NovelToon NovelToon
Dimahkotai Mafia Dengan Cinta Dan Kekuatan

Dimahkotai Mafia Dengan Cinta Dan Kekuatan

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Spiritual / Mafia / Aliansi Pernikahan / Mengubah Takdir / Kelahiran kembali menjadi kuat
Popularitas:521
Nilai: 5
Nama Author: Eireyynezkim

Hari yang seharusnya menjadi awal kebahagiaan Eireen justru berubah menjadi neraka. Dipelaminan, di depan semua mata, ia dicampakkan oleh pria yang selama ini ia dukung seorang jaksa yang dulu ia temani berjuang dari nol. Pengkhianatan itu datang bersama perempuan yang ia anggap kakak sendiri.

Eireen tidak hanya kehilangan cinta, tapi juga harga diri. Namun, dari kehancuran itu lahirlah tekad baru: ia akan membalas semua luka, dengan cara yang paling kejam dan elegan.

Takdir membawanya pada Xavion Leonard Alistair, pewaris keluarga mafia paling disegani.
Pria itu tidak percaya pada cinta, namun di balik tatapan tajamnya, ia melihat api balas dendam yang sama seperti milik Eireen.

Eireen mendekatinya dengan satu tujuan membuktikan bahwa dirinya tidak hanya bisa bangkit, tetapi juga dimahkotai lebih tinggi dari siapa pun yang pernah merendahkannya.
Namun semakin dalam ia terjerat, semakin sulit ia membedakan antara balas dendam, ambisi dan cinta.

Mampukah Eireen melewati ini semua?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eireyynezkim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Aku Takut

"Oh... aku dulu juga sampai pergi ke salah satu negara di benua itu. Katanya, ras yang memiliki warna mata sepertiku kan banyak tinggal di sana. Tapi, aku tetap tidak menemukan yang kucari. Bodoh, kan?"

Xav bisa merasakan kesedihan dari ucapan gadis itu. Sepertinya, Eireen berharap bisa bertemu dengan keluarganya, tapi tidak pernah bisa.

Tapi, sekarang ini, dengan adanya alat pelacak, cukup menjelaskan, jika ia dicari, saat dibutuhkan saja.

Ada rasa marah dalam dirinya, yang sulit dijelaskan. Ia membuang alat pelacak di tangannya keluar melalui jendela.

Eireen yang melihatnya pun bertanya, "Kau tidak sedang mencurigaiku, kan? Aku sungguh tidak tahu tentang alat..."

"Tidurlah!" sela Xav.

"Kubilang aku tidak berani tidur. Aku takut..."

"Kau tidak melakukan apa-apa!" Lagi-lagi Xav menyela perkataannya.

"Bohong. Kau saja sampai sewaspada ini."

"Kau hanya menatapku saja, tapi entah kenapa,..." Xav ragu mengatakan jika hawa membunuh Eireen yang membuatnya sewaspada ini.

Ia takut, jika gadis itu semakin kepikiran, atau bahkan semakin takut kepada dirinya sendiri.

"Entah kenapa apa?" tanya Eireen penasaran.

"Kubilang tidurlah. Kau

"Apa.... hanya dengan tatapan mata, kau bisa merasakan hawa membunuh dariku? Makanya kau sewaspada ini begitu?"

Xav tidak menjawab. Itu justru membuat Eireen mendapat pembenaran terhadap kecurigaannya sendiri. "Benar ternyata."

Gadis itu mengalihkan pandangan, menunduk, sambil berpikir. Ia sunggguhan tidak ingat sama sekali kejadian itu.

"Hmm. Tapi baguslah, kau bilang alat pelacak membuat mereka datang ke tempat kita. Artinya aku terluka bukan karena berusaha menyakitimu, melainkan karena mereka. Aku tidak akan tidur, biar tidak menatap begitu lagi kepadamu. Kau tidak perlu takut."

"Aku tidak takut. Tidurlah!"

Eireen tidak menyahut. Pikirannya masih penuh, ia tidak mau berdebat dulu.

Xav yang jadi resah, karena perempuan itu diam saja, tapi tidak tidur seperti yang ia minta.

Beberapa menit ia tunggu, tapi tidak ada pembicaraan terjadi. Ia pun kesal, karena kepikiran hingga terpaksa berceletuk, "Kubilang tidur, kan? Kenapa diam saja seperti patung begitu, hah?"

"Kau bisa abaikan aku. Biasanya juga kau begitu. Kenapa sok peduli begini sekarang?"

Xav tersadar, jika harusnya memang ia tidak peduli. Karena kesal, ia mulai melakukan hal di luar dugaan begitu, Xav mengalihkan pandangan.

"Terserah, lakukan sesukamu!"

"Memang terserah aku."

Suasana kembali hening. Xav terus memaksa dirinya tidak peduli. Walau sesekali, laki-laki itu masih melirik ke samping, memastikan gadis yang diam saja itu.

Ternyata, diamnya Eireen cukup menyiksa baginya. Padahal, dulu, ia sangat terganggu dengan setiap kata yang gadis itu ucapkan.

"Kau gila!" celetuk Xav dengan suara lirih.

Namun, karena mendengarnya, Eireen menoleh. "Siapa yang gila? Aku tidak mengatakan apa-apa."

Xav justru menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Eireen bingung, menatapnya penuh tanya.

'Apa dia mau mengusirku?'

Tidak ada kata, tapi laki-laki itu sudah melepas sabuk pengamannya sendiri.

Eireen sudah khawatir, jika ia akan ditarik keluar oleh Xav. Namun, yang terjadi justru, laki-laki itu mendekat ke arahnya.

"M-mau apa?" tanya Eireen gugup.

Xav tidak menyahut, seperti biasa. Sampai bunyi terdengar. CTEK!

