Jia dan Liel tidak pernah menyangka, bahwa dimulai dari sekotak rokok, pertemuan konyol di masa SMA akan menarik mereka ke dalam kisah penuh rahasia, luka, dan perjuangan.
Kisah yang seharusnya manis, justru menemukan kenyataan pahit. Cinta mereka yang penuh rintangan, rahasia keluarga, dan tekanan dari orang berpengaruh, membuat mereka kehilangan harapan.
Mampukah Jia dan Liel bertahan pada badai yang tidak pernah mereka minta? Atau justru cinta mereka harus tumbang, sebelum sempat benar-benar tumbuh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Avalee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rokok di Tangan, Malu di Hati
Cerita ini saya buat berdasarkan imajinasi dan pemikiran saya sendiri, mohon maaf jika ada kesamaan nama, alamat, dan tempat. Selamat membaca, semoga terhibur dengan cerita ini. ☺️
Jia, gadis cantik berkulit putih langsat sedang berdiri dengan wajah masamnya. Rasa kesal di hatinya kian memuncak, sebab dirinya harus bersekolah sesuai dengan pilihan ibunya.
Dia tahu benar sikap ibunya yang keras dan tidak segan mencoret namanya dari kartu keluarga, apabila dia berani melawan perintah ibunya.
“Langit sore yang cantik, tapi tidak dengan hatiku,” ucap Jia lirih.
Sembari menunggu jemputannya datang, gadis tersebut menghabiskan waktunya di bawah atap Sekolah Bintari Internasional. Sebagian besar para guru dan siswa sudah banyak yang pulang.
Dia mulai penasaran pada setiap sudut sekolah dan mengesampingkan rasa kecewa pada ibunya. Jia perlahan mulai berjalan di lorong lantai satu yang sunyi.
“Hm, ternyata fasilitas disini cukup lengkap, ditambah dengan para pendidik yang kompeten. Namun … tetap saja … aku ingin bersekolah di tempat ayah berada.”
Namun ditengah lamunannya, tiba-tiba saja Jia ingin buang air kecil dan harus berakhir di toilet. Saat keluar, seorang kakak kelas tidak sengaja menabrak jia.
“Hei!! Apakah kamu tidak melihatku???” tanya Jia ketus.
Kakak kelas tersebut terlihat sangat buru-buru, bahkan tidak sempat untuk meminta maaf dan pergi begitu saja dari hadapan Jia.
Merasa diabaikan, Jia merasa kesal. Bahkan rasa kesalnya kian memuncak saat kakak kelas tersebut meninggalkan aroma asap rokok yang melekat di sekelilingnya, membuat Jia bertambah muak dengan situasi yang harus dihadapinya.
Kemudian, matanya tidak sengaja melihat sebuah benda tergeletak lantai. “Eh, rokok?? Ini pasti milik kakak kelas tadi!”
Jia mengambilnya. Penasaran dengan isinya, dia membuka kotak rokok tersebut, terlihat di dalamnya masih utuh. Hanya 2 batang rokok yang hilang. Menandakan bahwa rokok tersebut belum diisapnya sampai habis.
“Hm, masih banyak, rugi sekali kakak kelas itu. Namun ini lebih baik, karena asapnya merugikan orang sekitar dan berdampak buruk bagi kesehatan.” Serunya sembari mengarahkan matanya ke tempat sampah.
Namun, di tengah perjalanannya menuju tempat sampah, tiba-tiba saja otaknya terbesit akan suatu hal. Matanya menoleh ke segala arah, memastikan bahwa tidak ada seorangpun yang lewat.
Jia dengan kesadaran penuh dan kepercayaan diri yang tinggi. “Hm, sepertinya tidak akan ada yang lewat … ya! Aku yakin.”
Dia mengambil sebatang rokok dan berpura-pura menghisap dan berlagak layaknya seorang perokok berat di film gangster.
Kemudian dia berdiri menghadap ke lapangan sekolah, satu kaki disilangkan ke dinding, tangan kanan menjepit rokok seperti artis noir tahun 50-an.
Dia mulai bersuara berat dengan nada sok dewasa, kemudian mulai berbicara sendiri. “Kehidupan ini pahit dik, seperti nilai Matematika dan kopi tanpa gula …”
Lalu, dia mengangguk perlahan seperti sedang berdialog dalam drama kriminal. “Cinta itu seperti asap … semakin dikejar, semakin menghilang,” ucapnya lagi.
Ironisnya, tepat di saat Jia hendak meniup asap khayalannya, seorang pria muncul, secara tiba-tiba yang entah dari mana, membuat Jia membeku bak patung.
“H–hai, i–ini tidak seperti yang kamu bayangkan. Aku bisa menjelaskannya meskipun akan terdengar aneh bagimu.”
Jia berharap agar pria tersebut mengerti akan penjelasannya. Namun sebaliknya, pria itu menunjukkan sesuatu yang berbeda.
Wajahnya menyiratkan Jia adalah perokok handal. Entah mengapa hal itu membuatnya panik, padahal Jia belum pernah sekalipun merokok.
“Orang aneh.” Ucap pria tersebut tanpa ekspresi.
“Apa??” seru Jia dengan alis yang saling bertautan.
,, suka deh puny sahabat macam Nata