NovelToon NovelToon
Hadiah Terakhir Dari Ayah

Hadiah Terakhir Dari Ayah

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Cinta setelah menikah / Keluarga / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:579
Nilai: 5
Nama Author: GoodHand

Desa Tirto Wening adalah sebuah desa yang ada di pelosok sebuah wilayah Kabupaten. Dipimpin oleh seorang pemimpin berdarah biru yang merupakan keturunan bangsawan keraton, desa itu terkenal dengan kemakmuran warganya.

Mahesa Narendra, pria tampan yang di gadang - gadang akan menjadi penerus kepemimpinan sang Ayah di Desa Tirto Wening, di minta untuk menikahi seorang gadis, putri dari sahabat Ayahnya.

Pak Suteja, sahabat sang Ayah, meminta Raden Mas Mahesa untuk menikahi putrinya yang bernama Anaya Tunggadewi. Semua itu Pak Suteja lakukan untuk melindungi putri semata wayangnya dari keluarga yang sedang memperebutkan harta waris.

Bagaimanakah romansa di antara keduanya?
akankah mereka berdua hidup bahagia?
apakah Anaya akan betah tinggal bersama suaminya di desa?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GoodHand, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

2. Pendapat Keluarga

"Apa? Raden Mas mau di jodohkan dengan putrinya Pak Suteja." Raden Madana, adik dari Raden Mas Mahesa terkejut saat mendengar cerita dari kakaknya.

‎"Terkejut banget kamu? Kenapa to? Kamu kenal sama putrinya Pak Suteja, sahabat Romo itu?." Tanya Raden Mas Mahesa.

‎"Masalah ini, Raden Mas!" Kata Raden Madana.

‎"Masalah apa to, Le?" Sahut Gusti Ayu, sang Ibunda.

‎"Ibu sudah dengar kata Romo, kalau Raden Mas mau di jodohkan dengan putrinya Pak Suteja?." Tanya Raden Madana.

‎"Sudah, ini tadi. Makanya ibu kesini, mau bertanya ke Raden Mas." Kata Gusti Ayu.‎

"Lha terus, maksudmu itu masalah gimana?." Tanya Raden Mas Mahesa pada adiknya.

‎"Masalahnya, kok ya Raden Mas ini beruntung! Putrinya Pak Suteja tuh cantik banget, ramah, sopan, pinter juga." Jelas Raden Madana dengan semangat.

‎"Kamu kenal? Pernah ketemu?." Tanya Raden Mas Mahesa.

‎"Ciyee penasaran!" Ledek Raden Madana.

‎"Dan! Mas tanya beneran lho! Emang kamu tau namanya?." Kata Raden Mas Mahesa yang menatap tajam adiknya.

‎"Ibu juga kenal anaknya kok, kan beberapa kali sudah ketemu. Aku ya paham, orang itu seniorku dulu di kampus, namanya Anaya Tunggadewi, to?. Putrinya Pak Suteja itu, bunga di kampus, gak ada Dosen dan Mahasiswa yang gak kenal dengan dia." Cerita Raden Madana.

‎"Ibu sudah kenal dengan Anaya?." Tanya Raden Mas Mahesa pada Gusti Ayu.

‎"Iya, Le. Persis seperti apa yang di bicarakan adikmu." Jawab Gusti Ayu dengan penuh senyuman.

‎"Gimana, Raden Mas? Kamu terima apa enggak? Kalau Raden Mas gak mau, aku mau." Gurau Raden Madana.

‎"Raden Madana! Gak baik seperti itu, saru!" Tegur Gusti Ayu pada putra keduanya.

‎"Ngapunten (maaf) Ibu, Raden Mas, cuma bercanda saja." Kata Raden Madana sambil meringis.

‎"Menurut Ibu, bagaimana?." Tanya Raden Mas Mahesa pada Ibundanya.

