Dikhianati dan dijebak oleh suami dan kekasih gelapnya, seorang wanita polos bernama Megan secara tak terduga menghabiskan malam dengan Vega Xylos, bos mafia paling berkuasa di dunia malam. Hingga akhirnya, dari hubungan mereka malam itu, menghasilkan seorang putra jenius, Axel. Tujuh tahun kemudian, Vega yang terus mencari pewarisnya, tapi harus berhadapan dengan Rommy Ivanov, musuh lamanya, baru mengetahui, ternyata wanita yang dia cari, kini telah dinikahi musuh besarnya dan berniat menggunakan kejeniusan Axel untuk menjatuhkan Kekaisaran Xylos. Bagaimana Vega akan menghadapi musuh besarnya dan apakah Megan dan putranya bisa dia rebut kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black _Pen2024, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19: Sang Ratu Menolak Klaim
Kendaraan tempur ringan itu melaju kencang di atas jalanan tanah yang berliku, menaburkan debu tebal ke udara malam. Megan, yang masih terengah-engah, duduk di kursi penumpang yang telah dimodifikasi, cengkeraman Leo pada bahunya terasa seperti borgol baja. Suara mesin menderu bercampur dengan suara baling-baling helikopter yang mendekat dari belakang.
“Kau tidak akan lari darinya, Nona,” Leo berkata, suaranya kini lebih mendesak karena fokusnya terbagi antara mengemudi dan memantau layar sensor di dasbor. “Helikopter itu, itu bukan tim Rommy. Ini adalah ancaman yang jauh lebih besar.”
“Ancaman lebih besar?” Megan mencibir, rasa takutnya kini bercampur dengan kemarahan. “Kau pikir aku peduli? Kalian semua sama! Penguasa yang mengira mereka bisa membeli dan memiliki kehidupan orang lain!”
Leo melirik Megan, matanya menyipit di balik topengnya. “Kau adalah aset. Aset berharga Tuan Vega. Kami tidak membelimu, Nona. Kami mengklaimmu kembali. Dan kami melindungi apa yang menjadi milik kami.”
“Aku bukan milik siapa-siapa!” Megan berusaha melepaskan diri, tetapi sabuk pengaman taktis itu menahannya kuat. Setiap goncangan kendaraan terasa menyiksa bagi perutnya yang membesar. “Aku punya pilihan! Aku memilih untuk menjauh dari kegelapan kalian!”
Tiba-tiba, suara Vega Xylos memenuhi kabin melalui komunikator yang terpasang di helm Leo. Suara itu dingin, tetapi di dalamnya tersimpan ketegangan yang nyaris meledak.
“Leo, status musuh udara?” tuntut Vega dari Zurich. “Jangan biarkan mereka mendekat. Lindungi dia dengan nyawamu.”
“Musuh agresif, Tuan. Mereka terbang rendah. Mereka meniru pola penerbangan kontra-intelijen. Saya curiga ini adalah Black Market ops tingkat tinggi,” lapor Leo, dengan cekatan membelokkan kendaraan ke rimbun pepohonan untuk mencari perlindungan.
Megan mendengar suara Vega, dan tubuhnya merinding. Meskipun hanya suara, otoritas dan kepemilikan yang dipancarkannya begitu kuat, begitu menguasai, sehingga ia merasa seolah-olah Vega berada tepat di sampingnya, mengawasinya. Itu adalah suara yang sama, dingin dan menghipnotis, yang dia dengar pada malam tragis itu delapan bulan lalu.
“Tuan Vega,” Megan berteriak ke arah helm Leo, berharap suaranya bisa mencapai pria di seberang benua itu. “Biarkan aku pergi! Anak ini tidak ada hubungannya dengan duniamu!”
Keheningan sesaat melingkupi frekuensi itu. Kemudian, suara Vega kembali, lebih rendah dan lebih berbahaya.
“Putraku. Dia adalah pewaris Xylos,” koreksi Vega, nadanya tidak mengizinkan bantahan. “Dan kau, Megan, kau telah membuat kesalahan besar dengan berpikir kau bisa menyembunyikannya. Kau adalah ratu yang kujual, dan sekarang aku datang untuk merebutmu kembali, bersama mahkotamu. Tetaplah diam. Keselamatanmu adalah prioritas nomor satu. Aku sedang memetakan jalur aman. Zeno, siapkan tim udara di perbatasan.”
