NovelToon NovelToon
Istri Pengganti untuk Om Penyelamat

Istri Pengganti untuk Om Penyelamat

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Pengantin Pengganti / Crazy Rich/Konglomerat / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Dark Romance
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Ladies_kocak

(Tidak disarankan untuk bocil)

Seharusnya, besok adalah hari bahagianya. Namun, Alfred Dario Garfield harus menelan pil pahit saat sang kekasih kabur, mengungkap rahasia kelam di balik wajahnya—luka mengerikan yang selama ini disembunyikan di balik krim.

Demi menyelamatkan harga diri, Alfred dihadapkan pada pilihan tak terduga: menikahi Michelle, sepupu sang mantan yang masih duduk di bangku SMA. Siapa sangka, Michelle adalah gadis kecil yang dua tahun lalu pernah diselamatkan Alfred dari bahaya.

Kini, takdir mempertemukan mereka kembali, bukan sebagai penyelamat dan yang diselamatkan, melainkan sebagai suami dan istri dalam pernikahan pengganti.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ladies_kocak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pertemuan tak terduga

Alfred Dario Garfield adalah sosok pria yang memancarkan aura kuat dari tatapan matanya yang tajam berwarna biru dingin. Sebagai anak bungsu keluarga Garfield, ia memilih jalan hidup yang berbeda; jauh dari gemerlap dan pengaruh keluarga besarnya, Alfred memulai karier dari nol dengan tekad baja.

Kini, ia berdiri sebagai CEO sekaligus penguasa di balik beberapa kerajaan bisnis besar: perhotelan mewah, industri mobil kelas atas, perumahan elit, hingga pelabuhan kapal yang strategis.Alfred menyimpan rahasia kelam yang tak diketahui siapa pun kecuali asistennya yang paling dipercaya. Di balik kesuksesannya, ia adalah seorang Mafia yang mengendalikan dunia bisnis dan bawah tanah dengan tangan besi.

 Siapa pun yang berani menentangnya, nasibnya sudah tertulis di ujung maut tanpa ampun. Alfred menjalankan semuanya dengan dingin dan penuh perhitungan, membuatnya menjadi bayangan yang menakutkan sekaligus dihormati di dua dunia yang ia kuasai.

Alfred melangkah mantap memasuki klub mewah itu, kedua tangannya dimasukkan dalam saku jas hitamnya yang rapi. Wajahnya tetap datar, tanpa sedikit pun menunjukkan emosi, seperti patung marmer yang dingin dan tak tersentuh.

 Di belakangnya, seorang pria matang dengan setelan jas serasi mengikuti dengan langkah serupa, ekspresi wajahnya pun tak kalah beku, Vino. 

 Lampu kristal yang menggantung di langit-langit memantulkan kilauan warna-warni, namun aura mereka tetap menusuk ruang dengan keseriusan yang mencekam. Tak satu pun pengunjung klub yang berani menatap lama, seakan merasakan gelombang ketegangan yang tak terucapkan dari kehadiran dua sosok berwibawa itu.

 Langkah mereka terus maju, memasuki gedung gelap tempat pelelangan berlangsung. Suasana penuh misteri, hanya cahaya redup dari lampu gantung tua yang menerangi ruangan tersebut. 

Alfred berdiri di hadapan Bennett, sahabatnya yang sebaya, dengan senyum tipis yang sulit ditebak. “Hy, bro,” sapa Bennett, mencoba mencairkan suasana yang canggung. Namun, Alfred hanya mengangguk pelan, bibirnya terkatup rapat.

“Tuan muda Garfield, di mana kau mau duduk?” tanya Bennett, berusaha membuat temannya nyaman. Matanya berkeliaran mencari cara agar Alfred bisa menikmati momen ini—sebuah pelarian dari penat Alfred tumpukan berkas di kantor. 

 “Belakang saja,” jawab Alfred singkat, seolah menolak untuk membuka diri lebih jauh.

Bennett mengangguk dan melangkah ke meja paling pojok, sesuai permintaan Alfred. “Silakan pilih, mungkin ada yang ingin kau beli,” ujarnya dengan nada menggoda, berharap bisa melunturkan dinginnya sikap Alfred. Namun Alfred membalas dengan tatapan tajam yang membuat candaan itu hampir tenggelam.

“Bercanda. Mana mungkin Si bucin Ele menyuruh pilih wanita lain.” Bennett terkekeh, melepas tawa yang melecut keheningan. “Si paling setia,” gumam Bennett sambil menggeleng, penuh keheranan.

 Sahabatnya ini tak pernah goyah meski banyak wanita berdatangan, tapi hanya Elena yang selalu di hati Alfred.

Pelelangan dimulai, suara lelangir sang pemandu lelang memecah keheningan, menawarkan wanita demi wanita kepada para penawar. Alfred terduduk santai menikmati pembawa acara menawarkan harga wanita diatas panggung, hingga fokusnya teralihkan kala seorang gadis kecil muncul dengan langkah gemetar.

Gadis itu terlihat pucat, matanya berkaca-kaca menahan ketakutan. Gadis itu berdiri di tengah aula yang dipenuhi oleh teriakan dan sorakan kasar. Wajahnya yang sembab dan memar menjadi saksi betapa kerasnya pukulan yang telah diterimanya.

