NovelToon NovelToon
Heera. Siapakah Aku?

Heera. Siapakah Aku?

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintamanis / Berbaikan / Cinta Seiring Waktu / Mengubah Takdir / Putri asli/palsu
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Dian Fauziah

Heera Zanita. Besar disebuah panti asuhan di mana dia tidak tahu siapa orang tuanya. Nama hanya satu-satunya identitas yang dia miliki saat ini. Dengan riwayat sekolah sekedarnya, Heera bekerja disebuah perusahaan jasa bersih-bersih rumah.
Disaat teman-teman senasibnya bahagia karena di adopsi oleh keluarga. Heera sama sekali tidak menginginkannya, dia hanya ingin fokus pada hidupnya.
Mencari orang tua kandungnya. Heera tidak meminta keluarga yang utuh. Dia hanya ingin tahu alasannya dibuang dan tidak diinginkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dian Fauziah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

11

Aku melihat lembaran-lembaran itu. Di mana di sana tertulis semua perjalanan hidup Mada. Di mana dia dilahirkan disebuah keluarga yang berada dan penuh cinta. Bahkan ibuku juga pernah merawat Mada karena sulit melupakan aku yang saat itu dikira meninggal.

Sampai datang Ayu yang merusak rumah tangga orang tua Mada. Mada yang saat itu masih kecil mengira semua itu normal. Pada saat tumbuh dewasa dia mulai menyelidiki semuanya. Apa lagi kematian Ibu Rima yang membuat Mada begitu terluka.

Sampai akhirnya Mada tahu kenapa ibunya dicelakai sampai meninggal. Ibu Rima tahu beberapa rahasia milik Ibu Heni dan ini mengancam bagi keluarga Hilmar. Ayu hanya pion bagi keluarga Hilmar. Walaupun Ayu juga mendapat keuntungan yang tidak sedikit dari hal ini.

Pernikahan ini terjadi karena rencana Mada. Dia ingin aku mengambil alih semua aset keluarga Hilmar. Dengan cara ini dia juga bisa tahu kenapa keluarga Hilmar sampai melenyapkan Ibu Heni dan Ibu Rima.

Yang membuatku bungkam dari semuanya adalah aku dianggap sudah meninggal saat lahir. Kenyataannya adalah orang yang di suruh Oma Melati membunuhku memilih tidak melakukannya. Dia bahkan mencuri kalung Ibu Heni untuk dibuang bersamaku.

Ini hal tergila yang pernah aku tahu dalam hidupku. Bagaimana bisa seorang nenek tega melakukan semua ini. Bagaimana dia tidak memiliki hati saat memintaku dibunuh di hari kelahiranku sendiri.

Aku teringat dengan Ibu Lia. Dia pasti tahu sesuatu sampai menyimpan kotak kalung itu sangat lama. Dia pasti tahu sedikit hal tentang diriku. Aku akan meluangkan waktu untuk bertemu dengan Bu Lia.

Lembaran-lembaran itu aku kumpulkan kembali. Aku meletakkannya di meja kerja Mada. Setelah itu aku keluar dari sana. Suasana sepi langsung terasa. Entah sudah berapa lama aku di dalam ruang kerja Mada sampai tidak tahu waktu.

Baru aku kaget saat melihat jam dinding ini sudah jam dua dini hari. Lalu kemana Mada, dia tidak ada di apartemen ini. Apa dia begitu marah padaku sampai tidak pulang. Aku baru ingat, malam ini ada acara di keluarga Wijaya mungkin Mada ke sana dan menginap.

Baru aku berniat untuk istirahat. Pintu utama terdengar ketukan. Sesaat aku ragu, tapi aku memberanikan diri untuk melihat siapa yang datang semalam ini.

Ketukan itu terus terdengar sampai aku membukanya. Mada, dia terlihat mabuk dengan seorang pria di sampingnya. Pria itu terlihat tenang saat melihatku.

"Ada apa dengannya?" tanyaku.

Pria di samping Mada tidak menjawab. Dia hanya meninggalkan Mada begitu saja denganku. Susah payah aku membawa Mada duduk di sofa. Baru setelah itu aku membantunya membuka sepatu dan kaus kaki, juga jas dan dasi yang masih rapi.

Selama pernikahan, baru kali ini aku melihat Mada yang begitu kacau. Padahal biasanya dia adalah pria dingin dan datar. Aku berniat mengambil selimut saat Mada menarikku ke sisinya.

"Percayalah, aku tidak ada niat menyakitimu."

Setelah mengatakan itu Mada tertidur. Entah tidur, entah pingsan. Aku hanya tersenyum kecil dan kembali dengan niat awalku. Menyelimuti tubuh Mada agar tidak kedinginan saat tidur. Aku juga tidur di sofa yang lain karena tidak mungkin meninggalkan pria itu sendirian di sini.

