami orang dengan adanya seorang anak? Dengan begitu dia bisa terus mendapat aliran dana atas nama anaknya.
"Aku sangat mencintai mu. Aku berjanji tidak akan ada wanita lain selain dirimu, sayang." Lanjut Peter.
Susan ingin sekali memukul perut Peter dengan keras. Atau mengguyurkan air es itu ke wajahnya. Peter sangat pandai membual. Namun, seberapa pandai dia menutupi bangkai, baunya pasti akan tercium juga.
Andai saja Susan belum mengetahui perselingkuhan Peter, mungkin dia akan terbuai dengan kata-kata manis itu. Beruntunglah dia sudah mengetahui semuanya. Jadi hal itu sudah tidak mempa lagi untuknya.
Susan hanya diam dengan lamunannya. Tak menjawab perkataan Peter. Hingga mereka berdua memutuskan untuk tidur saja. Karena Peter juga sudah di beri beberapa suntikan oleh Dokter Joshua, mungkin ada efek mengantuknya.
Bersambung..