Ini salah, ini sudah melewati batas perkerjaan ku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sansus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berita dari Ibu
Aku duduk termenung di kursi taman kampus sambil menunggu kekasihku, Geovan. Ia masih memiliki satu jam pelajaran lagi, sedangkan aku sudah selesai dari setengah jam lalu. Sebenarnya dari kemarin sore ada yang menggangu pikiran ku, yaitu sebuah pesan dari ibu bahwa Pak Subroto, orang yang pernah meminjamkan kami uang datang ke rumah untuk menagihnya.
Saat itu kami terpaksa meminjam uang untuk biaya operasi ayah, yang sayangnya operasi ayah gagal dan kami harus mengikhlaskan kepergiannya. Penghasilan ibuku hanya bergantung pada toko sembako peninggalan ayah dulu, itupun hasilnya tidak seberapa, hanya cukup untuk biaya sehari-hari ibu dan aku.
"Hei!" Aku tersentak ketika ada yang menyadarkan ku dari lamunan. Dibelakang ku ada Freya, orang yang mengagetkan ku.
"Melamun saja, kesurupan baru tau rasa kamu. Ada masalah apa sih? Tidak biasanya kamu melamun seperti ini."
Aku mencebik mendengar penuturannya. "Tidak ada apa-apa, aku hanya sedang memikirkan ibu ku."
"Kenapa dengan ibu mu?"
"Semalam dia menelepon dan memberitahu ku kalau ada orang yang menagih hutang ke rumah."
"Lalu masalah?"
"Ya kau pikir sendiri saja bodoh. Tentu saja kami sedang tidak punya uang untuk melunasi hutang itu."
"Memang berapa banyak hutangnya? Sampai kamu jadi melamun begitu."
"Kurang lebih 100 juta dan itu belum termasuk bunganya."
"Huh?! Kenapa banyak sekali? Dipakai untuk apa uang sebanyak itu?"
"Untuk operasi ayahku dulu." Aku menghela nafas sambil menunduk menatap hamparan rumput yang ada di taman.
Apakah aku harus mencari kerja paruh waktu untuk membantu ibu melunasi hutang? Tapi aku ingat, dulu ibu dan ayah tidak mengizinkan ku kerja, mereka menyuruhku untuk fokus menimba ilmu.
"Sebenarnya aku ada pekerjaan yang bisa kamu coba dan menghasilkan uang yang banyak dalam waktu dekat, tapi aku tidak yakin kamu akan mau."
Aku menoleh ke arah Freya sambil mengangkat satu alis tanda ingin tahu. "Perkerjaan apa emangnya?"
"Menjadi wanita malam." Sepontan aku melotot ke arahnya, yang benar saja?
"Kamu pasti tidak mau kan? Sudah aku duga sih, tapi jika kamu berubah pikiran langsung beritahu aku saja ya."
"Kalau begitu aku duluan, pacarku sudah menjemput. Bye Amira!"
Setelah kepergian Freya aku kembali berpikir, apakah aku harus mencobanya? Tidak ada cara lain selain itu, aku sangat butuh uang yang banyak dalam waktu cepat.
"Hai sayang! Sudah menunggu lama?" Ah itu dia suara yang sangat aku kenal, Geovan Pramuja kekasih ku selama satu setengah tahun ini.
"Halo, menurut mu saja bagaimana? Apakah satu jam pelajaran itu sebentar?" Aku menjawab nya dengan merenggut pura-pura kesal walaupun sebenarnya aku memang sedikit kesal menunggu.
"Astaga! Pacar ku lucu sekali ketika kesal seperti ini, jadi ingin membawanya pulang." Karena gemas Geovan mencubit kedua pipiku.
Aku memukul ringan tangannya. "Ish sakit tau.. memang kamu pikir pipiku ini apaan kamu cubit seperti itu."
"Udah dong ngambek nya, nanti cantiknya luntur. Ayo kita pulang, tapi sebelumnya kita makan siang dulu. Pasti kamu belum makan kan?"
Lelaki ini sangat tahu kebiasaan ku, yaitu selalu malas untuk sekedar mengisi perut yang kosong. "Ya udah, ayo! Di tempat biasa ya."
"Siap tuan putri!"
