Tak lama jarak yang di tempuh oleh kendaraan yang membawa Ryan dan Dina, hanya dua puluh menit saja taksi online yang dipesan Ryan sudah berhenti di sebuah rumah satu lantai, tidak terlalu besar, tapi cukup asri dengan taman kecil di depan pintu masuk. Ryan keluar lebih dulu, di susul oleh Dina.
Supir taksi membantu menurunkan koper berukuran sedang yang berisi baju-baju dan perlengkapan Dina. Tas ransel yang Ryan bawa saat ke rumah Dina sudah tersampir di salah satu pundak Ryan.
Keluarga Dina tidak bisa mengantarkan kepindahan pengantin baru tersebut, selain kepindahan mereka yang mendadak, masih banyak sanak saudara di rumah orang tua Dina, bahkan rumah mereka masih kedatangan tamu dan kerabat yang tidak bisa hadir saat acara pesta pernikahan kemarin.
Sebelum melangkahkan kakinya menuju halaman rumah, Dina diam terpaku mengamati rumah yang akan dia tempati entah sampai kapan. Rumah yang terlihat sangat nyaman untuk dijadikan tempat tinggal.
Dalam perjalanan, Ryan sudan menceritakan secara singkat, jika rumah yang akan mereka tuju adalah rumah pribadi Ryan, yang dia beli dari hasil kerjanya, dibantu tambahan dana dari kedua orang tuanya.
Rumah orang tua Ryan sendiri masih di komplek yang sama, hanya berbeda blok saja. Sebelum menikah, Dina pernah dibawa beberapa kali berkunjung oleh kedua orang tuanya.
Dina sangat yakin, jika rumah dihadapannya sudah mengalami perombakan, karena berbeda dengan rumah-rumah lain di sekitarnya yang semuanya tampak sama.
"Ngapain berdiri di sana, mau berjemur?"
Ryan yang sudah membukakan pintu rumah, menoleh karena merasa Dina tidak terlihat di belakangnya.
Mendengar seruan suaminya, Dina melangkahkan kaki, sambil menarik koper, karena Ryan tidak membawakan koper miliknya. Dalam hatinya, Dina berdecak kesal, karena Ryan tidak peka untuk sekedar membawakan koper miliknya.
"Dasar laki-laki nggak peka, ngakunya suami, tapi istrinya kesusahan bawa koper, bawa paper bag, nggak inisiatif banget buat bantuin," Dina menggerutu pelan.
Ryan menutup pintu ketika dia dan istrinya sudah di dalam rumah. Ryan mendahului langkah Dina memasuki bagian dalam rumah. Dina mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru rumah Ryan, cukup rapi dan bersih untuk ukuran rumah seorang laki-laki, begitu penilaian Dina.
"Kamar aku yang mana?" tanya Dina saat melihat dua pintu bersebelahan, yang Dina yakini di balik pintu tersebut adalah ruangan kamar tidur.
"Nggak ada kamar kamu, tapi kamar kita," jawab Ryan dengan tegas.
"Kamar kita yang sebelah kanan, sebelahnya ruang perpustakaan," terang Ryan singkat.
Salah satu hoby Ryan adalah membaca, karenanya, dia menjadikan salah satu kamar di rumahnya, menjadi ruangan tempat menyimpan koleksi buku-bukunya, sekaligus ruang kerja jika ada berkas pekerjaan yang harus dia selesaikan di rumah.
Ryan mendahului Dina berjalan ke arah kamarnya, setelah membuka pintu, Ryan langsung masuk ke dalamnya. Dengan berat hati, Dina berjalan dan masuk juga ke dalam kamar tersebut dengan menarik koper miliknya, sedang paper bag, dia letakan di meja yang dekat dengan tempatnya berdiri.
Kamar yang cukup luas, dengan tempat tidur berukuran king size, lemari besar, dan sebuah meja. Dina juga melihat ada kamar mandi di pojok sebelah kiri tempat tidur.
"Kamu bisa membereskan baju-baju kamu di lemari sana, aku udah kosongin sebagian tempat buat kamu!" tunjuk Ryan ke arah lemari.
Setelah mengatakan itu, Ryan keluar dari kamar. Dina yang tidak ingin ambil pusing kemana suaminya pergi, berjalan mendekat ke arah lemari untuk memulai kegiatannya membereskan pakaian yang tak seberapa.
¤¤FH¤¤
Dina keluar kamar setelah selesai memindahkan baju-bajunya. Harum makanan menyapa indera penciumannya begitu dia membuka pintu.
"Maaf aku langsung panasin lagi makanannya, aku masih laper, tadi di rumah kamu, aku sarapan cuma sedikit," ujar Ryan saat melihat Dina mendekat ke arahnya.
Ryan duduk di kursi meja makan dengan sepiring nasi dan lauk-lauk sisa pesta kemarin yang sengaja mamahnya Dina bawakan sebelum mereka pergi.
Saat mamahnya membungkus nasi beserta beberapa jenis lauk, Dina sudah berusaha menolak, karena Dina tidak ingin repot membawanya. Dalam benak Dina, mereka hanya melakukan perjalan sebentar, dan mereka juga tinggal di pusat kota, banyak warung nasi bahkan jika malas keluar, bisa memesan makanan melalui aplikasi, tidak susah mendapatkan makanan.
