Dibalik cerita kelam dan kesalahan besar, ada luka yang tersembunyi mencari kesembuhan.
"Aku membelimu untuk menjadi wanita bayaranku seorang!" -Bara-
"Pilihanku menerima tawaranmu, dan perasaanku adalah resiko dari pilihanku sendiri " -Shafa-
*
Hanya seorang gadis yang terjebak dalam dunia malam hanya untuk pengobatan Ibunya. Lalu, bertemu seorang pria kaya yang membelinya untuk menjadi wanita bayaran miliknya seorang. Bisa terlepas dari dunia malam saja, dia sudah bersyukur dan menerima tawaran itu.
Namun, sialnya dia salah melibatkan hati dan perasaan dalam situasi ini. Mencintai pria yang membayarnya hanya untuk pemuas gairah saja.
Di saat itu, dia harus menerima kenyataan jika dirinya harus pergi dari kehidupan pria itu.
"Aku harus kembali pada istriku"
Dengan tangan bergetar saling bertaut, dada bergemuruh sesak dan air mata yang mulai menggenang, Shafa hanya mampu menganggukan kepalanya.
"Ya, aku akan pergi dari kehidupanmu"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kenapa Aku?
Setelah Bara pergi bekerja, hari ini adalah saatnya Shafa untuk pergi melihat keadaan Ibu. Selalu berharap ada kabar yang baik setiap kali dia datang menjenguk Ibunya. Namun, sepertinya Tuhan belum cukup menguji kesabaran Shafa lewat Ibunya.
"Hari ini tidak mengamuk lagi, kamu bisa masuk dan berbicara dengannya"
"Iya Sus, terima kasih"
Shafa masuk ke dalam ruangan Ibunya, mengupaskan buah apel untuknya. Ibu terlihat lebih tenang sekarang. "Ibu makan buah apelnya ya. Ini bagus untuk kesehatan Ibu, dulu 'kan Ibu sering sekali membelikan Shafa apel"
Tatapan mata Ibu masih sama, kosong dan seolah memang tidak ada tujuan lagi dalam hidupnya. Semuanya di renggut paksa oleh orang-orang yang kejam padanya. Sampai saat ini, Shafa tidak pernah tahu siapa yang telah tega memper*kosa Ibu di gedung tua itu sampai akhirnya Ibu menjadi seperti ini.
"Jika aku menemukan mereka, aku ingin keluarganya merasakan apa yang aku rasakan. Kehilangan sosok Ibu, melihat Ibu yang seperti ini. Bu, cepat sembuh ya. Shafa kangen Ibu"
Mendengar suara Shafa yang parau, tiba-tiba Ibu menoleh ke arahnya. Tatapannya kali ini tertuju padanya, meski belum sepenuhnya mempunyai fokus.
"Jangan menangis, kamu kuat untuk melewati semua ini" lirihnya.
Shafa tertegun mendengar Ibu mengatakan sebuah kalimat cukup panjang setelah 5 tahun berlalu dan dia tidak pernah berbicara apapun pada Shafa di saat di ajak bicara seperti ini.
"Ibu" Shafa langsung menghambur ke pelukan Ibunya. Air mata tidak tertahankan lagi. Bahkan rasanya tidak percaya jika Ibu akan mengucapkan kalimat seperti itu padanya. "Shafa sayang sama Ibu, cepat pulih ya. Shafa tidak sekuat itu, Bu... Hiks.. Shafa sakit dengan semuanya, Shafa ingin Ibu kembali seperti dulu. Ibu yang selalu memeluk Shafa, menguatkan Shafa dalam segala hal. Hiks... Sekarang sandaran Shafa mulai goyah tanpa Ibu"
Ibu kembali diam, bahkan tatapannya kembali kosong. Shafa hanya bisa mengusap kasar air mata yang sudah lolos begitu saja. Memegang kedua tangan Ibunya dengan lembut.
"Shafa yakin Ibu pasti kembali pulih. Tolong cepat pulih dan kembali sebagai sandaran Shafa ya Bu"
Setelah banyak berbicara pada Ibunya, meski yakin Ibu tidak begitu menanggapi. Tapi, setidaknya tempatnya bercerita hanya Ibu sejak dulu. Dan jika sekarang Ibu seperti ini, maka semuanya membuat Shafa sedikit tidak merasa baik.
"Loh Laurent, kau disini"
Langkah Shafa berhenti saat menuju mobilnya terpakir. Menoleh pada seseorang di dalam mobil pinggir jalan yang kaca jendela mobilnya terbuka. Sebenarnya Shafa tidak pernah ingin bertegur sapa lagi dengan orang-orang yang pernah dia kenal di dunia malamnya.
"Eh aku lupa, pasti kamu habis melihat Ibumu yang gila itu ya"
Tangan Shafa mengepal erat, melirik tajam pada perempuan di dalam mobil hitam itu. Meski itu adalah sebuah kenyataan, tapi Shafa tetap tidak pernah rela jika Ibunya dikatakan gila oleh siapapun.
Huh.. Tenang Shafa, ingat ini dimana. Jangan sampai membuat sebuah keributan.
