Arumi Bahira, seorang single mom dengan segala kesederhanaannya, semenjak berpisah dengan suaminya, dia harus bekerja banting tulang untuk membiayai hidup putrinya. Arumi memiliki butik, dan sering mendapatkan pesanan dari para pelanggannya.
Kedatangannya ke rumah keluarga Danendra, membuat dirinya di pertemukan dengan sosok anak kecil, yang meminta dirinya untuk menjadi ibunya.
"Aunty cangat cantik, mau nda jadi mama Lion? Papa Lion duda lho" ujar Rion menggemaskan.
"Eh"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kikoaiko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 5
Arumi melangkahkan kakinya cepat memasuki butiknya, rambut panjangnya tergerai semrawut ditimpa angin kencang dari luar. Wajahnya yang biasanya tenang kini tampak bersemu merah, sinyal kemarahan yang sedang meluap.
"Apa-apaan dia itu! Seenaknya saja mengajak orang menikah! Apa dia tidak takut kalau aku ini seorang psikopat?" teriak Arumi tiba-tiba, melemparkan tasnya dengan marah ke sudut ruangan.
Bella dan Rindu yang sedang membantu mengatur barang dagangan di toko hanya bisa saling pandang dengan ekspresi kebingungan. "Mama, keculupan cetan apa, Aunty? Pulang-pulang malah-malah," tanya Bella polos, berusaha memahami keributan yang mendadak itu.
Arumi menghentikan gerakannya, menatap putrinya dan Rindu dengan mata yang masih menyala. "Coba bayangkan, belum juga kenal sudah langsung main terima-terima saja! Tidak ada basa-basinya sama sekali, tidak ada permisi. Kan aku jadi deg-degan, mana ganteng lagi!" cerocos Arumi dengan nada tinggi, tangannya memegang dadanya yang berdegub kencang.
Siapa yang tidak deg-degan kalau tiba-tiba diajak nikah oleh Alvaro Danendra, seorang CEO tampan di perusahaan Danendra Group?
Bella dan Rindu saling pandang sekali lagi, kali ini dengan tatapan serius, mencoba memahami situasi yang baru saja dijelaskan oleh Arumi. Keduanya kemudian mendekati Arumi, berusaha menenangkan wanita itu dengan pelukan kecil. "Apa yang terjadi, Rum? Kenapa sampai deg-degan gitu?" tanya Rindu penasaran.
Arumi menghela napas, merasakan sedikit ketenangan dari pelukan Rindu. "Tadi waktu antar pesanan Nyonya Danendra, tiba-tiba cucunya minta aku jadi ibunya. Mana bapaknya main terima-terima aja lagi!" jelas Arumi, suaranya menggebu-gebu, masih belum sepenuhnya reda.
Dengan sedikit lebih tenang, Arumi mulai mengatur barang-barang yang berantakan, meski rasa kesal dalam hatinya masih bergulir lambat. Rindu mendudukkan tubuhnya di sofa, menyilangkan kaki dengan santai sambil menyesap teh, mendengarkan Arumi bercerita.
"Dia tampan sih, tapi kan kamu tahu kalau aku ini janda," gumam Arumi sambil menaruh beberapa majalah ke dalam rak.
"Terus kenapa kalau janda? Kalau dia mau ya... sikat aja. Apalagi keluarga Danendra itu kaya raya. Kalau kamu menikah sama dia, kamu tidak perlu susah-susah kerja untuk menghidupi Bella," sahut Rindu dengan mata berbinar, seolah melihat peluang emas.
Arumi menghela napas, berhenti sejenak dari aktivitasnya dan menoleh ke arah Rindu dengan tatapan tajam. "Kamu ini pikirannya hanya uang saja, aku juga harus jual mahal lah. Masak iya langsung terima" ucapnya dengan nada kesal yang terpendam.
Rindu tertawa kecil, mengibaskan tangan seolah mengusir argumen Arumi. "Terus harus mikirin apa kalau bukan uang? dengan uang, setengah permasalahan hidup kita terselesaikan." balasnya ringan, menyampaikan alasan yang nampaknya sangat logis baginya.
"Tidak usah jual mahal, nanti keburu di sikat sama perempuan lain" lanjut Rindu.
Arumi menggigit bibir, menahan rasa frustrasi. Ia kembali fokus pada tugasnya, tetapi perkataan Rindu berputar-putar dalam pikirannya. Dalam hati, ia bertanya-tanya, apakah kebahagiaan benar-benar hanya bisa diukur dengan materi? Atau ada hal yang lebih berharga daripada harta yang bisa membawanya menuju kebahagiaan yang sebenarnya?