‎"Sejauh yang Ibu kenal, Anaya itu anak yang baik. Ibu rasa, dia pantas menjadi pendampingmu. Tapi, jika kamu menikahinya, maka tanggung jawabmu berat, Le. Anaya itu menjadi incaran keluarga Pak Suteja, tentu kamu harus benar - benar bisa melindunginya." Jawab Gusti Ayu sambil mengusap punggung putranya.

"Emangnya Mbak Anaya itu kenapa, Bu, Mas?." Tanya Madana yang tak mengetahui masalah keluarga Pak Suteja.

"Jadi, Anaya itu di warisi warisan yang tidak sedikit oleh mendiang bapaknya Pak Suteja, alias Kakeknya Anaya. Nah, timbul lah kecemburuan dari saudara Pak Suteja yang lain. Kenapa hanya Anaya yang di beri warisan langsung sedangkan cucu yang lain tidak." Jawab Gusti Ayu.

"Lagian aneh juga, kan cucunya gak cuma satu." Sahut Raden Madana.

"Masalahnya, yang selama ini mengurusi mendiang kakeknya itu hanya Pak Suteja, istrinya dan Anaya. Anaknya yang lain itu datang kalau cuma ada maunya saja, Dan." Kali ini Raden Mas Mahesa yang menjawab.

"Lalu, kenapa mereka mempermasalahkan itu? Harusnya tau diri dong!." Ujar Raden Madana.

"Ya itu, namanya juga orang rakus dan tergila - gila dengan harta. Akhirnya mereka berusaha merebut warisan itu dari Anaya." Kata Raden Mahesa.

"Maka dari itu, Melas (kasihan) Anaya. Ibunya sudah gak ada, Ayahnya sakit - sakitan, masih juga di ganggu keluarganya sendiri yang harusnya bisa melindunginya." Ujar Gusti Ayu yang merasa sedih dengan kondisi Anaya.

Raden Mas Mahesa tampak terdiam, entah apa yang sedang ia pikirkan saat ini. Hatinya pun turut terenyuh mendengar cerita tentang Anaya. Namun ia tak ingin pernikahan ini hanya berlandaskan iba. Ia harus benar - benar meyakinkan diri jika bisa menjaga Anaya sepenuhnya.

‎"Ciyee yang mau nikah." Goda Raden Ajeng Meshwa yang tiba - tiba bergabung dengan mereka.

‎"Beneran Raden Mas mau nikah?." Tanya si bungsu, satu - satunya putri dari Kanjeng Gusti dan Gusti Ayu.

‎"Belum, masih mikir - mikir. Kenapa? Takut punya saingan?." Tanya Raden Mas Mahesa.

‎"Gak ya! Aku pasti tetep jadi nomor satu di hati Raden Mas Mahesa dan Raden Madana." Jawab Raden Ajeng Meshwa sambil tertawa.

"Jangan kePeDean kamu, Dek Ajeng." Sahut Raden Madana sambil mencubit pipi adiknya.

"Terus, emangnya Raden dan Raden Mas gak sayang sama aku lagi kalau sudah menikah?." Tanya Raden Ajeng Meshwa dengan sedih.

"Tetep sayang lah, Dek Ajeng." Jawab Raden Mas Mahesa sambil mengusap kepala adiknya.

‎"Gak boleh seperti itu, Nduk. Kamu jangan terlalu manja sama Mas - Masmu, apa lagi setelah mereka menikah. Takutnya nanti saudara iparmu cemburu." Nasihat Gusti Ayu pada putrinya.

‎"Njih Ibu, Meshwa mengerti. Ibu tenang aja, Meshwa pasti baik sama saudara ipar Meshwa." Jawab Raden Ajeng Meshwa.

‎"Kamu tau gak, Dek Ajeng, siapa yang mau di jodohkan sama Raden Mas?." Tanya Raden Madana yang tentu di jawab gelengan oleh Raden Ajeng Meshwa.