Di Zurich, Vega berdiri di hadapan peta holografik yang menampilkan pelacakan real-time. Zeno, tangan kanannya yang tenang, memasukkan data intelijen.
“Tuan, helikopter yang mengejar memiliki kode transponder yang sudah dihapus. Tetapi pola pergerakannya mirip dengan organisasi ‘The Serpent’— saingan lama Rommy, yang juga mencoba mengambil alih wilayah Anda di Asia Tenggara,” ujar Zeno.
Vega mengepalkan tangannya di belakang punggungnya. “Mereka mengincar kelemahan? Mereka tahu Rommy bergerak, dan mereka mencoba memanfaatkan kekacauan itu untuk menculik Megan dan pewarisku? Kekurangajaran yang luar biasa.”
“Apa yang harus dilakukan, Tuan? Leo tidak akan bisa mempertahankan diri dari serangan udara yang terkoordinasi,” tanya Zeno.
“Leo harus keluar dari darat. Kirimkan ‘Viper One’ ke koordinat evakuasi darurat, segera. Dan berikan pesan kepada ‘The Serpent’,” perintah Vega, matanya setajam mata elang yang memandang mangsa dari ketinggian ribuan kaki. “Siapkan perang finansial. Hancurkan aset mereka di Hong Kong. Aku akan tunjukkan kepada mereka konsekuensi dari menyentuh apa yang menjadi milik Vega Xylos.”
Kembali ke Indonesia, Leo menerima perintah. “Kita menuju titik evakuasi, Nona. Bersiaplah untuk pertempuran.”
Kendaraan tempur itu menembus pagar kawat berduri, memasuki kawasan hutan karet yang lebih padat. Tiba-tiba, helikopter di atas mereka melepaskan suar suar yang menyilaukan, mengubah malam menjadi siang sesaat. Suar itu diikuti oleh tembakan peringatan yang mengenai pohon di dekat mereka.
“Sial! Mereka memancing kita keluar!” seru Leo, menginjak rem keras-keras. “Nona, kita harus berlari! Titik evakuasi hanya seratus meter di depan!”
Leo membuka pintu kendaraan dengan paksa dan menarik Megan keluar. Rasa sakit menjalar di pinggul Megan akibat benturan tiba-tiba, tetapi adrenalin menenggelamkannya. Ia terhuyung-huyung di tanah, tangannya secara naluriah melindungi perutnya.
“Cepat, Nona! Kau harus ikut denganku!” Leo memegangi lengan Megan, mendorongnya maju.
“Tidak!” Megan menggeleng. Pemandangan konflik dan kekerasan yang mengelilinginya—senjata, tembakan, teriakan di kejauhan—mengingatkannya bahwa mengikuti Leo hanya berarti kembali ke penjara emas milik Vega. Ia harus menghilang. Sekarang atau tidak sama sekali.
“Jika kau mencoba melarikan diri sekarang, kau akan mati, Nona!” Leo memperingatkan, frustrasi dengan keras kepala Megan.
“Lebih baik mati daripada menjadi milikmu atau miliknya!” balas Megan, matanya menantang, penuh tekad keibuan yang tak tergoyahkan. Itu adalah kekuatan yang ia temukan hanya ketika ia harus melindungi janinnya.
Saat Leo sedikit melonggarkan cengkeramannya untuk memimpin jalan, Megan melihat kesempatan itu. Menggunakan berat badannya yang hamil, ia mendorong bahu Leo ke samping dengan seluruh kekuatannya. Dorongan itu, meskipun kecil, cukup untuk membuat Leo kehilangan keseimbangan sejenak di medan yang tidak rata.
“Apa yang kau lakukan?!” Leo mendesis, mencoba menahan Megan.
Megan tidak menjawab. Ia hanya berlari, bukan ke arah titik evakuasi Vega, melainkan ke dalam kegelapan hutan karet yang tebal. Ia tahu ia lambat, tetapi hutan itu memberinya perlindungan yang tidak dimiliki oleh kendaraan lapis baja itu.
“Sialan! Megan, kembali! Kau tidak akan selamat di luar sana!” teriak Leo, mencoba mengejar.