Akhirnya Shafa memilih masuk ke dalam mobil tanpa menghiraukan sedikit pun ucapan perempuan itu.
"Wah mobilmu mewah sekali, ternyata kau berhenti karena sudah punya Sugar Daddy ya. Om-om mana yang kau kencani saat ini, Shafa?"
Shafa menutup pintu mobilnya dan benar-benar tidak ingin menghiraukan ucapan orang itu. Shafa melajukan mobilnya meninggalkan pekarangan rumah sakit. Tangannya memegang kemudi dengan erat, meluapkan rasa marah dan kesal pada perempuan tadi, tapi Shafa tidak ingin lagi membuat keributan.
Ketika kembali ke Apartemen, Shafa merasa tubuhnya sangat lelah. Dia menjatuhkan tubuhnya ke atas sofa bed di ruang tengah. Menatap langit-langit kamar dengan tatapan menerawang.
"Kapan semuanya berakhir? Akankah berakhir?"
Masa lalu tetap sebuah ceria yang tidak akan pernah bisa dilepaskan dari diri yang masih bernyawa. Bahkan ketika nyawa sudah berpisah dengan raga pun, tetap selalu ada cerita masa lalu dalam hidupnya.
"Bagaimana menghilangkan predikat wanita malam dalam diri ini? Bagaimana menghilangkan identitas Laurent dalam diriku?"
Rasanya sudah lelah sekali ketika Shafa harus menghadapi orang-orang yang mengetahui tentang masa lalunya. Dan sekarang harus berperang dengan mereka yang mengungkit masa lalunya.
"Kau kenapa?"
Suara bariton itu membuat Shafa langsung terbangun, melihat Bara yang berdiri di ujung sofa bed. "Kamu sudah pulang? Tumben, ini masih sore"
"Ya, aku akan pergi lagi nanti malam" Bara duduk di samping Shafa, menatapnya datar. "Kau sedang apa?"
Shafa menggeleng pelan, dia menghembuskan napas panjang sambil bersandar di sofa. "Tidak papa, hanya sedikit bosan saja hanya berdiam disini"
"Skripsimu bagaimana?"
"Sudah hampir selesai, tinggal tanda tangan"
"Baguslah" ucap Bara sambil mengelus puncak kepala Shafa. Membuat gadis itu terdiam dengan wajah memerah. "Malam ini ikut denganku, ada acara yang perlu aku hadiri dan aku tidak ada teman untuk pergi"
"Per-pergi dengan kamu? Kemana? Kenapa aku?"
Iya, kenapa aku? Bukannya dia juga sudah punya istri, kenapa malah mengajakku?
"Memangnya kenapa? Kau sudah aku bayar untuk melakukan apapun yang aku perintahkan. Benar 'kan?"
Shafa terdiam mendengar itu, ya itu memang benar adanya. Tapi untuk menemaninya ke sebuah acara, itu cukup membuatnya bingung. Karena Shafa tahu jika Bara juga sudah mempunyai seorang istri, dan kenapa dia tidak membawa istrinya saja?
"Tapi 'kan-"
"Hanya acara biasa bersama teman-temanku. Kau tidak perlu tegang begitu"
"Non formal?"
"Ya, non formal. Jadi kau bisa santai"
Shafa mengangguk meski sebenarnya dia tidak terlalu yakin akan bisa tenang meski ini adalah acara yang tidak formal. Pergi dengan Bara untuk menghadiri acara bersama teman-temannya, itu seperti sebuah hal yang menakutkan bagi Shafa. Karena dia akan bertemu orang-orang baru.
"Cepat mandi dan bersiap, kita pergi satu jam lagi"
Shafa mengangguk pelan, dia berjalan gontai menuju kamar. Meski pikirannya masih ingin menolak untuk ikut, tapi dia sadar jika tugasnya hanya menurut pada pria yang sudah membayarnya begitu banyak.
Banyak hal yang membingungkan, sebenarnya dimana istrinya? Kenapa dia malah mengajakku untuk pergi ke acara teman-temannya?
Masih menjadi pertanyaan yang belum terjawab sampai sekarang. Tentang bagaimana kehidupan Bara yang sebenarnya, siapa istrinya, dan apa tujuannya membayar Shafa jika bukan hanya untuk pemuas gairah saja.
Ketika Shafa keluar dari ruang ganti, dia mendengar Bara sedang berbicara dengan seseorang di telepon. Posisinya membelakangi Shafa, sehingga dia tidak menyadari akan kehadirannya.
"Ya akan aku bawa dan tunjukan pada kalian. Pastinya kalian akan memuji seleraku. Kau pikir aku bodoh dalam memilih wanita bayaran untukku seorang. Dia pemain handal, bahkan sempat sengaja menawarkan diri ketika dia selesai menstruasi. Haha"
Senyuman getir, menunjukan jika apa yang dia dengar sekarang, sudah berhasil menghapus semua praduganya selama ini.
Ya, semua pria sama saja. Apa yang mau di hargai dari kamu yang dia ambil dan dunia malam, Shafa.
Bersambung