Eps 18

Ehm, assalamu'alaikum ... Gaes, mulai eps ini kalau pas Tari jadi Ana, aku sebut dia Ana terus ya. Kalau pas jadi Tari aku sebut dia Tari terus. G bingung tah? Semoga engga. 😁

"Seneng banget,"

Ana menoleh lalu tersenyum. Gadis itu menganggukan kepalanya menunjukan wajah manisnya yang sedang gembira. Sedetik kemudian, Ana kembali menatap langit yang masih mempertontonkan keindahan kembang api yang berwarna-warni.

Ah, Yoga ... Ada apa dengan hatimu? Melihatnya tersenyum saja bisa membuat jantungmu bergemuruh tak karuan. Sungguh, baru kali ini Yoga merasakan seperti ini. Jantungnya berdetak lebih cepat seperti genderang mau perang ... Hanya karna sebuah senyuman. Yoga terus saja memandang wajah Ana dari samping.

Aku sudah menemukanmu, seorang yang akan mengisi kekosongan hatiku. Meski baru mengenalmu, aku sudah merasa nyaman. Semoga kelak kau akan menjadi milikku Ana, tak peduli dengan semua latar belakangmu. Aku akan tetap memilihmu. Ucap Yoga dalam hati.

***

"Terimakasih sudah membawaku ke tempat yang indah." ucap Ana sembari tersenyum.

Yoga membalas senyuman gadis itu. "Kalau kamu mau, aku akan terus membawamu ke tempat indah lainnya setiap saat."

Keadaan ini membuat Ana merasa canggung. Yoga terus saja menatapnya tanpa berkedip dan Ana menyadari itu. Membuat gadis itu salah tingkah.

"Emb, aku turun sekarang." ucap Ana sembari membuka pintu mobil dan segera turun.

Ya, mereka sudah pulang dan Yoga mengantar Ana hingga depan gang. Sebenarnya Yoga ingin mengantar hingga depan rumah, namun Ana menolak. Yoga menatap kepergian Ana dari dalam mobil. Ia mulai tersenyum sendiri.

"Sepertinya Ana gadis yang baik. Tapi kenapa dia bekerja di klub malam? Aku yakin, pasti ada alasan tertentu." Yoga melanjutkan mobilnya untuk pulang.

Tari menjatuhkan tubuhnya di atas kasur. Menatap langit-langit kamar yang hanya bercat putih. Sungguh, ia sangat bahagia. Entah saat menjadi Tari ataupun Ana, hatinya tetap sama. Sama-sama memiliki perasaan lebih kepada Yoga. Ingin sekali ia mengutarakan isi hatinya itu, memperlihatkan rasa melalui perlakuan. Ah, andai saja bisa ....

Pagi harinya, seperti biasa, Tari selalu menyiapkan sarapan untuk adik-adiknya. Setelah semua siap, ia segera membangunkan adik-adiknya untuk bersiap ke sekolah.

"Tatak, angan toyah! (Kakak, jangan sekolah!)" tiba-tiba Adnan berlari memeluk Tari.

"Ada apa sayang?" tanya gadis itu dengan lembut.

Wajah Adnan sangat murung dan tidak bersemangat. Entah apa yang diinginkan bocah kecil itu. Ia benar-benar tidak mau melepas pelukannya. Tari mencoba merenggangkan pelukan adiknya dan memegang dahi Adnan.

"Kamu demam sayang?" Tari mulai panik. Adnan demam, wajahnya menjadi pucat sekarang. Tanpa pikir panjang, Tari membawa Adnan ke rumah seorang bidan yang tak jauh dari rumahnya.

Sampai di rumah bu bidan, Tari segera mengetuk pintu dan memanggil sang pemilik rumah.

Tok ... Tok ... Tok ....

"Assalamu'alaikum ... Bu, assalamu'alaikum ...."

Beberapa kali ketukan, akhirnya pintu terbuka.

