Impian memiliki rumah tangga harmonis ternyata harus berakhir di usia pernikahan yang ke 24 tahun. Handi sosok suami yang di harapkan bisa melindungi dan membahagiakannya, ternyata malah ikut menyakiti mental dan menghabiskan semua harta mereka sampai tak tersisa. Sampai pada akhirnya semua rahasia terungkap di hadapan keluarga besar ayah dan ibu Erina juga kedua anak mereka yang beranjak dewasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Enigma Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Anak tersayang
Aku segera mendekat ke samping mba Maya yang sedang berdiri di dekat rak sepatu.
"Mba Maya, itu kenapa di biarkan. Kasihan matanya ibu. Kan baru di operasi katarak," aku protes ke kakak iparku sambil melihat adegan Dito yang tampak senang mengarahkan pistol mainan berisi air ke arah mbah uti nya.
Tapi herannya tak ada satupun yang melarang termasuk mas Yoga dan mba Lita orangtuanya. Dan ibu mertuaku terlihat bahagia ketika cucu satu satunya menyemprotkan air ke wajahnya yang pasti kena mata.
"Biarin aja Na," jawab mba Maya dengan santai. " Kalau kita marahin Dito, nanti malah ibu ngambek."
Aku menghela nafas. Melihat kejadian yang tidak seharusnya di lakukan anak umur 7 tahun terhadap orang yang jauh lebih tua darinya membuatku muak menatap keluarga suami.
"Apa kabar Erina? Lama gak ketemu kita ya," sapa mba Lita istri mas Yoga
"Alhamdulillah baik mba. Mba gimana kabarnya," sahutku sambil menyalaminya.
"Alhamdulillah kabar baik."
"Silahkan makan mba," aku mempersilahkan mba Lita untuk segera makan siang karena kami sama sama sedang duduk di kursi makan.
"Iya na, kebetulan mba gak masak. Tadi sarapan mba beli cuma nasi uduk," jawab mba Lita terkesan cuek
Aku hanya mengangguk. Mba Maya menggeser kursinya mendekat ke sampingku.
"Dito...sini nak. Lihat ini ada udang besar2 kesukaan kamu," mba Lita teriak memanggil anaknya yang lagi asik menembakkan pistol mainan ke dinding ruang tamu
"Gak mau. Dito gak mau makan. Macakan mbah uti gak enak. Dito mau makan di mol!" Dito membalas teriakkan ibu nya sambil melempar sendal yang dia pakai ke arah ibunya.
Dengan sigap mba Lita menundukkan kepalanya menghindari lemparan sendal yang di lempar ke arahnya. Sendal Dito pun mendarat di atas mesin cuci. "Ya sudah, ibu aja yang makan." sahut mba Lita mengambil piring dan nasi serta lauk pauk yang sudah di siapkan di meja
Aku mencari cari mas Handi. Tak ku lihat batang hidungnya. Loh... Kemana dia? Tadi sebelum mas Yoga datang, dia lagi menikmati makan siangnya. Tiba-tiba sekarang dia sudah menghilang.
"Mmm... Mba Maya, mas Handi kemana ya? Tadi masih di sini. Kok sekarang udah gak ada." aku bertanya sambil melihat sekeliling ruangan
"Masa kamu gak ngerti Na? kebiasaan suamimu itu habis makan kalau gak ngerokok ya tidur," jawab mba Maya kesal.
"Masa sih mba? Waktu tinggal di rumah mamah kalau habis makan mas Handi biasanya duduk di teras depan ya sambil ngerokok tapi gak langsung tidur."
"Ya coba aja kamu lihat ke kamar. Pasti dia lagi molor."
Aku bergegas ke kamar. Ku buka pintu kamar dengan perlahan dan benar saja, mas Handi sudah pulas tertidur dengan kipas angin yang menyala.
Aku hanya bisa menghela nafas. Seperti inikah sifat asli suamiku. Berbeda jauh dari yang ku perkirakan. Pada saat pertama berkenalan.
"Erina, tolong bawakan MOU proyek Batam bulan kemarin ya.. Mau saya cek materialnya sudah komplit atau belum," pesan wa pak Raka dari dalam ruangannya.
"Baik pak. Saya bawakan," balasku via wa
Tok tok tok...
"Masuk Er,"
"Ini berkasnya pak Raka," ku serahkan map berwarna kuning yang di pinta bos ku, pak Raka
"Ok. Terima kasih Er. Oh iya, kenalin ini pak Handi dari PT Surya Utama rekanan perusahaan kita."
Aku menerima uluran tangan tamu bos ku sambil memperkenalkan diri dan segera keluar dari ruangan pak Raka.