Eps 3

Sehari kemudian, Tari sudah berada di rumah Bu Mira. Sesuai dengan waktu yang telah disepakati kemarin.

Malam itu, Tari menitipkan ketiga adiknya pada Bu Mae. Ia berpamitan untuk berangkat bekerja sebagai seorang pelayan. Awalnya Bu Mae tidak menyetujui jika Tari bekerja. Namun, gadis kecil tetap kekeuh untuk bekerja. Ia beralasan, butuh biaya lebih untuk sekolah adik-adiknya. Juga tidak mau bergantung lagi pada Bu Mae.

"Kamu semangat sekali mau kerja," ucap Bu Mira. Ia merasa bangga dengan semangat dari seorang gadis kecil seperti Tari.

"Hari pertama kerja, nggak boleh bikin kesalahan kan Bu." jawab Tari dengan tersenyum.

"Ya sudah ayo berangkat. Sudah pukul delapan lewat, pasti beberapa tamu sudah ada yang datang." Tari mengangguk.

Kemudian mereka pergi ke sebuah klub malam dengan menaiki mobil Bu Mira. Sesampainya di sana, Tari segera diberi satu style seragam kerja untuk pelayan.

"Pakai ini Sayang!"

Segera Tari menerimanya dan berganti baju di kamar mandi.

"Ayo aku antar kamu bertemu dengan teman-temanmu."

Tari segera diajak menemui teman-teman sekerjanya.

"Kalian semua, sini ngumpul dulu!" ucap bu Mira sedikit berteriak. Kemudian mereka semua berhambur mendekat. Mungkin ada sekitar empat puluhan karyawan di sana.

"Perkenalkan, ini Tari. Dia baru disini." Bu Mira memperkenalkan Tari, "Tari, kamu kalau ada apa-apa jangan sungkan minta bantuan mereka ya!" imbuhnya sembari menoleh ke Tari. Gadis itu hanya menjawab dengan anggukan dan senyuman.

Kemudian Bu Mira meninggalkan Tari bersama teman-teman barunya. Ada beberapa yang langsung akrab dengannya. Setelah acara perkenalan itu, mereka segera bekerja melayani para pelanggan yang datang.

***

Tak terasa, satu bulan sudah Tari bekerja di klub itu, hari ini adalah hari pertamanya menerima gaji. Betapa senangnya dia, ia bisa membelikannya beberapa buku baru dan seragam untuk adik-adiknya nanti. Juga pakaian baru untuk Adnan.

Malam ini Tari sangat bersemangat sekali. Ia akan menerima gaji pertamanya.

"Silahkan Tuan!" Tari meletakkan beberapa minuman dan juga gelas di atas meja milik seorang tamu.

Tamu yang sudah menjadi langganan di sini. Seorang pria berusia hampir kepala empat kira-kira. Tampan, tinggi dan terlihat gagah dengan stelan jas yang melekat ditubuhnya. Bahkan wajah dan tubuhnya sama sekali tak terlihat jika dirinya sudah menuju tua. Itu lah pandangan Tari tentang pria itu.

Pria itu selalu memperhatikan Tari beberapa hari ini. Wajah polosnya membuat ia semakin penasaran pada diri Tari. Terkadang pria itu juga sering meminta Tari duduk dengannya untuk sekedar menuangkan minuman.

Namun, itu semua tak membuatnya bisa lebih akrab dengan gadis kecil itu, Tari jauh lebih tertutup dari yang ia kira. Gadis itu hanya menjawab pertanyaan yang sekiranya pantas untuk dijawab olehnya. Membuat pria dewasa itu semakin ingin mengetahui lebih dalam tentang gadis kecil itu.

"Tunggu!" Pria itu menahan langkah Tari.

Gadis itu menoleh, "Iya Tuan? Ada yang dibutuhkan lagi?" tanya Tari dengan senyuman yang manis.

Pria itu menggelengkan kepalanya. Ia terpaku pada senyuman gadis kecil yang beberapa hari ini mengganggu pikirannya. Pria itu menyuruh Tari untuk duduk menemaninya. Namun, tak seperti biasanya, gadis itu menolak dengan alasan ia masih bekerja dan tidak enak hati dengan teman-temannya.

Pria itu tergelak, ia mengatakan bahwa ini juga bagian dari kerja. Menemani tamu adalah salah satu pekerjaan para pekerja di sini.

"Tapi saya hanya seorang pelayan," kilah Tari. Kepalanya menunduk karena takut.

Ketakutan gadis itu membuat pria yang memandangnya sedari tadi semakin gemas. Ingin sekali ia menariknya kedalam pangkuan dan menghujani wajahnya dengan kecupan.

Namun, sedetik kemudian pria itu melepasnya, tak mau memaksanya lagi. Setelah Tari pergi, pria itu mengangkat tangan kanannya dan memberi kode untuk bawahannya.