Namun, Leo tidak bisa fokus pada Megan. Helikopter di atas mereka kini menyadari targetnya telah melarikan diri. Helikopter itu mulai menembakkan tembakan peringatan yang lebih dekat, memaksa Leo untuk kembali ke kendaraan untuk memberikan tembakan balasan. Ia tidak bisa mempertaruhkan tim evakuasi Vega yang akan datang.
Megan, terengah-engah dan berkeringat, terus berlari, merasakan robekan di pakaiannya karena ranting-ranting yang tajam. Ia tidak tahu ke mana ia pergi, tetapi setiap langkah yang menjauhkannya dari suara tembakan dan suara baling-baling adalah kemenangan kecil.
Ia berhenti sejenak di balik batang pohon karet yang tebal. Napasnya terengah-engah, dan ia merasakan kontraksi perutnya yang nyeri. Rasa sakit itu membuatnya takut, tetapi juga mengingatkannya mengapa ia berjuang.
Di tengah hutan, Leo terpaksa menerima kekalahan. “Zeno, target utama melarikan diri ke dalam hutan. Saya tidak bisa mengejarnya. Helikopter musuh terlalu dekat.”
Vega mendengar laporan itu. Di Zurich, ketenangan Vega runtuh. Ia membanting tinjunya ke meja holografik, menyebabkan peta itu berkedip-kedip.
“Kau melepaskannya?!” Vega meraung. “Setelah semua upaya itu, kau membiarkannya pergi?! Cari dia, Leo! Sekarang! Dia tidak akan bertahan semalaman sendirian di sana!”
“Tuan, saya harus mengamankan area dari Serpent. Saya tidak bisa melakukan keduanya,” Leo berargumen. “Dia menuju ke arah utara. Jika dia terus berjalan, dia akan mencapai jalan raya utama dalam beberapa jam.”
Vega menutup matanya, mengambil napas dalam-dalam. Kepergian Megan kali ini lebih menyakitkan daripada saat pertama kali. Itu adalah penolakan yang disengaja. Penolakan yang menantang klaimnya.
“Biarkan Serpent berkonsentrasi padamu, Leo. Aku akan mengirim tim pelacak baru. Dan Zeno,” Vega berbalik ke tangan kanannya, wajahnya kini kembali ke topeng esnya, tetapi matanya berkobar. “Tambahkan ‘The Serpent’ ke daftar kehancuran total. Tidak ada yang mencuri calon ratuku dua kali.”
Sementara itu, di hutan yang dingin, Megan terus berjalan hingga kakinya tidak bisa lagi menopang berat badannya. Ia roboh di bawah pohon besar. Ia mendengar suara tembakan dan helikopter yang kini menjauh, fokus pada Leo. Ia berhasil.
Air mata mengalir di pipinya, bukan karena takut, tetapi karena kelelahan. Ia telah memenangkan satu malam, tetapi ia tahu ini belum berakhir. Ia telah menantang dua kerajaan mafia terbesar, dan keduanya sekarang memburunya.
Saat fajar mulai menyingsing, Megan, dalam kondisi fisik yang paling lemah, melihat di kejauhan, melalui pepohonan, sebuah gubuk kecil yang tampak ditinggalkan. Ia memaksa dirinya berdiri, tahu bahwa itu adalah satu-satunya kesempatan berlindung. Ia harus mencari perlindungan, karena di detik-detik berikutnya, Megan merasakan sakit yang familiar, jauh lebih kuat dari sebelumnya, kontraksi itu. Waktunya untuk melahirkan telah tiba, dan ia benar-benar sendirian.
Di kejauhan, mobil hitam sederhana yang dikendarai oleh seorang wanita paruh baya sedang menuju ke peternakan kecilnya, tempat ia menunggu kedatangan seorang pekerja baru. Wanita itu adalah Majikan yang akan menyelamatkan Megan, tanpa tahu ia baru saja menampung wanita paling dicari di dunia.
Megan terhuyung-huyung ke gubuk itu, memasuki pintu kayu yang reyot. Di saat dunia luar mendidih dalam pencarian global untuknya, Megan bersiap menghadapi pertempuran hidup dan mati terberatnya: menyambut pewaris Xylos, seorang diri, di dalam kegelapan.
"Sayang, kau harus selamat. Mama hanya punya kamu, Nak. Mama akan berusaha melahirkanmu sendirian. Mama akan menjagamu tetap aman bersama mama... aahhh... harus selamat!"