Seorang gadis tengah merias wajahnya di depan cermin. Tari, gadis itu sedang bersiap-siap untuk berangkat kerja. Cukup dengan sedikit polesan. Tari sudah terlihat cantik. Selesai berkutat di depan cermin, Tari memasukkan pakaian yang akan ia kenakan di tempat kerja nanti. Setelah siap ia segera berangkat.
"Dek, Kakak berangkat dulu ya!" Pamit Tari pada Farhan yang masih menonton televisi.
Farhan hanya mengangguk tanpa menoleh pada kakaknya itu. Pukul sembilan, Bilal dan juga Adnan sudah tertidur pulas di kamar. Saat malam tiba, Farhan yang menjaga adik-adiknya karena Tari bekerja. Terkadang juga Bu Mae yang menjaga mereka.
Tari berjalan menemui tukang ojek langganan namanya bang Rudi, yang setiap malam selalu mengantarkannya ke tempat kerja.
Di depan sebuah klub malam, tukang ojek itu menurunkan Tari di sana. Bang Rudi pergi dan Tari melangkah memasuki klub malam itu.
Tari berjalan menuju sebuah ruangan di mana para pemandu karaoke berkumpul. Ya, inilah pekerjaan Tari yang digeluti selama dua tahun ini. Menjadi pemandu karaoke di sebuah klub malam di kotanya.
"Sayang, kenapa baru datang? Kamu nggak lupa kan malam ini Papi mu itu datang?" Seorang wanita setengah tua datang dan memeluk Tari.
"Ingat Mami. Ana ngga akan mengecewakan Mami dan Papi," ucapnya dengan tersenyum.
Ada yang bingung kenapa Tari jadi Ana?
Ehm, dua tahun yang lalu. Kedua orang tua Tari meninggal dunia karena kecelakaan kerja di sebuah pabrik tempat mereka bekerja.
Mereka meninggalkan empat orang anak yang masih kecil. Apalagi umur Adnan saat itu baru satu setengah tahun. Tari begitu terpukul, ia tidak tahu lagi harus melanjutkan hidupnya seperti apa.
Selama beberapa bulan, keempatnya mampu bertahan hidup dengan uang kompensasi dari pabrik, tapi uang tetaplah uang, akan habis jika terus digunakan. Apalagi rumah yang dikontrak kedua orangtuanya sudah jatuh tempo pembayaran.
Bu Mae, malaikat penolong bagi anak-anak yatim piatu itu. Ia menawarkan mereka untuk ikut tinggal bersamanya. Bu Mae sendiri adalah seorang janda ditinggal mati dan tidak memiliki keturunan. Karena paksaan dari Bu Mae, akhirnya Tari menyetujui usulan tetangganya itu. Bu Mae banyak membantu mereka. Bahkan ia membiayai sekolah kedua adik Tari.
Karena merasa tidak enak hati, Tari yang saat itu sudah lulus sekolah menengah pertama berusaha mencari pekerjaan.
Siang itu, Tari keluar masuk beberapa toko untuk menanyakan pekerjaan. Belasan toko ia masuki, belasan kali pula ia keluar toko dengan wajah yang ditekuk karena tidak ada yang mau menerimanya.
Tari tengah duduk di bawah pohon yang rindang, semilir angin dan air mineral yang ia teguk sedikit menghilangkan dahaganya. Panas siang itu sangat terik sekali, ia harus berjalan mencari pekerjaan.
"Jambreeet ...." Tari mendengar suara teriakan dari balik pohon, ia menengok ke belakang. Seorang wanita dewasa sedang berteriak minta tolong. Tari melihat seorang bocah berlari melewatinya dengan membawa tas jinjing yang sudah pasti milik wanita itu.
"Tolong Jambreeet ...." Wanita itu masih berteriak. Dengan gesit Tari segera mengejar bocah itu.
Tak butuh waktu lama, karena bocah itu lebih kecil dari Tari, langkahnya pun juga lebih kecil membuat Tari segera menangkapnya.
"Berhenti!" bentak Tari setelah tangan bocah itu ia tangkap. Bocah itu terlihat ketakutan. Beberapa orang juga terlihat menghampiri.
"Sini tasnya!" Tari mengambil tas itu. Bocah itu semakin ketakutan. Sungguh miris, usianya mungkin baru delapan tahunan. Tapi ia sudah berani mencuri. Apapun alasannya, tindakan ini tidak dibenarkan.
"Cepat lari sana," Tari melepaskan genggamannya.
"Tapi Kak?" Bocah itu malah terbengong. Kenapa malah dilepaskan?
"Kamu mau ditangkap terus dibawa ke Polisi?" Bocah itu menggeleng, "Ini, aku punya sedikit uang. Buat beli makan." Bocah itu menerimanya.
"Jangan mencuri lagi! Itu nggak baik. Sudah sana pergi! Sebelum mereka datang." Si bocah mengangguk. Kemudian, dengan secepat kilat bocah itu berlari dengan wajah yang bahagia.
Beberapa orang dan juga wanita si pemilik tas sudah berada di tempat Tari berdiri.
"Kenapa dilepaskan Dek?" tanya seorang bapak-bapak. Ia terlihat kesal karena pencuri itu terlepas.