Eireen baru sadar, jika laki-laki itu sedang membuat tempat duduknya menjadi mode tidur.

Ia pun mau tidak mau jadi agak telentang, sambil menatap laki-laki yang wajahnya tampak kesal. "So annoying!"

"Siapa? Aku?" tanya Eireen.

Xav tidak menjawab, padahal ia sedang kesal kepada dirinya sendiri, karena sepeduli itu pada Eireen.

Tanpa kata, ia gunakan sabuk pengamannya, kemudian melajukan mobil kembali, menyusuri jalanan malam itu.

Eireen belum menyadari, jadi ia berpikir dengan herannya. 'Kenapa sih? Aneh sekali.'

Bola matanya melirik kanan kiri, masih berpikir juga. Hingga ia sadar jika ini bentuk perhatiannya si Tuan muda.

Ia tersenyum, menutup wajah, seperti gadis malu-malu kucing. Xav yang meliriknya pun merasa heran. 'Kenapa dengannya? Mulai lagi gilanya?'

Merasa dilihati, Eireen segera menatap ke arah Xav, tersenyum tengil.

"Jangan salah paham! Aku hanya malas saja dengan ocehanmu, jadi menyuruhmu tidur!" sergah Xav menjelaskan. Padahal, Eireen tidak mengatakan apa-apa.

"Dari tadi aku diam, tahu...! Kalau mau cari alasan biar tidak kelihatan perhatian itu ya carilah yang masuk akal sedikit!"

"Siapa yang cari alasan? Itu kenyataan, kau itu mengganggu, bahkan diammu mengganggu!"

"Karena kau peduli. Makanya aku diam pun kau khawatir seperti tadi."

"Heh. Omong kosong!"

Eireen terkekeh. "Selalu saja berkelit. Gengsimu tinggi sekali ya?"

Xav tidak menanggapi. Eireen pun terus bicara, ini itu, dari A sampai Z, kembali lagi ke A, tidak ada lelah-lelahnya.

Kali ini, nada suaranya berbeda, seolah kembali seperti Eireen yang seceria biasanya.

Jadi, Xav lebih merasa tenang dan tidak menyuruhnya tidur. Baginya, mungkin pikiran Eireen sudah lebih baik.

......................

Sementara itu, di tempat lain, seorang laki-laki tampak melapor. "Alat pelacaknya sudah tidak terdeteksi lagi, Bos. Sepertinya sudah ketahuan dan dibuang. Posisi terakhir, justru menjauh dari lokasi sergapan tadi."

"Kau berharap apa kepada anak orang itu, hah? Walau monster, pikirannya masih jalan!"

"Iya, Bos. Saya pikir juga begitu. Tidak mungkin Nona Eireen tahu, sedang selama ini dia tidak menaruh curiga pada liontinnya. Lantas, apa kita perlu cari, Bos? Saya hanya takut, kalau mereka tidak menuju ke tempat itu, setelah tahu, ada alat pelacak itu."

"Tidak-tidak. Tidak perlu lakukan apapun. Aku yakin, dia akan datang ke sana. Jelas-jelas dia seperti orang itu, yang tidak akan berhenti, sampai dendamnya terbayar lunas, atau bahkan lebih."

"Tapi, kalau Keluarga Alistair juga..."

BRAK!

Tiba-tiba saja, suara gebrakan meja terdengar, membuat perkataan laki-laki itu tercekat.

Bosnya menatap nanar, berdiri agak menungging, dengan tangan bertumpu meja di depannya. "Jangan kau sebut nama itu di depanku! Kau dengar?"

"M-maaf, Bos. S-saya tidak akan menyebut lagi nama itu." Anak buahnya sampai ketakutan.

Entah seberapa benci bosnya kepada Keluarga Alistair, sampai menyebut nama saja sampai semarah itu.

"Bagus. Karena kalau tidak, nyawamu pasti akan melayang."

"Ti-tidak akan, Bos. S-sungguh!"

Melihat anak buahnya ketakutan, laki-laki itu menyeringai, kembali duduk dengan nyaman di kursinya. "Aku tidak sabar melihat pertunjukkannya nanti."

"Saya akan siapkan sebaik mungkin, Bos!"

"Tentu saja. Aku sudah menunggu lama untuk

CEKLEK!

Pintu ruangan terbuka berbunyi. Semua mata tertuju ke arah pintu. Ternyata, seorang perempuan berjalan masuk.

"Kalau begitu saya permisi, Bos!" Seolah ingin membiarkan mereka berdua, anak buah laki-laki itu pamit keluar, menutup pintu.

Laki-laki itu berdiri, berjalan mendekat, merentangkan tangan, menyambut perempuan yang datang dengan pelukan. "Sebentar lagi, Honey. Sebentar lagi, balas dendam kita akan tercapai."

Perempuan yang dipeluk hanya diam, ekspresinya tampak datar. Bahkan, matanya kosong, seperti robot, atau orang yang kesadarannya tidak penuh.

......................

Di sisi lain, Dokter Nathan akhirnya didatangi oleh Ayah Xav di rumahnya. "Maaf, Tuan Besar."

Ia tidak bisa berkelit, karena, pasti ayah Xav sudah melihat pembicaraannya dengan Xav melalui rekaman alat komunikasi, yang selalu ia pakai di pin keanggotaannya.

Pin yang dilengkapi kamera, pelacak dan perekam suara itu tidak bisa dilepas, atau akan dicap sebagai pemberontak.

Mengejutkannya, ayah Xav tidak marah, justru berkata, "Lupakan, gadis itu, kau sempat mengambil darahnya, kan?"

"Oh, iya, Tuan Besar. Sample darahnya ada pada saya. Kenapa?"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!