Sebenarnya bukan tidak mau aku membawa Mada ke kamar. Hanya saja kamar kami di lantai dua, tidak mungkin aku menggendongnya sampai atas.

*.*.*.*

Aku terbangun karena mencium aroma masakan. Benar saja, Mada sudah tidak ada di tempatnya. Dia tengah sibuk di dapur dan berkutat dengan kompor. Hal yang baru aku lihat saat ini. Padahal saat pertama bertemu dia memintaku untuk masak.

Dengan muka bantal aku duduk di meja makan. Menatap Mada yang sibuk dengan segala peralatannya. Dia bahkan sudah mandi dan berganti pakaian.

"Maaf semalam aku merepotkanmu," kata Mada sembari meletakkan sepiring nasi goreng di depanku.

"Sama sekali tidak merepotkan. Justru aku meminta maaf karena sudah berprasangka buruk padamu."

Mada hanya tersenyum. Sebelum aku menyantap sarapan spesial itu. Aku memilih untuk mencuci wajahku dulu. Untuk mandi, aku bisa melakukannya nanti setelah makan.

Selesai sarapan aku dan Mada kembali sibuk dengan urusan kami masing-masing. Mada berangkat ke kantor dan aku ke rumah keluarga Hilmar. Di mana hari ini, aku akan menerima permintaan Oma Melati menjadi cucunya.

Ini baru perjalananku. Dalam urusan cinta di mana kata cinta belum ada sampai saat ini. Urusan keluarga, di mana aku akan mencari siapa diriku ini dalam keluarga Hilmar.

"Nanti mau aku jemput?"

"Tidak perlu. Aku akan langsung ke apartemen begitu selesai urusan di sana."

"Kabari aku jika ada sesuatu."

"Tentu."

Aku turun di pintu masuk perumahan. Setelah mengatur sedikit nafasku aku kembali berjalan. Sebuah mobil melewati diriku yang tengah berjalan. Jelas terlihat Elvi yang tengah duduk santai di kursi penumpang. Dia begitu menikmati kehidupannya saat ini.

Jika dia tidak mengusikku, aku akan diam. Namun, jika dia berani menyentuhku. Aku akan membuatnya kehilangan semua kemewahan yang sudah dia dapatkan.

Aku tidak menyangka Oma Melati sudah menungguku dengan senyum hangat. Aku mencoba tetap tenang dan memeluk hangat Oma Melati. Pelukan hangat yang kurasa semu.

"Maaf membuat Oma menunggu," kataku.

"Tidak. Oma baru saja mengantar anak Oma ke kantor."

"Begitu ya, Oma."

"Ayo masuk. Arga sudah menunggumu."

Nafasku seakan terhenti, namun aku mencoba kembali tenang. Kami masuk, di mana saat ini Pak Arga tengah duduk di taman belakang. Dia tengah melukis, lukisan yang sangat indah.

Lukisan penuh cinta. Di mana seorang wanita berdiri di sisi danau dengan gaun putih. Tangannya memegang bunga mawar merah dengan senyuman tipis. Ibu Heni, benar-benar terlihat cantik di sana.

Tidak aku sangka, orang yang aku kira kasar ternyata bisa menciptakan lukisan yang indah. Terlihat sesekali Pak Arga melihat ke arah langit, tersenyum, lalu kembali melanjutkan goresan tintanya.

"Lukisannya indah," lirihku.

Oma Melati menoleh padaku. "Dia Heni. Menantuku yang sudah meninggal. Bukankah matanya sama denganmu."

"Menurutku tidak sama."

"Tapi menurut Arga kau sama dengannya."

Aku diam. Angin begitu terasa kini, bahkan anak rambutku bergerak-gerak karenannya. Ibu Heni dianggap menantu, tapi kenapa dilenyapkan bahkan aku juga harus ikut menanggungnya. Ada rahasia apa sampai Oma Melati melakukan semua ini.

"Aku harap kedatanganmu membuat Arga kembali seperti dulu."

"Aku harus apa Oma?"

"Jadilah anaknya. Kita sudah membahas hal ini sebelumnya."

"Jika dia tahu yang sebenarnya bagaimana?"

"Itu urusanku. Kau buat dia normal, aku akan membayar berapapun kau mau."

"Deal."

Kami berjabat tangan dengan erat. Setelah itu aku akan berperan menjadi anak yang begitu merindukan ayahnya. Oma Melati, ini awal dari kehancuran keluarga Hilmar. Oma Melati, kau sendiri yang mengundangku masuk ke keluarga ini. Kau yang memintaku kembali.

1
Berlian Nusantara dan Dinda Saraswati
ehhh blm ada yg ketemu novel ini kah aku izin baca ya thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!