"Waalaikumsallam ... Ada apa Tari?" seorang wanita paruh baya menyambut kedatangan gadis itu.

"Adnan badannya panas Bu," jawab Tari dengan wajah yang masih terlihat panik. Ia sangat takut adik kecilnya itu kenapa-napa.

"Ya udah, di bawa masuk sini." Dengan cekatan bidan itu menyiapkan peralatan untuk pemeriksaan.

"Baringkan di sana dulu!" perintah sang bidan sembari menunjuk brankar.

Tari segera melakukan perintah bidan itu, membaringkan adiknya di atas brankar.

"Huuuaaaaa ...." bocah kecil itu mulai menangis. Entah apa yang sedang ia rasakan.

"Sstttss ... Sebentar ya sayang, dipriksa bu bidan dulu." Tari mencoba menenangkan.

Sang bidan mendekati brankar dan mulai memeriksa tubuh kecil itu. Sang bidan memerintahkan Tari untuk membalikkan tubuh adiknya menjadi tengkurap dan meminta untuk menurunkan sedikit celana yang dipakai Adnan. Setelah itu, sang bidan meletakkan ujung termometer yang sudah di beri gell pada du*bur Adnan.

"Tenang ya sayang, ngga apa-apa kok." sang bidan mencoba menenangkan Adnan yang masih terus menangis.

Tiiit ....

Bunyi termometer tanda suhu badan Adnan sudah tercatat.

"Suhunya 37.8 derajat celcius."

Bu bidan menaikkan celana Adnan dan membalikkan tubuhnya. Ia mulai memeriksa bagian dada dan perut Adnan dengan stetoskop.

Tari terus mengamati kegiatan sang bidan. Setelah selesai, ia menatap sang bidan meminta jawaban. Bidan itu tersenyum," Ngga apa-apa Tari, semua normal dan adikmu hanya demam biasa. Ibu ambilkan obatnya dulu ya."

Tari mengangguk, kemudian ia menggendong kembali adiknya. Gadis itu sangat lega karna adiknya tidak apa-apa.

Setelah diberi obat Tari lupa jika tidak membawa uang. Untungnya sang bidan sangat baik, ia mengatakan untuk membayarnya lain waktu. Tari sangat berterima kasih pada bidan itu karna telah menolongnya. Ia berjanji setelah ini ia akan kembali lagi membawa uangnya.

***

Tari memutuskan untuk tidak berangkat ke sekolah karna Adnan yang sedang demam. Sedangkan di sekolah, Yoga tengah memandang bangku Tari yang kosong.

Yoga mengambil ponsel di sakunya dan mulai mencari kontak nomor Tari.

"Kamu kenapa ngga berangkat Tar?" isi pesan Yoga.

"Adikku sedang sakit." balas Tari beberapa menit kemudian.

"Sakit apa? Sudah dibawa ke dokter?"

"Tadi sudah ke bidan desa. Tiba-tiba dia demam."

"Aku akan menjenguk adikmu nanti."

"Ngga usah, ngga papa kok."

Yoga tidak membalas lagi.

Setelah sekolah usai, Yoga benar-benar pergi untuk menjenguk Adnan. Sampai di gang, seperti biasa, ia mulai kebingungan karna tidak tahu rumah Tari. Saat melihat seorang ibu berjalan masuk arah gang, ia menghentikannya dan bertanya dimana rumah Tari.

Setelah diberi arahan, Yoga mulai berjalan mencari rumah Tari sesuai arahan ibu tadi. Sebelumnya ia mengambil sebuah parsel buah yang dibelinya saat di jalan tadi.

Beberapa menit kemudian Yoga sudah sampai di depan rumah yang di katakan ibu tadi. Rumah sederhana dengan halaman yang sedikit luas, pagar tanaman yang hijau mengelilingi rumah itu. Pintu rumah itu terbuka penuh menandakan ada orang di rumah itu. Yoga segera memasuki halaman dan mengetuk pintu setelah sampai di depannya.

Tok ... Tok ... Tok ....

