"Ini, Din buat kamu.." Ryan menyelipkan sebuah kartu ATM ke telapak tangan Dina.
"Ini nafkah dari aku, maaf baru bisa ngasi sekarang, aku baru gajian hari ini. Semua gaji aku masuk ke rekening ATM itu," sambung Ryan.
Dina masih diam, menimang kartu ATM ditangannya. Dia belum memberikan respon apa-apa, dirinya cukup kaget, karena baru kali ini ada orang yang memberinya kartu ATM.
Meski kemarin-kemarin, Ryan belum memberikan uang nafkah, tapi semua kebutuhan rumah termasuk kebutuhan Dina, Ryan yang memenuhinya.
"Sekarang kamu yang pegang, kamu yang atur keuangan rumah. Isi saldonya mungkin tidak banyak, nanti jika aku dapat bonus atau lemburan dari kantor, masuk ke ATM itu juga."
Melihat Dina yang hanya diam, membuat Ryan berfikir yang bukan-bukan.
"Kenapa?" tanya Ryan menyentuh lengan Dina.
"Hah?" Dina gelagapan
"Kenapa diam saja?"
"Jadi ini ya yang namanya nafkah dari suami..."
"Heemh.. Kamu bebas makai uang ini selama untuk hal-hal yang berguna. Mungkin aku terkesan pelit, tapi aku sedikit kurang suka membeli barang-barang yang kurang penting esensinya," tegas Ryan.
"Oh.. oke... Aku juga nggak terlalu suka beli-beli barang yang nggak penting."
"Bagus dong, berarti kita memang berjodoh," ucap Ryan santai sambil memakan kripik bawang yang tersaji di meja.
Dulu di rumah Ryan jarang ada makanan, isi dalam lemari esnya pun hanya air dingin dan telur. Setelah menikah, Dina mengisi penuh lemari esnya, dari sayur-sayuran, buah-buahan, daging, ikan, seafood, hingga yogurt dan eskrim. Belum kue-kue kering yang di simpan dalam toples.
Dina sebenarnya tidak terlalu suka ngemil, dia membeli cemilan untuk suguhan jika ada tamu ke rumahnya, namun hingga seminggu lebih dia tinggal di rumah Ryan, belum pernah mereka kedatangan tamu. Malah Ryan yang suka ngemil, bahkan isi dalam toples semakin berkurang setiap harinya.
"Meskipun kamu memiliki penghasilan sendiri, aku minta jangan sekali-kali kamu pakai uang kamu untuk kebutuhan rumah. Selama dalam ATM tersebut masih ada saldonya, pergunakan itu, jika habis bilang sama aku, nanti aku usahakan mengisinya kembali," jelas Ryan panjang lebar.
"Boleh aku minta satu hal?" pinta Ryan.
"Apa?"
"Biasanya setiap bulan, aku selalu ngasih uang sama Bunda. Untuk bulan ini dan seterusnya, bisa kita tetap ngasi ke Bunda?" pinta Ryan terlihat sangat hati-hati saat mengatakannya.
Ingin mengerjai suaminya, Dina sengaja tidak langsung menjawab permintaan Ryan, dia hanya diam dengan mata melihat tajam ke arah Ryan.
Merasa jika istrinya tidak setuju, Ryan membuka mulutnya kembali hendak mengatakan sesuatu, "Jika kamu nggak setuju.." dengan cepat Dina menghentikannya.
"Boleh ko kak, masa berbuat baik sama orang tua dilarang," Dina menjawab sambil tersenyum manis.
Ryan menghela nafas lega, Dina mengulum senyum melihatnya.
"Makasi ya.." Ryan menggenggam tangan Dina, membuat Dina seperti tersengat listrik, jantungnya berdetak tak beraturan.
"Kenapa bilang begitu?"
"Terima kasih, kamu selalu bersikap baik kepada orang tua aku..." Ryan tidak melepaskan genggamannya dari tangan Dina.
"Sekarang orang tua kakak sudah menjadi orang tua aku juga," Dina tersenyum manis, memperlihatkan lesung pipitnya, favorit Ryan.
Senyum Dina pudar, dia memalingkan wajah saat Ryan lekat memperhatikannya.
"Aku tahu kamu gadis yang baik, karena itu nggak sulit untuk aku jatuh cinta sama kamu," lirih Ryan tapi terdengar jelas d telinga Dina.
Dina yang masih belum siap dengan pernyataan cinta Ryan, pura-pura tidak mendengar perkataan Ryan, pura-pura fokus melihat tayangan sinetron di depannya.
"Yaaah, dikacangin lagi. Kalah lagi sama sinetron, jadi pengen jual tv."
