Berkisah mengenai Misha seorang istri yang baru saja melahirkan anaknya namun sayangnya anak yang baru lahir secara prematur itu tak selamat. Radit, suami Misha terlibat dalam lingkaran peredaran obat terlarang dan diburu oleh polisi. Demi pengorbanan atas nama seorang istri ia rela dipenjara menggantikan Radit. 7 tahun berlalu dan Misha bebas setelah mendapat remisi ia mencari Radit namun rupanya Radit sudah pindah ke Jakarta. Misha menyusul namun di sana ia malah menemukan sesuatu yang menyakitkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Drama Dicolek
Rasa syukur terpancar dari wajah Bu Lastri. Hatinya kini terasa lebih lega. Warung Bahagia kembali ramai. Kini tidak ada lagi caci maki dan fitnah dari Bu Ratmi. Wanita itu sudah mendekam di penjara, mempertanggungjawabkan perbuatannya.
"Alhamdulillah, Pak. Dagangan kita laku semua hari ini," ucap Bu Lastri pada Pak Raharjo.
Pak Raharjo tersenyum. "Iya, Bu. Berkah kesabaran kita. Berkah Misha juga."
Bu Lastri mengangguk. "Misha itu anak baik, Pak. Pantas saja rezekinya mengalir deras."
Kini, Misha tidak lagi bekerja sendirian di depan. Ia dibantu oleh Bu Lastri. Namun, para pembeli yang sebagian besar adalah laki-laki, tetap antusias datang ke warung. Mereka tahu, Misha adalah wanita baik-baik. Kabar tentang Bu Ratmi yang dipenjara karena memfitnah Misha sudah menyebar luas.
Seorang pembeli mendekati Misha. "Mbak Misha, saya turut prihatin ya atas kejadian yang menimpa Mbak. Tapi saya senang, kebenaran akhirnya terungkap."
Misha tersenyum. "Terima kasih banyak, Mas. Doakan saya bisa lebih kuat."
"Pasti, Mbak. Saya yakin, Mbak Misha adalah wanita yang sangat kuat," jawab pembeli itu.
Di seberang jalan, Bu RT menatap warung Pak Raharjo dengan tatapan penuh iri. Ia melihat Misha melayani pembeli, wajahnya yang cantik tersenyum ramah. Ia melihat bagaimana para pembeli laki-laki bertegur sapa dengan Misha. Ia merasakan amarah yang membara di dadanya. Namun, ia tidak berani berbuat ulah. Ia ingat, suaminya sudah memperingatkan dirinya. Ia tidak mau bernasib sama seperti Bu Ratmi.
"Lihat tuh, Bu," bisik Bu Ratmi pada Bu Endah yang sedang duduk di sampingnya. "Si Misha itu! Masih saja menggoda suami orang! Padahal Bu Ratmi sudah dipenjara, dia tidak kapok-kapok juga!"
Bu Endah hanya diam. Ia tidak mau lagi terlibat. Ia sudah lelah dengan drama ini.
Bu RT menahan diri. Ia melihat rezeki Misha mengalir deras. Ia melihat kebahagiaan terpancar dari wajah Misha. Ia merasa iri. Namun, ia tahu, ia tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya bisa menghela napas panjang, menelan semua kekesalan di hatinya. Ia tidak mau membuat ulah dan menyusul Bu Ratmi ke penjara.
"Sudahlah, Bu. Kita tidak usah ikut campur lagi," kata Bu Endah. "Misha tidak salah. Kita yang salah."
Bu RT menatap Bu Endah, lalu menatap Misha yang sedang tertawa bersama Bu Lastri. Ia menyadari, ia sudah kalah. Ia kalah dari Misha, dari kebaikan Misha. Ia tidak bisa lagi menyangkal, bahwa Misha adalah wanita baik-baik. Ia hanya bisa menunduk, mengakui kekalahannya.
****
Matahari siang terasa membakar kulit, namun tak menghentikan langkah para pembeli untuk singgah di Warung Bahagia. Hari ini, Misha melayani sendirian karena Bu Lastri sedang pergi pengajian di masjid. Pak Raharjo sibuk di dapur, suara wajan dan aroma masakan berpadu menciptakan harmoni yang akrab. Antrean pembeli mengular panjang, Misha melayani dengan senyum ramah dan cekatan, meskipun lelah mulai terasa.
"Nasi goreng satu, ya, Mbak," ucap seorang pembeli.
"Siap, Mas. Ditunggu, ya," jawab Misha, lalu bergegas menuju dapur.
Saat kembali, Misha mendapati antrean semakin panjang. Keringat membasahi pelipisnya, namun ia terus melayani dengan sabar. Tiba-tiba, ia merasakan sebuah tangan mencolek lengannya. Misha terkejut, ia menoleh, dan melihat seorang pria di antrean. Pria itu menatap Misha dengan tatapan nakal, dan tersenyum sinis.
Misha segera melangkah mundur. Ia menatap pria itu dengan tatapan tajam. "Maaf, Mas. Tolong berlaku sopan. Jangan kurang ajar," ucap Misha, suaranya dingin.
Pria itu terkejut. Ia tidak menyangka Misha akan bereaksi seperti itu. "Loh, kok galak amat, Mbak? Saya cuma mau pesan."
"Kalau mau pesan, antre dengan benar. Jangan pakai main colek," jawab Misha tegas.