"Permisi ...."

Seorang anak kecil keluar dari dalam. Farhan.

"Cari siapa?" tanya Farhan.

"Apa benar ini rumah Tari?" Farhan mengangguk dan mempersilahkan Yoga untuk masuk.

Beberapa menit setelah Yoga duduk di kursi, Tari mengintip dari balik gorden penyekat antara ruangan dalam dan ruang tamu.

"Yoga!" ucapnya terkejut. Aduh ....

Gadis itu bingung, bagaimana ini? Ia sedang tidak menjadi gadis buluk seperti di sekolah. Tanpa pikir panjang, ia segera masuk kamarnya dan mulai merias diri. Merubah wajahnya menjadi Tari si buruk rupa. Setelah selesai, dengan gugup ia menemui sahabatnya itu.

"Yoga," laki-laki itu menoleh ke sumber suara.

"Hei Tari." sapanya dengan tersenyum.

Tari duduk di kursi lain di samping Yoga. "Udah pulang sekolah?" Yoga mengangguk.

"Gimana adikmu? Udah baikan?"

"Iya sudah."

"Baguslah kalau gitu. Eh iya, ini aku bawain buat adikmu." Yoga memberikan parsel buah yang di bawanya.

"Ah terima kasih, kenapa repot-repot?"

"Engga kok."

Farhan tiba-tiba datang dengan membawa minuman di atas nampan. "Ini Kak diminum dulu!" Pria kecil itu meletakkan minuman di atas meja dengan sopan.

"Terimakasih Adek kecil." ucap Yoga dengan tersenyum. Kemudian, Farhan kembali masuk ke dalam.

"Dia adik kamu juga?" tanya Yoga. Tari mengangguk.

"Adikku ada tiga, yang barusan namanya Farhan. Dia adik pertamaku. Yang kedua, namanya Bilal. Yang ketiga, Adnan yang sedang sakit." jelas Tari.

"Wah, rame dong. Terus orang tua kamu kemana?" tanya Yoga lagi dengan antusias.

Tari diam sesaat. "Mereka sudah meninggal." Gadis itu menjadi sedih.

"Ah, maaf Tar. Aku ngga ber ...."

"Ngga apa kok. Kamu kan cuma tanya." Tari tersenyum. Yoga membalas senyumannya.

Tiba-tiba Tari merasa gugup melihat senyuman Yoga padanya. Jantungnya berdetak cepat melihat manisnya senyuman itu. Tari mengalihkan pandangannya agar tidak melihatnya lagi. Untung saja kulit pipinya tertutup make up. Jika tidak, maka Yoga pasti sudah melihat wajahnya yang sudah seperti udang rebus.

Merasa canggung dengan suasana ini, Tari pamit untuk masuk ke dalam sebentar.

"Ah, kalau gitu aku pamit pulang sekalian aja Tar. Sudah sore, besok aku main kesini lagi boleh kan?" pamit Yoga.

Akhirnya, Yoga pulang. Kini ia sudah tahu rumah Tari. Ia bisa setiap saat menemui sahabatnya itu jika tidak ada kabar.

"Ah ..." tiba-tiba Yoga menepuk jidatnya sendiri dan kemudian ia memukul pelan stir mobil yang dikendarainya.

"Kenapa ngga tanya rumah Ana tadi?"

To Be Continue ....

Terpopuler

Comments

Ayla Yasima

Ayla Yasima

Bentar lagi Yoga Bakalan Tahu kl Tari sama Ana adalah Makhluk yg sama....
Papi Anton kamu kok Lama Perginya Tu Calon istriMu lagi Dideketin sama AnakMu😂

2022-03-13

1

Nasira

Nasira

SNI aku bisikin alamatx ana 🙈

2022-02-20

1

safik🆘𝕱𝖘 ᶯᵗ⃝🐍

safik🆘𝕱𝖘 ᶯᵗ⃝🐍

papih mana ya..

2021-09-01

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!