"Ka... hari ini aku mau ke toko, boleh?"
Dina duduk di kursi seberang, Ryan. Malu-malu, Dina meminta ijin pada suaminya. Pulang dari rumah orang tua Ryan, Dina memilih menghindar dari suaminya, alasannya karena malu, mengingat yang sudah terjadi antara dirinya dan Ryan semalam.
Begitu sampai di rumahnya, turun dari motor, Dina langsung melesat membuka pintu rumahnya dan masuk ke dalam kamar.
Dengan alasan mandi, Dina memilih berlama-lama di dalam kamar mandi. Dina memutuskan pergi ke toko, agar tidak terlalu sering melihat suaminya.
"Berangkat jam berapa?"
Tanpa mengalihkan pandangan dari laptop di depannya, Ryan bertanya tenang, padahal dalam hati sama seperti Dina, bertalu-talu.
"Sekarang, ka."
Ryan melihat penunjuk waktu di pergelangan tangannya.
"Mau di antar?"
"Nggak usah, ka. Aku udah pesan ojek online." Bukan tidak ingin menerima tawaran suaminya, Dina hanya ingin sejenak menjaga jarak dengan, Ryan. Ingin menelaah hatinya, seperti apa perasaannya kini kepada Ryan.
"Ya sudah, hati-hati. Nanti pulang jam berapa?"
"Kalau sore, boleh?"
"Ya udah nggak apa-apa, jangan lupa makan!"
"Makasi, ka..." Dina mengulurkan tangannya kepada suaminya, Ryan menerima uluran tangannya, lalu, Dina mencium punggung tangan suaminya.
"Hati-hati..." teriak Ryan sebelum, Dina keluar dari rumahnya.
Sepeninggalan istrinya, Ryan tidak fokus untuk melanjutkan pekerjaannya, layar laptop hanya dia pandangi, tanpa betul-betul dipandang, karena pikirannya berkelana pada Dina.
Ryan tidak menyangka jika dia akan menikah dengan, Dina, adik kelasnya dulu saat sekolah menengah. Bukan hanya dirinya, sebagian teman-teman yang di undangnya, tidak menyangka jika Ryan berjodoh dengan Dina. Jodoh? Ryan sendiri belum sepenuhnya yakin, Dina adalah jodohnya.
Di matanya, Dina gadis manis dan baik hati. Kebaikannya, Ryan lihat sendiri saat kemarin berkunjung ke rumah orang tuanya. Saat, Dina membantu ibunya memasak, diam-diam Ryan memperhatikan, Dina begitu cekatan dan tak sungkan mengerjakannya. Dina juga selalu berkata sopan dan menggunakan bahasa yang halus ketika berbicara.
Dina yang memutuskan bekerja, Ryan yakin, Dina hanya ingin menghindarinya. Senyum terukir saat mengingat kejadian semalam, sebenarnya peristiwa biasa, tapi dari peristiwa kecil itu, Ryan yakin jika, Dina masih sangat polos untuk urusan laki-laki, meski mengaku memiliki pacar.
Flashback
Ketika membalikan badan, baik Ryan maupun Dina kaget, karena ternyata mereka sama-sama kesulitan. tidur. Mereka tertawa dengan tingkah konyol mereka.
"Kamu nggak bisa tidur juga?" tanya Ryan bangkit mengubah posisi menjadi duduk bersandar pada tembok kamarnya.
"Iya.." jawab Dina singkat, dia melakukan hal yang sama seperti Ryan, mereka duduk bersisian dengan jarak yang cukup dekat.
"Menurut, kamu apa arti pernikahan kita?" tanya Ryan setelah keduanya terdiam beberapa saat.
"Setelah ijab qabul di ucapkan, aku berusaha menjalani pernikahan ini dengan serius, walaupun aku belum bisa memberikan hak, kak Ryan, karena aku ingin memastikan sesuatu dulu."
Ryan mengernyitkan alisnya mendengar penuturan Dina.
"Kalau kak Ryan bagaimana?" Dina balik bertanya.
"Maaf jika ini membuat kamu sakit hati. Tapi sejujurnya aku belum tahu akan seperti apa pernikahan kita ini. Aku bahkan belum memberitahu pacar aku kalau aku sudah menikah. Kita masih tetap berhubungan baik by phone. Maaf..." Ryan berfikir lebih baik berkata jujur dari pada berdusta.
Dina tersenyum pahit, tapi dia sudah menyiapkan hati mendengar hal itu.
"Hal itu yang ingin aku pastikan, dan sekarang aku udah tahu. Selama kita terikat pernikahan, aku akan berusaha menunaikan semua peran seorang istri, kecuali hal itu. Aku harap kak Ryan mau memakluminya, dan ridho dengan keputusan aku."