Bella menggaruk pipinya, melihat mereka bingung. "Ngoblol apa meleka ini, Bella nda ngelti. Ciapa yang jual mahal? kenapa nda jual mulah aja"
******
Keesokan harinya Julia datang kembali datang ke butik Arumi, wanita tengah baya itu benar-benar ingin menjadikan Arumi sebagai menantunya.
"selamat siang, nyonya Danendra" sapanya terlebih dahulu.
"Siang nona Arumi" balas Julia sambil tersenyum.
Kedatangan Julia membuat hatinya berdebar, seolah intuisinya sudah merasakan akan ada pembicaraan penting.
"Ada yang bisa saya bantu, nyonya?" tanya Arumi dengan ramah.
"Terima kasih, saya datang kesini ingin melamarmu sebagai menantuku. Saya harap kamu tidak menolaknya, karena cucu saya menginginkan mu menjadi ibu sambungnya," ucap Julia tanpa basa basi, nada suaranya terdengar mendesak namun ada sedikit kelembutan di dalamnya.
Arumi terkejut, matanya membulat sempurna. Dia memandang Julia, mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk merespon situasi yang tidak terduga ini.
Dia tahu betul bahwa menolak permintaan Julia itu sama saja membuat butiknya di ambang kebangkrutan, tapi di sisi lain, dia juga belum siap untuk mengambil tanggung jawab sebagai ibu sambung, apalagi saat ini dia juga memiliki putri yang harus ia pikirkan juga.
"Oh, Nyonya Danendra, saya... saya terhormat dengan permintaan Anda," Arumi akhirnya berbicara, suaranya tergagap sedikit, "Namun, saya perlu memikirkan hal ini lebih lanjut. Ini adalah keputusan besar, dan saya ingin memastikan bahwa saya siap untuk semua tanggung jawab yang akan datang. Saya juga harus bertanya terlebih dahulu dengan putri saya, seperti yang anda ketahui, saya ini seorang single mother" jelas Arumi, dia berharap Julia mengerti keadaannya.
Julia mengangguk, wajahnya menunjukkan pengertian. "Tentu, saya mengerti. Saya berharap kamu akan mempertimbangkan ini dengan baik. Cucu saya sangat menyukaimu, dan dia sudah tidak sabar ingin menjadikanmu sebagai ibunya." Dengan perasaan campur aduk, Arumi tersenyum lemah.
"Mengenai status mu, kami tidak masalah. Yang terpenting kamu bisa menyayangi cucu saya seperti kamu menyayangi anakmu sendiri" ucapnya.
"Terima kasih atas kepercayaan Anda, Nyonya Danendra. Saya akan berpikir dan memberi tahu Anda secepatnya." ucap Arumi.
"Jika kamu menerimanya, kamu bisa datang langsung ke kediaman Danendra, sekalian ajak anakmu, kami juga ingin mengenalnya" ucap Julia.
Setelah berkata seperti itu Julia pergi meninggalkan butik milik Arumi.
"Mama kenapa diam? nda keculupan lagi kan?" tanya Bella seraya berjalan mendekati mamanya.
Suara Bella membuyarkan lamunan Arumi, dia tersenyum sambil mengusap kepala putrinya.
"Bella sudah makan, sayang?" tanya Arumi.
"Cudah, tadi cama aunty Lindu, lihat pelut Bella cudah buncit cepelti badut"jawabnya sambil menunjukkan perutnya yang sedikit membuncit.
Arumi terkekeh, dia mencubit pipi putrinya gemas."Anak mama memang pintar" puji Arumi.
Lalu wanita itu mengangkat putrinya duduk di atas pangkuannya, ditatapnya wajah putrinya dengan begitu dalam. Sejak bayi putrinya belum pernah mengenal sosok ayahnya, karena setelah perceraian itu mantan suaminya tidak pernah sekalipun menjenguknya.
Arumi menghela napas panjang, membelai lembut rambut Bella yang ikal. Mata cokelatnya menatap dalam ke dalam bola mata anaknya, seakan mencari jawaban atas kegelisahannya.
Bella, dengan polosnya, membalas tatapan ibunya, senyum lebar terukir di wajah mungilnya yang menggemaskan.
"Kamu tau nggak, sayang" ucap Arumi lembut, "Mama lagi mikirin sesuatu yang penting."
"Mama mikilin uang cucu Bella ya?" tanyanya dengan antusias, ingin terlibat dalam segala hal yang berhubungan dengan mamanya.
