Eps 11

Tari berpikir papi nya itu akan membawanya ke klub, tapi nyatanya salah. Pria itu membawa Tari ke sebuah rumah berlantai dua yang belum pernah ia kunjungi. Apa itu rumah tuan Anton? Halamannya luas sekali, juga ada taman yang dipenuhi oleh beberapa tempat bermain.

Itu rumah baru, sengaja tuan Anton beli untuk ia tempati nantinya bersama Tari si pujaan hatinya. Rencananya, ia ingin melamar Tari. Mengikatnya dengan sebuah cincin tanda kepemilikan. Namun belum sempat pria itu mengutarakan niatnya, Tari sudah menolak pemberiannya itu. Membuatnya kesal dan marah, namun juga ia berpikir masih terlalu dini untuk mengikatnya seperti itu.

Keduanya langsung masuk ke dalam rumah, Tari melihat ke sekeliling. Luas sekali, bahkan untuk sebuah ruang tamu jika di ukur-ukur luasnya sama seperti luas dua rumah, miliknya dan milik bu Mae.

"Ini rumah Papih?" tanya Tari dengan mata yang masih mengedarkan pandangan.

"Ini rumah kamu sayang."

"Setelah kamu lulus sekolah nanti, rumah ini sah menjadi milik kamu. Dan kalau boleh, Papi juga ingin tinggal bersamamu di sini." ucap papi terang-terangan.

Tari menyatukan alisnya, menatap pria yang sudah duduk di sampingnya. "Maksud Papih?"

Tuan Anton menggeser duduknya menghadap Tari. Mata mereka saling pandang, ketulusan cinta terpancar jelas di mata pria itu. Entahlah, apakah Tari bisa melihat itu?

Tuan Anton seperti merasakan muda kembali, merasakan gejolak cinta dalam hatinya. Meski usianya kini sudah hampir kepala empat, namun jiwa mudanya masih jelas membara. Ia tak peduli, meskipun nantinya akan banyak orang yang menganggapnya aneh karna mencintai bocah kecil. Bahkan karna Tari lah dirinya bisa melupakan kesedihannya karna ditinggal sang istri belasan tahun lalu.

Seseorang datang melepaskan tautan mata mereka yang sekilas. Beni membawa nampan berisi minuman kesukaan tuannya, dan juga segelas orange juice untuk gadis itu.

Setelah Beni pergi, pria itu mulai bicara sembari membuka botol minuman nya. "Malam ini tidak usah pulang, Papi sudah mengirim pengasuh ke rumahmu."

Tari hanya mengangguk. Tak tahu harus berkata apa. Menolakpun pasti akan ada resikonya. Ia takut mendapat amarah dari tuannya seperti tadi. Pukul 11 malam, suasana sedikit canggung setelah kejadian di kapal dan pernyataan cinta dari tuan Anton. Meskipun masih belia dan tidak punya pengalaman, Tari tetap tahu arti dari ucapan cinta dari papinya. Yang ia belum tahu adalah apa artinya kelak ia akan tinggal di rumah ini bersama tuan Anton? Apakah artinya papi akan menikahinya?

Kini kegiatan mereka tidak hanya saling menemani minum, tuan Anton mengajak gadisnya untuk menonton film di bioskop mini yang ada di rumah itu. Sungguh, Tari benar-benar terkagum-kagum. Ini baru dua tempat yang ia tahu. Belum lagi tempat yang lainnya. Rumah sebesar ini, sanggupkah Tari menerimanya dengan segala konsekuensinya?

Film sudah setengah jalan, drama korea kesukaan Tari yang sedang diputar. Bak sepasang kekasih yang baru saja jadian, mereka tampak saling bercanda dan tertawa sembari makan camilan yang di sediakan oleh Beni. Inilah yang membuat tuan Anton semakin jatuh cinta pada gadis itu. Tapi entah mengapa Tari tidak merasakan nya juga dalam hatinya selama ini. Mungkin belum.

Tiba saat dimana dalam drama itu menampilkan adegan dewasa, hanya sebuah ciuman membara yang terjadi namun berhasil membuat kedua insan beda usia itu kelimpungan. Mungkin untuk Tari, ia sudah biasa melihat adegan seperti itu. Di film atau bahkan di klub ia sudah sering melihatnya. Namun tetap saja kini ia hanya berdua dengan lawan jenis. Menonton adegan itu pula. Ah, entahlah bagaimana rasanya.