"Maaf Pak. Lagian tasnya nggak jadi dia ambil kok," jawab Tari dengan tersenyum.
"Kalau nggak dikasih hukuman, pasti dia akan mencuri lagi."
"Dia masih kecil Pak. Tadi saya juga sudah bilang untuk tidak mencuri lagi."
Tanpa berkata lagi, beberapa orang itu pergi dan kembali ke kegiatan mereka semula.
"Ini Bu, tasnya." Tari memberikan tas itu pada pemiliknya.
"Terimakasih ya Nak, kamu sangat baik sekali. Oh iya, " Wanita itu membuka tasnya dan mengeluarkan beberapa lembar uang.
"Ini buat kamu, sebagai ucapan terimakasih karena telah menolongku."
"Nggak Bu, terimakasih saya ikhlas kok." Tari menolak. Apa yang ia lakukan murni karena ingin menolong.
"Sudah terima saja. Gunakan untuk kebutuhanmu." Wanita itu memaksa Tari untuk menerimanya.
"Nggak Bu, beneran aku ikhlas menolong Ibu."
"Kamu nggak mau uang? Lalu apa yang kamu mau sebagai imbalan?"
"Bu, saya menolong Ibu tidak mengharapkan imbalan apapun." Tari tampak kesal karena dituduh menolong ada maunya.
Wanita itu menghela napas.
"Kalau begitu saya permisi pamit dulu Bu, sudah hampir sore. Saya harus segera mendapatkan pekerjaan." Saat hendak melangkah tangan Tari dicekal.
"Tunggu!" Wanita itu menahannya, "Apa kamu sedang mencari pekerjaan?"
Tari mengangguk.
"Kalau begitu ikutilah denganku! Sepertinya aku ada pekerjaan untukmu." Seketika wajah Tari menjadi berbinar.
"Benarkah Bu?" Wanita itu mengangguk. Kemudian Tari mengikuti kemana langkah kaki wanita itu pergi.
"Mira Kurnia, itu nama ku." ucap wanita itu.
"Saya Tari, Bu."
Mereka kini tengah berada di dalam rumah makan. Bu Mira memaksa Tari untuk mau ikut makan dengannya. Karena memang Tari belum makan siang, dan perutnya terasa melilit jadi ia menyetujui ajakan Bu Mira.
"Bu Mira tadi bilang ada pekerjaan buatku. Pekerjaan apa Bu?" tanya Tari disela-sela makannya.
"Habiskan dulu makananmu. Nanti aku ajak ke rumahku."
Tari hanya mengangguk dan segera menghabiskan makanannya.
***
"Kamu beneran kan butuh pekerjaan secepatnya?"
"Iya Bu." Tari kini sudah berada di rumah bu Mira. Mereka sedang berbincang diruang tamu.
"Aku ada, tapi apa kamu benar-benar mau bekerja denganku? Apa kamu sudah memiliki KTP?"
Tari menggeleng, "Belum, saya masih berumur 15 tahun Bu."
"Aduh, terus gimana dong? Syarat bekerja denganku adalah memiliki KTP. Apalagi kamu masih di bawah umur. Aku tidak mau dibilang mempekerjakan anak di bawah umur." Bu Mira menghela napas kecewa. Pasalnya, ia berpikir gadis itu sangat manis. Cocok sekali bila bekerja dengannya.
"Tolong Bu, saya nggak tahu lagi mau cari pekerjaan di mana. Saya butuh uang untuk membiayai ketiga Adik saya." Tari memelas. Ia menggenggam erat jemari bu Mira agar mau menolongnya.
"Haeh," Bu Mira menghela napas.
Ia menelisik tubuh Tari dengan seksama, memperhatikan dari atas hingga bawah.
Menarik, wajah nya terlihat lebih dewasa dari umurnya. Gumam bu Mira dalam hati.
"Baiklah, aku akan membantumu. Aku akan memalsukan identitas mu. Besok kamu datang lagi ke sini ya!"
Wajah Tari langsung berbinar mendengar ucapan Bu Mira. Ia sangat bahagia kini sudah memiliki pekerjaan.
"Terimakasih Bu, terimakasih banyak." Tari langsung memeluk Bu Mira sesaat, kemudian melepaskannya.
"Emb, tapi kalau boleh tau pekerjaan saya nanti apa Bu?"
"Kamu akan bekerja denganku sebagai pelayan di klub malam. Kerjamu hanya mengantarkan pesanan untuk para pengunjung."
Tanpa pikir panjang, Tari langsung menyetujuinya. Hanya jadi pelayan, apa susahnya? Mengantar pesanan dan membersihkan meja. Mudah bukan? Itulah yang dipikirkan Tari saat ini.
To Be Continue ....
Yeeeee, novel ketiga. Semoga lebih baik dari tulisan-tulisan yang sebelumnya. 🤧🤧
Bantu like, koment and subret ya🤗🤗 eh vote maksudnya hadiah juga jangan lupa ... Hehe, terimakasih yang setia jadi pembacaku. Lop yu pull all🤗🤗😘😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Adinda
Tari menjelma bak Kupu-kupu
2022-06-22
0
Fani Tsao
keren ini
2022-03-27
0
🅶🆄🅲🅲🅸♌
smoga benar hanya jdi pelayan pengantar minuman saja...ga pke plus plus🤭
2022-03-25
0