Aku hanya tersenyum melihat tingkahnya, dia selalu saja berhasil membuatku melupakan semua masalah yang ada dan selalu tahu cara agar aku tetap tersenyum.
__________________________________________
"Sudah sampai tuan putri, silahkan turun dengan hati-hati."
Aku memukul bahu Geovan dengan pelan karena kesel dengan tingkahnya sedari tadi, mulai dari tingkahnya di taman kampus dan juga tingkahnya di restoran tempat kami makan tadi.
Aku turun dari motor kesayangannya yang tinggi itu. "Terima kasih pangeran atas perhatian dan makan siangnya."
"Sama-sama tuan putri, kalo gitu aku mau langsung pulang aja ya? Ini kayaknya mau hujan, udah mendung gini."
"Hati-hati dijalan, jangan ngebut! Kalo udah sampai rumah jangan lupa untuk kabarin aku."
"Siap! Laksanakan." Kemudian dia menyalakan mesin motornya dan berjalan membelah jalanan dengan langit yang sepertinya sebentar lagi akan turun hujan.
Ah aku jadi teringat perkataan Freya, aku sudah memikirkan ini tadi dan seperti tidak ada pilihan lain kecuali menerima tawarannya itu.
Geovan belum tahu tentang ini karena aku belum menceritakannya dan mungkin tidak akan menceritakannya, aku takut dia ikut kepikiran. Sebenarnya aku berpikir untuk meminjam uang kepada Geovan mengingat ayahnya adalah seorang pengusaha siapa tahu dia bisa membantu, tapi aku tidak enak karena sudah terlalu sering meminta bantuannya.
Setelah pertimbangan yang menurutku sudah matang ini, aku memutuskan menelpon Freya untuk memberitahu keputusanku. "Halo Frey?"
"Oh, hai Mir! Ada apa? Apa ini tentang perkataan ku di taman kampus tadi?"
"Iya. Aku sudah memutuskan untuk mencobanya karena aku benar-benar lagi butuh banget sekarang."
"Bagus deh kalo kamu mau, maaf ya aku belum bisa memberikan solusi yang baik untuk kamu."
"Tidak apa-apa Frey, seharusnya aku yang minta maaf karena sudah merepotkan mu. Oh iya, kapan aku bisa berkerja?"
"Aku tidak merasa direpotkan kok, aku senang bisa membantu mu. Eum malam ini kalau kamu bisa, aku bisa langsung mengantar mu ke tempatnya."
"Malam ini ya.. aku bisa."
"Oke, nanti kita bertemu di tempat yang aku kasih ya."
"Baiklah, Frey. Sekali lagi terima kasih."
"Sama-sama Mir. Udah dulu ya, aku masih ada urusan."
Semoga saja aku tidak salah mengambil keputusan dan tidak menyesal dikemudian hari. Lagipula aku hanya perlu menemani pelanggan tidak dengan urusan ranjangnya walaupun aku tahu jika gajinya mungkin tidak sebesar pegawai yang lainnya.
Aku langsung membersihkan diri ke kamar mandi, setelah memilih pakaian yang menurutku cocok dengan perkerjaan yang akan aku lakoni nanti. Sembari menunggu waktu malam tiba, aku berbaring di atas kasur ku dan membuka ponsel ku. Ada notifikasi chat dari Freya dan juga Geovan dan tentu saja dengan isi yang berbeda.
Freya mengirimi aku chat sebuah lokasi dimana kita akan bertemu nanti dan sesuau dugaan ku, sebuah club malam. Sedangkan Geovan mengirimi aku chat untuk memberi aku kabar jika dia sudah sampai di rumahnya.
"Huft." Aku merasa sangat lelah hari ini walaupun baru setengah hari aku beraktivitas, belum lagi nanti malam pasti akan lebih melelahkan. Tiba-tiba aku kepikiran bagaimana jika Geovan tahu tentang ini? Pasti pemuda itu akan marah, tapi aku mencoba sebisa mungkin menyembunyikan ini dari dia.
"Ayah, tolong maafkan keputusanku ini. Aku terpaksa harus melakukan ini karena memang ini cara tercepat untuk melunasi hutang kita, dan jika hutang-hutang itu sudah lunas aku akan berhenti dari perkerjaan ini." Monolog ku seakan-akan tengah berbicara dengan ayahku.