Sedangkan tuan Anton, meskipun ia sudah pernah melakukan adegan seperti itu, tapi itu dulu, jauh sebelum istrinya meninggalkan dunia ini. Dan kini, disuguhi dengan situasi yang mendukung, tiba-tiba gairah lelakinya bermekaran dalam tubuhnya. Tuan Anton menoleh mengamati Tari, gadis itu sedang memalingkan wajah tak lagi menonton layar yang menampilkan tontonan menggairahkan. Mungkin gadis itu merasa risih, pikir tuan Anton.

Ah ... Jika berlama-lama di sini, tuan Anton akan khilaf. Ia harus melakukan sesuatu. Buah yang ia tanam belum matang sempurna. Tunggu, Tunggu lah satu tahun lagi tuan!

Ceklek,

Tuan Anton mematikan filmnya. "Ehm, sudah malam. Istirahatlah sayang!" Suaranya berat, seperti menahan sesuatu. Tari mengangguk. Menurut saja apa kata papi nya. Sesaat kemudian, tuan Anton mengantar gadisnya ke sebuah kamar di lantai atas.

"Wah ... Besar sekali," Tari terkagum saat memasuki kamar itu. Pandangannya beredar ke sana ke mari melihat sekeliling ruangan.

Tuan Anton yang bersender di pintu hanya tersenyum mengamati tingkah gadis yang menggemaskan itu. Untung saja, gairahnya sudah meredam kembali. Jika tidak, ah ... Ia bisa menodai buah yang masih ia tunggu kematangannya.

"Kamu suka?" tanya papi.

Tari mengangguk, ia memandang papinya sebentar lalu kembali melihat sekeliling. Kamar yang sangat luas untuknya. Dengan tempat tidur yang mungkin akan cukup ia tiduri bersama adik-adiknya. "Tidurlah! Ini sudah malam." titah papi.

Bukannya beranjak tidur, Tari malah menarik tuan Anton untuk duduk di sofa samping tempat tidur. Kemudian ia merebahkan dirinya dengan paha tuan Anton sebagai bantalan.

"Kenapa sayang?"

"Ana ingin tidur seperti ini Pih, boleh kan?" Mata mereka saling pandang. Tuan Anton tersenyum lalu mengangguk. Senyuman itu dibalas senyuman pula dari Tari.

Sebelum gadis itu memejamkan matanya, pria yang mencintainya itu menyempatkan diri untuk mengecup kening Tari lalu mengelus lembut rambut gadis itu. Entah kenapa hati gadis itu menjadi sangat tenang. Nyaman sekali yang ia rasakan. Belum pernah ia merasakan perasaan berbeda saat bersama tuannya.

Pagi menjelang, mungkin masih pukul 4. Tari terbangun karna bunyi alarm dari ponsel tuan Anton. Gadis itu mengerjapkan matanya dan mencoba bangun. Ah, dia tidur dengan posisi yang masih sama. Bahkan papinya pun tidur dengan keadaan masih duduk dan bersender di sofa.

Sebegitu cintanya kah pria itu pada Tari? Hingga ia rela tidur dengan posisi kurang nyaman demi membuat orang yang dicintainya tidur dengan nyaman. Tari meraih ponsel papinya di meja kecil samping sofa dan mematikan alarm nya. Kemudian ia mengamati wajah tuannya yang tidur dengan sedikit mendongak. Tampan! Itu lah kata pujian pertama yang keluar dari mulut Tari.

Gadis itu mencoba membelai wajah itu, Tari tersenyum dan kemudian mengecup pipi tuannya. Entahlah, kegiatan itu reflek saja ia lakukan. Hanya ingin ... Itu saja. Mungkin Tari belum menyadari bahwa di dalam hatinya sebenarnya sudah ada benih cinta yang mulai tumbuh. Dan pastinya tuan Anton akan terus mrnyirami benih cinta itu agar bisa tumbuh dan mengakar di hati gadisnya.

To Be Continue ....

Terpopuler

Comments

Nina ♋

Nina ♋

Tari kan kurang perhatian dan kasih sayang orang tua, makanya bersikap begitu
Jadi murni, di hati Tari adalah perasaan hormat dan sayang semata

2022-06-08

0

Ayla Yasima

Ayla Yasima

Tari klw sudah Tahu kamu diCintai Harusnya lebih mawas Diri....Ayo mulai belajar mencintai Tuan Anton....Ingat Tari Hutang Uang Bisa Dibayar tapi Hutang Budi Dibawa Mati🤣🤭

2022-03-13

0

💚1511💚

💚1511💚

Haaaiiissshhh...beruntungnya dirimu TarTar.

2022-03-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!