"Biar kamu nggak perlu repot-repot masak atau beli," ucap bu Nani menimpali penolakan anaknya.
Dina menarik kursi di seberang Ryan lalu mendudukinya.
"Kalau kamu mau makan juga, ambil aja di dapur, mumpung masih anget! Aku tuh nggak bisa kalau sarapan cuma makan roti aja, hanya bertahan satu jam, setelah itu lapar lagi. Untung mamah kamu, mertua yang baik dan sangat pengertian, bawain bekal makanan." sambung Ryan setelah menyelesaikan kunyahannya.
Mendengar pengakuan Ryan, Dina jadi ingat jika tadi suaminya hanya sarapan satu tangkup roti yang diolesi selai.
"Pantes jam segini udah kelaparan lagi," Dina meledek suaminya.
"Kamu harus tahu! sebagai istri yang baik harus tahu kebiasaan-kebiasaan suaminya. Nanti kalau nyiapin sarapan, makanan berat aja, jangan roti atau sandwich!"
"Bikin repot aja."
"Nggak harus kamu yang masak, beli juga aku nggak masalah," ucap Ryan tak acuh dengan keengganan istrinya.
Dina bangkit dari duduknya melangkah menuju dapur. Dapur yang tidak terlalu luas, meja kompor dua tungku yang menyatu dengan tempat mencuci piring. Lemari kitchen set menempel di atas dan di bawah meja kompor. Lemari es berada di pojok dekat pintu.
Dina mendesah saat melihat bungkus plastik bekas makanan masih teronggok di atas meja. Meja kompor kotor, bekas makanan dan cipratan minyak.
"Laki-laki dimana-mana sama aja. Aku yakin jika rumah ini rapi, karena dia memanggil tukang kebersihan." Dina berguman, dia berbicara sendiri.
Satu persatu kekacauan di dapur, Dina rapihkan. Hingga saat Ryan masuk untuk meletakan piring bekas makannnya, dia berpapasan dengan Dina yang hendak keluat kamar. Ryan mengulaskan senyum samar melihat dapurnya kembali bersih seperti semula.
"Kamu nggak makan?"
Ryan melihat, Dina hanya memegang gelas berisi air minum.
"Belum lapar,"
Ryan mengendikan bahunya, lalu mencuci piring bekas makannya, sedang Dina berjalan ke depan dengan segelas air di tangannya.
Dina duduk di kursi ruang tamu yang merangkap ruang keluarga. Dina merasa bosan tidak tahu pekerjaan apa yang bisa dia lakukan saat ini di rumah suaminya. Dina teringat tokonya, sudah beberapa hari dia tidak datang ke tokonya, biasanya menjelang siang seperti sekarang, tokonya sedang ramai dengan pembeli.
Dina mengambil ponselnya, untuk melihat aktivitas di tokonya, melalui kamera pengawas yang tersambung ke ponselnya. Fokus melihat ke layar ponsel, Dina sampai tidak sadar jika suaminya duduk di sampingnya dan ikut melihat tayangan-tayangan dari kamera pengawas.
"Toko kamu rame juga ya."
Perkataan Ryan yang tiba-tiba membuat Dina kaget hingga spontan mengucapkan kalimat istighfar.
"Kamu kaget segitunya, emangnya aku hantu," protes Ryan.
"Kamu lebih dari hantu."
Ryan mendelik tajam mendengar perkataan istrinya.
"Kamu aku ijinkan bekerja, asal tidak melebihi jam kerja aku dan tidak lalai dengan kewajiban kamu sebagai seorang istri."
"Aku nggak minta ijin kamu."
"Tentu kamu harus meminta ijin, karena sejak ijab kabul terucap, kamu menjadi tanggung jawabku," tegas Ryan.
Dina tidak membantah lagi ucapan suaminya, karena yang dikatakan suaminya benar adanya. Hanya hatinya yang masih sedikit gengsi mengakui jika sekarang mereka adalah pasangan suami istri.
"Kamu suka membaca?" tanya Ryan setelah keheningan beberapa saat.
"Lumayan," jawab Dina singkat.
"Kalau kamu bosan dan kamu mau, kamu bisa membaca buku-buku aku di ruangan sebelah."
Dina menjawab dengan anggukan kepala.
"Kalau mau nonton drakor juga bisa, rumah ini ada wifi nya juga, paswordnya Ryan ganteng, huruf kapital semua," ucap Ryan sebelum beranjak meninggalkan istrinya masuk ke kamar mereka.
Dina terperangah mendengar kenarsisan suaminya, namun tak urung dia mengetikan pasword yang Ryan katakan. Sudut bibirnya sedikit tertarik setelah ponselnya tersambung dengan jaringan internet. Dalam hatinya Dina tertawa ternyata suaminya sekonyol itu menggunakan pasword yang menunjukan kenarsisannya.
**BERSAMBUNG
Tes dong, masih adakah yang nungguin cerita ini lanjut**?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Tamirah
ceritanya menarik kita tunggu apa alur cerita nya kenceng aja atau berliku liku
2024-09-08
0
Dian
🤣🤣🤣🤣🤣 sama ih
aku bkin pass wifi kantor
nadyacantikcelalu
🤣🤣🤣🤣🤣
2022-03-21
0
Lustiana
😅😅😅
2021-12-31
0