‎"Mbak Anaya, putrinya Pak Suteja." Jawab Raden Madana.

‎"Hah? Serius? Demi apa? Mbak Anaya yang mau jadi saudara iparku?." Tanya Raden Ajeng Meshwa dengan kekagetannya sambil melihat ke arah sang Ibu dan dua Kakaknya.

‎Gusti Ayu dan Raden Madana kompak mengangguk, berbeda dengan reaksi Raden Mas Mahesa yang justru menelisik reaksi adiknya.

‎"Kenapa kok kaget?." Tanya Raden Mas Mahesa pada adiknya.

‎"Kaget lah! Lagian perempuan secantik, sebaik dan sepintar Mbak Anaya, emang mau sama Raden Mas?. Ya walaupun Raden Mas juga tampan, gagah dan pintar." Ledek Raden Ajeng Meshwa sambil tertawa.

‎"Kamu udah kenal juga sama Anaya?. Kayaknya cuma Mas yang gak kenal dia." Kata Raden Mas Mahesa yang membuat mereka tertawa.

‎"Makanya, Raden Mas, jangan kelamaan kuliah di luar negri. Betah banget di sana, untung inget pulang." Ledek Raden Madana.

‎"Raden Mas kuliah di luar negri juga kan karna dapet beasiswa dari negara. Ya tentu ingat pulang, kan tujuan di kuliahkan di luar negri itu biar bisa membangun negara menjadi lebih baik lagi." Kata Gusti Ayu.

‎"Tuh, denger kata Ibu, kan?." Sahut Raden Mas Mahesa yang merasa di bela.

‎"Raden Mas, terima aja Mbak Anaya. Aku seneng banget deh kalo punya ipar kayak Mbak Anaya. Orangnya baik banget, Raden Mas pasti gak akan kecewa." Bujuk Raden Ajeng Meshwa sambil bergelendot di lengan kakaknya.

‎"Mas pikir - pikir dulu, masih ada satu hari untuk berpikir. Masalahnya, menikah ini kan seumur hidup, Dek Ajeng. Kalau Mas ternyata gak mampu bertanggung jawab sama dia lalu gak mampu jadi suami yang baik, gimana? Kan kasihan dia." Jawab Raden Mas Mahesa.

‎"Masak iya, Raden Mas yang baik, tampan dan rupawan ini gak mampu? Pasti mampu, lah! Aku yakin seratus persen." Raden Ajeng Meshwa meyakinkan Kakaknya.

‎"Kok kayaknya jadi kamu yang ngebet pingin Raden Mas nikah, Dek Ajeng?." Ledek Raden Madana.

‎"Iya, biar aku cepet punya saudara perempuan. Bosen tiap hari cuma lihat wajah Raden Mas dan Raden Madana." Gurau Raden Ajeng Meshwa.

"Masak kamu bosen lihat wajah tampanku dan Raden Mas? Kamu tuh beruntung, bisa lihat wajah tampan pria sedesa Tirto Wening ini setiap hari." Sergah Raden Madana.

‎"Yang ada capek! Tiap hari teman - temanku selalu nanyain Raden dan Raden Mas. Perasaan juga biasa aja gini wajahnya." Keluh Raden Ajeng Meshwa.

"Nah itu berarti bukti kalau memang ketampananku dan Raden Mas ini memang terkenal dimana - mana." Kata Raden Madana yang membuat Raden Ajeng Meshwa mencebik.

‎"Sudah - sudah, jangan berdebat gini. Ayo sholat, sudah adzan ashar itu." Titah Gusti Ayu yang beranjak bersama tiga buah hatinya dari pendopo tempat mereka mengobrol.

1
FDS
Bagus, berlatar di desa. alurnya juga menarik
Codigo cereza
Teruslah menulis, ceritanya bikin penasaran thor!
GoodHand: terima kasih
total 1 replies
riez onetwo
Mupeng
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!