"Ya..." Ryan mengangguk meski mungkin sulit. Dia laki-laki normal, berada satu tempat tidur dengan Dina saja, sebagian pikirannya berkelana bisa mereguk madu pernikahan. Laki-laki tidak harus mencintai, ketika melakukannya. Tapi Ryan tidak boleh egois, dia tahu impian semua wanita adalah menyerahkan mahkotanya untuk laki-laki yang dia cintai dan antara dia dan istrinya belum ada rasa itu.
Topik utama sudah dibahas, rasa kantuk mulai menyerang, tapi keduanya sama-sama bertahan. Mereka membicarakan tentang pribadi masing-masing, apa yang disukai dan tidak disukai, hingga saat, Ryan tengah berbicara, Kepala Dina terjatuh di pundaknya.
"Ya elah, lagi seru-serunya cerita, malah di tinggal tidur," ucap Ryan sambil membetulkan sebagian rambut Dina yang menutupi wajahnya.
Tangan Ryan seolah kesetrum ketika secara tak sengaja menyentuh pipi halus Dina. Entah dorongan dari mana, Ryan meletakan ibu jarinya di pipi Dina dan mengelus-elus selama beberapa saat.
Beruntung bagi Ryan, Dina tertidur pulas, tak terusik sama sekali dengan tindakan Ryan. Jemari Ryan bergerak menyentuh bibir Dina yang sedikit terbuka. Ryan tersenyum, merasa lucu dengan mimik wajah istrinya saat tidur.
Ryan menundukan wajahnya mendekat ke wajah istrinya. Hembusan nafas teratur Dina, terasa mengenai pipinya. Dan Ryan mengikis jarak dengan mengecup bibir Dina.
Jantung Ryan berdetak kencang, seolah pencuri yang mencuri ciuman pertama istrinya. Beruntung aksinya tidak sampai membuat Dina terbangun. Entah jam berapa, sambil menormalkan detak jantungnya, Ryan pun tertidur dengan posisi masih bersandar di dinding dan Dina yang bersandar di pundaknya.
Tanpa bunyi pekak dari alarm, dua hari menikah, membuat, Dina bisa bangun dengan sendirinya. Posisi Dina saat bangun seperti sedang memeluk guling, sebelum kesadarannya terkumpul seratus persen, Dina mengeratkan pelukannya pada sesuatu yang dia anggap guling. Namun kesadarannya datang saat dia menyadari jika sesuatu yang dia peluk tidak seempuk guling, dan saat dia membuka mata dia hampir berteriak ternyata yang dia peluk adalah pinggang Ryan. Dina tertidur dengan kepala di pangkuan Ryan.
Segera, Dina bangkit menjauh dari tubuh suaminya, dalam hatinya dia bersyukur tidak berteriak yang akan membuat, Ryan terbangun. Dina menyambar kerudungnya, lalu ke luar kamar menuju kamar mandi.
Tanpa, Dina tahu, setelah dia menutup pintu, perlahan Ryan membuka matanya, dan tersenyum geli membayangkan wajah merah istrinya.
Sebenarnya, Ryan sudah terbangun sejak tadi, karena merasa berat dan pegal di bagian bawah perutnya. Namun, dia bertahan di posisi tersebut karena tidak ingin membuat, Dina terbangun.
Dia harus pura-pura tidur saat, Dina mengeratkan pelukan di pinggangnya. Jangan tanya betapa geli dan entah perasaan apa yang Ryan rasakan saat, Dina mengeratkan memeluknya.
Ingin, Ryan terkekeh geli, namun dia tahan, tak ingin membuat istrinya malu.
Dua kali dia tidur seranjang dengan Dina, dan terbangun dengan posisi Dina yang memeluknya. Dia tidak tahu, esok hari akan terbangun dengan posisi seperti apa.
Flashback off
Lamunan, Ryan buyar saat dering keras berbunyi dari ponselnya. Ryan melihat id pemanggil sweetheart, nama yang dia tulis untuk Maretha. Jika dulu pada dering pertama, Ryan akan langsung mengangkatnya, namun kali, Ryan sedikit ragu. Entah kenapa muncul perasaan bersalah kepada Dina, seolah dia sedang berselingkuh.
**BERSAMBUNG.
Terima kasih untuk readers yang sudah membaca tulisan ini, jangan lupa tinggalin jejaknya, like, vote dan koment yang banyak!
Sebelum membaca, klik subscribe dan tambahkan cerita ini ke rak buku kalian!
Selamat membaca**.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
lucky gril
lah memang selingkuh kok😪
2022-11-23
0
I Gusti Ayu Widawati
Ceriteramu ini bagus tetapi lebih bagus ceriteramu ttg Febi dan Fabian.
Tokoh Fabian bisa dipakai panutan,suami dan ayah yg bijak.
2022-11-02
0
Junaedi Juna
mau d bawa kemana hubungan ini Ryan?
2022-05-28
0