Suasana mendadak gaduh. Para pembeli lain yang melihat kejadian itu, mulai berbisik-bisik. Mereka menatap pria itu dengan tatapan tidak suka. Pria itu merasa malu, namun ia tidak mau kalah. "Alah, sok suci! Padahal kan, suka digoda juga!" gumamnya, namun cukup keras hingga Misha mendengarnya.
Misha mengepalkan tangannya. Ia ingin melampiaskan amarah, namun ia tahu, ia harus bersabar. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya.
Di seberang jalan, Bu RT yang sedang duduk di teras rumahnya, melihat kejadian itu. Matanya berbinar. Ia segera mengambil ponselnya, lalu merekam diam-diam. Dengan tangan gemetar, ia merekam setiap momen: Misha yang menolak pria itu, Misha yang berdebat, dan Misha yang terlihat kesal.
Setelah puas merekam, Bu RT mengunggah video itu di media sosial. Kali ini, ia menambahkan bumbu yang lebih bombastis. "Lihat! Si Misha, wanita penggoda itu! Mulai jual mahal! Padahal kan, dia senang digoda!"
Dalam sekejap, video itu menyebar luas. Netizen yang sudah termakan hasutan Bu RT langsung menghujat Misha. "Wanita ular! Cuma mau duit! Padahal digoda saja sudah senang!" "Wanita munafik! Di depan sok suci, padahal aslinya..."
Misha yang tidak tahu apa-apa, terus melayani pembeli. Ia melihat beberapa orang menatapnya dengan tatapan aneh, namun ia tidak peduli. Ia hanya ingin fokus pada pekerjaannya. Ia ingin membuktikan, ia adalah wanita baik-baik, yang bekerja keras, dan tidak pantas dihina.
****
Panas terik siang hari di gang itu terasa membakar, namun tidak lebih panas dari gosip yang beredar. Di teras rumah Bu RT, beberapa ibu-ibu berkumpul. Bu RT dengan bangga menunjukkan video di ponselnya kepada Bu Endah dan Bu Nanik. Video itu adalah rekaman saat Misha menolak seorang pembeli yang mencoleknya di warung.
"Lihat tuh! Saya sudah bilang apa?" kata Bu RT, suaranya dipenuhi kemenangan. "Si Misha itu! Sok jual mahal! Padahal aslinya kan..."
Bu Endah dan Bu Nanik menatap video itu dengan saksama. Mereka melihat Misha yang tampak kesal dan menolak pria itu dengan tegas. Namun, Bu RT telah membumbui cerita itu dengan kebohongan.
"Dia itu pura-pura menolak, padahal aslinya senang digoda," hasut Bu RT. "Dia cuma mau laki-laki kaya seperti Pak Rendy, bukan laki-laki biasa seperti pembeli itu!"
Ucapan Bu RT berhasil. Bu Endah dan Bu Nanik, yang tadinya ragu, kini percaya. Mereka mengabaikan konsekuensi bahwa perbuatan mereka bisa membuat mereka menyusul Bu Ratmi ke penjara. Mereka hanya ingin membenarkan diri mereka, membenarkan semua tuduhan yang sudah mereka lontarkan kepada Misha.
"Benar juga, Bu," kata Bu Endah, mengangguk setuju. "Masa sih wanita secantik dia mau kerja di warung kecil?"
"Nah! Itu dia! Pasti ada udang di balik batu!" timpal Bu Nanik.
Di tengah pembicaraan mereka, Bu Lastri dan Bu Susi melintas, baru pulang dari pengajian. Mereka melihat Bu RT dan ibu-ibu lain sedang berkumpul. Bu RT yang melihat Bu Lastri, langsung menyunggingkan senyum sombong.
"Eh, Bu Lastri! Sini! Saya mau tunjukkan sesuatu sama kamu!" panggil Bu RT, suaranya lantang.
Bu Lastri dan Bu Susi saling berpandangan, lalu mendekati mereka.
"Apa, Bu?" tanya Bu Lastri, suaranya dingin.
"Ini!" Bu RT menunjukkan video di ponselnya. "Lihat sendiri! Kamu masih mau membela Misha?! Wanita ini memang wanita murahan! Jelas-jelas dia menggoda laki-laki!"
Bu Lastri terkejut. Ia menatap video itu, lalu menatap Bu RT dengan tatapan tidak percaya. "Apa-apaan ini, Bu RT?! Kenapa Ibu merekam Misha?!"
"Kenapa? Supaya kamu tahu, kalau wanita yang kamu bela itu memang wanita tidak benar!" jawab Bu RT, pongah. "Kamu lihat! Misha itu berani menolak pembeli! Padahal kan, kalau dia wanita baik-baik, dia harusnya bersikap ramah sama pembeli!"
"Berhenti, Bu RT!" teriak Bu Susi. "Itu sudah jelas-jelas fitnah! Misha hanya ingin berlaku sopan! Dia tidak mau dicolek! Kenapa kalian menyalahartikannya?!"
"Halah, sok suci!" Bu RT tertawa sinis. "Kamu pasti dibayar Misha, kan?"
"Saya tidak dibayar! Saya hanya membela kebenaran!" jawab Bu Susi, suaranya meninggi. "Kalian berdua, dan Bu Nanik, dengar! Apa kalian mau bernasib sama seperti Bu Ratmi?! Misha bisa melaporkan kalian ke polisi! Dan saya, saya siap menjadi saksi!"