Matanya yang merah menatap ketakutan pada barisan pria yang siap memperebutkannya. Dengan gaun yang mengekspos lebih banyak dari yang dia nyaman, setiap gerakan terasa seperti tusukan pada kehormatannya.

Gadis itu mencoba menunduk, saat tatapannya bertemu dengan mata biru milik Alfred. Hatinya berlomba dengan waktu, berharap ada mukjizat yang akan membebaskannya dari mimpi buruk ini.

Pembawa acara dengan suara lantang memamerkan keperawanan gadis tersebut sebagai keistimewaan malam itu, membuka harga yang fantastis untuk para penawar.

Di atas panggung, air mata gadis itu menetes pelan, membayangkan hidupnya yang akan segera hancur. 

Alfred mencondongkan tubuh, suaranya berbisik pelan namun penuh arti, “Siapa gadis kecil itu?” Matanya menatap tajam ke arah kerumunan yang tengah menonton lelang. “Sepertinya mereka melelang seorang anak...” lanjutnya dengan nada penuh keheranan yang tak biasa. 

"Kau tertarik kepada gadis kecil itu?" Bennett membalas dengan mata terbelalak, seolah tak percaya mendengar ketertarikan Alfred yang selama ini dingin dan tak mudah tergoda terhadap hal semacam ini. 

 “Jawab saja!” potong Alfred tiba-tiba, suaranya menebal, mendesak tanpa ampun. 

Bennett merasa ketakutan sekaligus bingung menghadapi sisi lain Alfred yang jarang sekali terlihat. Bennett membuka sebuah buku tebal yang tergeletak di atas meja, matanya menyapu tulisan dengan cepat, “Gadis itu baru lima belas tahun... Tapi lihat tubuhnya—kecil, namun berlekuk seperti dewasa. Dada yang besar, pas digenggam, dan Bokong kencang... Sungguh menggoda, membuat siapa pun ingin menjerit di atasnya,” ujarnya dengan nada menggoda. 

 Alfred menggerakkan tubuhnya, bangkit dengan tatapan penuh tekad. “Aku menginginkan gadis itu. Segera lakukan, aku menunggumu di bawah!” perintahnya tegas lalu tanpa basa-basi meninggalkan ruangan, meninggalkan Bennett dan Vino yang saling bertatapan penuh tanda tanya. 

 Bennett mengerutkan alis, berbisik dalam kebingungan, “Apa dia berencana mengkhianati Elena?”

Mobil Alfred melaju deras, membelah kota basah yang baru saja disiram hujan. Di sebelahnya, seorang gadis kecil duduk terpaku, kepala tertunduk dan isakannya nyaris tak terdengar. Vino tetap fokus di balik kemudi, matanya sesekali mencuri pandang pada tuannya yang tak tersentuh oleh air mata sang gadis.

Keheningan yang mencekam itu akhirnya pecah.

“Siapa namamu?” suara Alfred memotong udara dingin malam, tajam dan penuh tanya.

“Mi—Michelle,” gumam gadis itu, suaranya bergetar oleh ketakutan dan kesedihan.

“Kenapa kau bisa sampai di tempat itu?” Alfred bertanya lagi, nadanya berat, nyaris tak percaya.

Michelle menelan ludah, suaranya nyaris patah. “Aku… dijual oleh paman dan bibiku…” kata-katanya tersendat, terbata.

“Berhenti!” perintah Alfred tiba-tiba, dingin dan tegas. Vino segera mengerem dengan keras hingga mobil melambat dan terhenti.

“Turun!” suara Alfred terdengar keras, tajam seperti petir, membuat Michelle mengangkat kepalanya perlahan. Matanya bertemu dengan tatapan dingin yang masih menatap lurus ke depan.

“A-aku?” tanya Michelle, penuh ketidakpastian.

“Mulai sekarang, jangan pernah lagi menampakkan dirimu di hadapanku! Kalau kau mengabaikan peringatanku, aku tak segan menjadikanmu budak!” Alfred menatap tajam ke arah Michelle, matanya menyala bak bara api yang siap membakar segalanya.

Namun, anehnya, Alfred justru merasa tenang saat menatap mata polos di hadapannya—sebuah ketenangan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.

“Terima kasih, Om,” suara Michelle pecah dalam bisikan penuh haru, meski sesengukan masih tersisa di bibirnya. “Semoga Om selalu mendapatkan kebahagiaan… suatu saat nanti, aku pasti akan membalas semua kebaikan Om.” Ia membuka pintu mobil perlahan, matanya tertunduk dalam penghormatan terakhir.

“Sekali lagi, terima kasih, Om.”

Tiba-tiba, sebuah suara tegas memecah suasana hening.

“Tunggu,” Alfred menghentikan gerakan Michelle yang hendak menutup pintu. Tatapan pria itu menusuk, “Lain kali, kau harus berani melawan siapa pun yang berani menyiksamu. Jangan pernah jadi korban tanpa perlawanan.”

1
partini
lanjut thor 👍👍👍👍
partini
hemmm moga pergi biar kamu kelabakan
Mericy Setyaningrum
alfred riedel kaya pelatih Timnas dulu ehhe
ladies_kocak: oh ya? baru tahu 😁😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!