Seorang laki-laki memakai jas dan kacamata hitam mendekat lalu menunduk memberi hormat.

"Iya, Tuan Anton?"

"Cari tahu tentang gadis itu secepatnya!" titah tuan Anton.

Laki-laki itu mengangguk tanda mengerti, kemudian ia pergi melaksanakan tugas yang baru saja diberikan.

Antonio Widodo, salah satu pengusaha sukses di bidang pertambangan batu bara. Tercatat sebagai deretan lima belas pengusaha kaya di Indonesia. Seorang duda keren beranak satu. Pemilik wajah tampan dan bertubuh atletis ini lebih mirip seperti seorang dokter bedah yang bernama Dr. Iman Taheri M.D. Perlu dicatat, ia juga pemilik klub malam tempat Tari bekerja saat ini.

Astaga, ternyata dia adalah tamu bukan sembarang tamu. Boleh ngga posisi Tari diganti sama author?🤣

Jam waktu bekerja usai, dan Tari pun sudah menerima gajinya. Pukul empat pagi, Tari baru saja sampai di rumah. Ia masuk ke dalam rumah dan segera menuju kamar adik-adiknya tertidur.

Tari membuka pintu kamar dan mendapati ketiga adiknya masih terlarut dalam mimpi yang sempurna, lebih indah dari kenyataan hidup yang mereka jalani saat ini. Tari tersenyum, kemudian ia mendekati mereka dan mencium kening ketiganya satu persatu.

Setelah itu, ia membersihkan diri dan segera ke pasar untuk belanja kebutuhan masak yang sudah habis. Selama berada di rumah bu Mae, Tari lah yang selalu memasak untuk sarapan pagi. Ia tidak enak hati pada bu Mae jika tidak melakukan hal apapun.

***

Matahari sudah bangun dari tidurnya. Menyebarkan sinar hangat untuk memberi semangat. Bu Mae, Farhan dan juga Bilal sudah duduk di meja makan untuk sarapan. Bukan menu spesial, hanya sayur sop, ayam bumbu kecap dan juga tempe goreng. Oh, tidak lupa dengan sambal terasi kesukaan bu Mae.

Mereka bertiga sedang menunggu Tari yang tengah memakaikan baju Adnan setelah mandi. Setelah dirasa adik kecilnya itu sudah tampan dan harum, segera ia membawa Adnan untuk bergabung di meja makan.

Kemudian mereka makan bersama-sama. Namun tidak untuk Adnan dan Tari. Kali ini, ada sedikit perdebatan antara keduanya.

"Tatak, atu mau yayam! (Kakak, aku mau ayam!)" pinta pria kecil itu pada kakaknya.

"Mamam cendili. (Makan sendiri.)" imbuhnya lagi.

"Kakak suapi ya, Adek kan sudah mandi. Nanti kotor lagi." Tari mengambil nasi dan lauknya untuk Adnan.

Adnan menggeleng, ia tetap mau makan sendiri.

"Tatak Ahan cama Tatak Iyay mam cendili. (Kakak Farhan sama Kakak Bilal makan sendiri.)" Mulai merajuk.

"Kan mereka sudah besar Sayang, Adek masih kecil jadi harus disuapi biar nggak kotor lagi."

Tari mencoba memberi pengertian, tapi anak kecil itu susah sekali diberi pengertian. Adnan tetap merajuk, bahkan ia turun dari pangkuan sang kakak.

"Atu nggak mau mamam. (Aku nggak mau makan.)" ucapnya sembari memasang wajah kesal. Lalu ia berlari kedalam kamar dan menutupnya dengan keras.

Braak ....

Tari menghela napas panjang, harus ekstra sabar untuk menghadapi jagoan kecil itu.

Bu Mae hanya bisa menggeleng kepalanya dan tersenyum. Adnan memang anak yang pintar. Diusianya yang baru satu setengah tahun itu ia sudah bisa berbicara meski belum jelas. Apalagi jika sedang marah, lagatnya sudah seperti anak yang lebih tua darinya. Bertambah lagi satu anak pintar di keluarga tari.

Tari menghampiri adiknya yang sedang merajuk itu. Ia masuk kamar setelah mengetuk pintu. Ia melihat adiknya sedang asyik bermain robot Ultraman kesukaannya.

"Adek makan ya! Boleh deh Adek makan sendiri. Nanti kalau kotor kan bisa cuci tangan." Akhirnya Tari yang mengalah. Adnan menoleh dan tersenyum. Ia mengangguk tanda setuju.

Ah, mudahnya merayu bocah. 🤣

To Be Continue ....

Terpopuler

Comments

Dania

Dania

next ya

2022-03-27

2

Dania

Dania

Semoga Tari bisa menghadapi cobaan hidup dengar tegar

2022-03-27

2

RINDU ⭕

RINDU ⭕

bergantuk
mungkin seharusnya
bergantung

2022-03-26

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!