Perkataan Ryan, membuat Dina tertawa dalam hati. Ryan melepaskan genggaman tangannya, berlalu meninggalkan Dina yang merasa bersalah dengan sikap tak acuhnya kepada suaminya.
Dina mencoba fokus kembali dengan tayangan sinetron yang sebenarnya tidak terlalu dia sukai, tapi pikirannya kembali teringat pada Ryan yang seperti kecewa kepadanya.
Dina menengok ke belakang, mencari keberadaan suaminya, ternyata Ryan sedang di dapur. Sebagai bentuk permintaan maafnya, Dina ke dapur untuk membantu suaminya.
"Lagi apa, kak?" Ryan menoleh sebentar, lalu memalingkan lagi wajahnya.
"Lagi nyetrika," jawab Ryan ketus.
"Iiih kakak, sensian amat sih." Dina menarik kaos belakang Ryan. "Aku bantuin, ya?" bujuk Dina.
Ryan sedang merebus air untuk membuat mie instan.
"Udah nggak usah, kamu ke depan aja, entar sinetronnya keburu main."
"Nyindir..."
"Kamu ke depan aja, suami kamu ini sedang berbaik hati, jadi kamu juga dibikinin."
"Kalau gitu aku siapin air minum sama krupuk aja ya."
"Heemmh..."
"Jangan lupa pakai sayuran sama telur juga ya."
"Iish ngelunjak."
Ryan mengacak rambut Dina, namun tak urung dia membuka lemari es untuk mengambil sayuran dan telur."
"Cabe rawitnya jangan lupa kak!"
"Kamu cerewet dan banyak maunya juga ternyata. udah ah sana tungguin aja di depan."
Dina tersenyum senang, karena Ryan sepertinya tidak marah kepadanya. Dia ke depan dengan membawa dua gelas air jeruk dan setoples krupuk.
"Lho katanya aku dibikinin, ko cuma bawa satu mangkuk?"
"Lihat neh porsinya jumbo. Kita ini suami istri, enakan satu mangkuk berdua, sunnah..." Ryan menekankan kata sunnah ke telinga Dina.
Ryan meletakan satu mangkuk yang berisi dua mie instan dengan dua sendok di atas meja. Ryan duduk di atas karpet, lalu mulai menyeruput kuah mie instan dengan perlahan, untuk menggoda Dina.
Dina menelan salivanya sendiri, melihat kuah mie instan yang sangat menggiurkan di lidah.
"Beneran nggak mau? ini enak banget lho, cobain deh aku masaknya pakai cinta."
"Gombal, pakai tangan yang bener."
Dina akhirnya turun juga, duduk di samping Ryan.
"Gimana, enak kan?"
Dina mengangguk, harus Dina akui mie instan buatan Ryan memang terasa enak, pas di lidah.
"Besok pagi, sebelum berangkat kerja, mampir ke rumah bunda ya, buat ngasi uang."
"Tapi kan belum ngambil uang chasnya."
"Nggak apa-apa, pakai uang aku dulu. Nanti pulang kerja, ke ATM dulu sekalian ngambil uang untuk sehari-hari."
"Besok bawa uangnya lebihin, aku minta buat pegangan aku sama ngasi ke mamah juga."
"Mamah?"
"Mamah kamu lah, kita harus adil, kalau ke bunda juga ngasi, ke mamah juga harus dong. Dari toko, kita langsung ke rumah mamah."
Dina memandang haru suaminya, "Makasi ya, kak."
Ryan mengangguk dan tersenyum.
Sambil mengobrol, tak terasa isi dalam mangkuk hampir tandas.
Ryan mendekatkan wajahnya ke wajah Dina.
"Kamu makannya belepotan."
Ryan memegang pipi Dina, bukan untuk mengusap kuah mie yang ada di sudut bibir Dina, tapi untuk menahan kepala Dina ketika Ryan menyatukan bibirnya dengan bibir Dina.
Dina yang tidak siap, membulatkan matanya tak percaya, ciuman pertamanya akan terjadi malam itu.
Ciuman itu hanya terjadi sesaat, karena sejatinya ciuman itu pertama juga untuk Ryan. Ciuman yang hanya berupa kecupan.
Dengan menangkup wajah Dina, mata yang saling menatap, Ryan berkata "Nafkah batin pertama dari aku."
**BERSAMBUNG
Uuuhuuuy, makin uuwwuu kan pasangan ini, pacaran setelah menikah, bebas ngapa-ngapain 😂😂**.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Falina Adhianthi
cash
2022-10-28
0
weny
ngangsur
2022-06-13
0
Sandisalbiah
Hillii.. modus Riyan...
2022-04-22
0