Arumi menggelengkan kepalanya, menandakan tebakan putrinya salah, "Kamu ingin punya papa?" tanya Arumi hati-hati.
"Mau mama, mau cekali Bella. Kata teman Bella punya papa itu cangat celu, Bella ingin punya papa juga mama. Tapi kalau nda ada, nda apa-apa, Bella cama mama aja" jawabnya membuat hati Arumi terenyuh.
"Kalau misal mama nikah lagi boleh?" tanya Arumi lagi.
Bella menyipitkan matanya menatap mamanya, "Banyak uangnya nda? kalau kele nda ucah, cucah lagi nanti kita" ucap Bella polos.
Arumi menepuk keningnya, "Kaya lah, rumahnya besar, orangnya juga sangat tampan" ucap Arumi.
Bella, dengan raut muka yang serius dan mata yang berbinar harap, menatap langsung ke arah Arumi. Gadis kecil itu benar-benar tampak seperti sedang mengusulkan ide besar.
"Bella cetuju, bial nanti mama nda pelu bangun pagi-pagi buat jahit baju lagi, nda ucah antal-antal baju. Bial papa balu aja yang cali duit, mama di lumah cama Bella," ucap Bella dengan nada yang penuh keingintahuan dan harapan.
Saat mendengar kata-kata itu, Arumi merasakan perasaan campur aduk di dalam dada. Senyum getir menghiasi wajahnya, sebuah senyuman yang menyimpan rasa bersalah karena terlalu sibuk dengan pekerjaan sehingga sering mengabaikan kebutuhan dan kehadiran putrinya.
Air matanya mulai mengumpul di sudut matanya, tetapi ia berusaha keras untuk menahannya. Arumi membungkuk, memeluk tubuh kecil Bella yang hangat dan lembut itu.
"Maafkan mama ya, sering meninggalkan Bella sendirian di toko," bisiknya dengan suara yang bergetar, mencoba menenangkan hati kecil yang mungkin terluka karena keabsenannya.
Sambil memeluk, sesekali dia mengecup puncak kepala Bella, berharap setiap kecupan itu bisa mewakili kata-kata maaf yang tak terucap sepenuhnya. Bella membalas dengan memeluk erat leher Arumi, seakan memaafkan segala kekhilafan ibunya tanpa perlu kata-kata lebih lanjut.
"It's okay mama, Bella nda apa-apa" ucap gadis kecil itu, seakan mengerti dengan semua kesusahan yang mamanya alami.
Di sisi lain, Arumi merasa bersyukur memiliki putri seperti Bella. Putrinya itu tidak pernah protes ataupun rewel meskipun sering kali ia abaikan.
"Apa kamu akan menerima lamaran pria itu?" tanya Rindu tiba-tiba.
Wanita itu memandangi wajah polos Bella yang baru saja terlelap di pangkuannya, bibir mungilnya yang bergerak-gerak seakan sedang bermimpi. Rambut ikalnya yang lembut tergerai di pangkuannya, membuat hati Arumi bergetar.
Rindu, sahabatnya, duduk di sampingnya, menyentuh bahu Arumi dengan lembut.
"Kamu tahu, aku hanya ingin yang terbaik untuk Bella" ucap Arumi dengan suara yang bergetar, matanya berkaca-kaca. "Aku takut, Sin. Takut jika dia tidak diterima." perceraiannya di masa lalu, membuat Arumi trauma untuk menerima orang baru.
Rindu menggenggam tangan Natasha, "Tapi kamu tidak akan pernah tahu jika tidak mencoba, Rum. Tuan muda Danendra itu, dari cerita yang aku dengar, dia orangnya baik."
Arumi menghela napas, memandang Bella yang tidur pulas. "Aku tahu, dan nyonya Danendra juga sangat baik padaku. Tapi Bella. .. dia adalah bagian dariku. Aku tidak bisa hidup jika dia terluka lagi."
"Tidak semua laki-laki sama seperti Reza, Rum" Rindu memotong, suaranya tegas namun penuh kehangatan. "Dan kamu tahu itu. Mungkin ini kesempatanmu untuk memulai lagi, kesempatan untuk Bella mendapatkan ayah yang dia layak dapatkan." Mata Arumi masih ragu, tetapi dalam keraguan itu, ada secercah harapan. Harapan untuk kebahagiaan yang mungkin bisa mereka raih, bersama-sama sebagai keluarga baru.
Alvaro menyesal menghianati clara
kok minta jatah lagi sama arumi
itu mah suka al