Selesai membereskan perlengkapan shalatnya, Dina melirik suaminya yang sedang tidur pulas di atas tempat tidur. Jam yang menempel di dinding sudah menunjukan pukul empat sore lebih.
Di sofa ruang tamu, beberapa jam lalu, Dina yang menonton drama korea untuk mengisi waktu, sebenarnya juga ketiduran. Ketika Dina bangun dan melihat penunjuk waktu di ponselnya, ternyata waktu shalat ashar sudah lewat, gegas Dina ke kamarnya untuk melaksanakan ibadah wajib tersebut.
Dalam hati Dina merutuk suaminya yang tidak membangunkannya saat adzan berkumandang. Namun semua sirna saat mendapati ternyata suaminya juga tidur.
Sebenarnya Dina malas untuk memulai percakapan dengan laki-laki yang menjadi suaminya, namun Dina sadar, jika dia akan sangat berdosa jika membiarkan suaminya tetap tidur dan melewatkan ibadah shalat ashar.
"Kak bangun!" Dina mendaratkan jarinya di pundak Ryan dan menoel-noelnya pelan.
Sentuhan lembut Dina tentu saja tidak berefek apa-apa pada Ryan. Dina menghela nafas, berfikir betapa susahnya membangunkan Ryan.
"Kak bangun, shalat ashar dulu!" titah Dina untuk yang kedua kalinya. Dina mengguncangkan bahu suaminya lebih kencang.
Setengah sadar, Ryan yang merasa terusik tidurnya, refleks Ryan memegang tangan Dina. Dia yang terbiasa tinggal sendiri, lupa jika kini ada Dina di rumahnya.
"Aaahhhh...." jerit Dina yang kaget tangannya ditarik oleh Ryan, hingga Dina hilang keseimbangan dan badannya jatuh menimpa Ryan.
Mendengar jeritan seorang wanita, Ryan membuka matanya, netranya bertemu dengan mata Dina yang menatapnya garang.
"Dibangunin bukannya terima kasih, malah bikin jatuh," ucap Dina setelah dirinya bangkit. Selama beberapa detik keduanya saling tatap, hingga Dina sadar dan menarik tubuhnya yang terjatuh tepat di atas tubuh tegap Ryan.
"Maaf aku nggak sengaja," balas Ryan penuh penyesalan.
Dina tidak mengucapkan apa-apa lagi, dia memilih keluar dari kamar, karena merasa aura kamar tiba-tiba jadi panas.
Ryan masih terduduk di atas tempat tidur, namun kemudian seulas senyum terbit mengingat kejadian yang awkward antara dirinya dan Dina. Ryan bahkan masih mengingat jelas rona merah di pipi Dina. Senyum di bibirnya masih bertahan hingga dia hilang di balik pintu kamar mandi.
¤¤FH¤¤
Keluar dari kamar, Dina langsung menuju dapur, dia mengambil gelas lalu mengisinya dengan air putih, berharap dengan minum mampu meredakan debaran kencang dalam dadanya.
Setelah minum, Dina menangkup kedua telapak tangannya untuk menutup wajah yang terasa panas.
Tiga tahun menjalin kasih dengan Fardhan, tidak pernah sekalipun dia bersentuhan secara sengaja dengan kekasihnya tersebut. Fardhan sangat menghormati dan menjaganya sebagai seorang perempuan, tak pernah berbuat hal di luar batas.
Ryan, suaminya. Halal jika bersentuhan dengannya, namun pernikahan yang tidak diinginkan keduanya, membuat Ryan dan Dina belum menjalankan peran mereka sebagai suami istri. Hingga hari kedua pernikahan mereka, Dina belum tahu akan dibawa kemana pernikahan mereka.
Ryan keluar kamar dengan wajah lebih segar, karena dia sekalian mandi sore. Matanya menjelajah mencari keberadaan istrinya. Kakinya berbelok ke arah belakang, ketika tidak mendapati istrinya di ruang depan.
Dina sedang duduk di kursi meja makan, dengan pandangan menerawang, pertanda dia sedang melamun.
"Din..." Ryan memegang pundak Dina, membuat Dina berjengit kaget.
"Jangan keseringan melamun, minggu lalu ayam tetangga mati karena melamun seharian," kelakar Ryan setelah mendaratkan tubuhnya di kursi samping Dina.
"Garing," ucap Dina sambil beringsut sedikit menjauh dari Ryan. Bukan tanpa alasana Dina melakukan hal tersebut, jantungnya kembali berdebar ketika Ryan duduk dekat dengannya.
Apalagi melihat penampilan santai Ryan sekarang, menambah pesonanya.
Dina meyakinkan diri, jika debaran itu penyebabnya adalah karena dia belum terbiasa berdekatan dengan laki-laki yang kini menjadi suaminya. Menafikan rasa baru yang mulai hadir di hatinya.
Ryan terkekeh mendengar jawaban Dina yang tetap bernada jutek saat berbicara dengannya.
"Maaf..."
"Untuk?"
"Kejadian tak sengaja di kamar tadi.. juga yang barusan, bikin kamu kaget."
Dina hanya menjawab permintaan maaf, Ryan dengan gumanan.
"Bunda ngirim pesan, minta kita makan malam di rumah. Jadi kita nggak usah nyiapin makanan untuk makan malam."
Rumah yang di maksud adalah rumah orang tua Ryan, mertua Dina.
"Sekarang, gih siap-siap! kita berangkat setelah kamu siap."
Dina mengangguk, setelah itu berlalu ke dalam kamar.
Sambil menunggu Dina bersiap, Ryan mengambil ponselnya. Senyumnya terkembang melihat pesan masuk dari, Maretha. Berbalas pesan dengan Maretha, Ryan seolah melupakan jika dirinya sudah menikah.
Ryan memang tidak memberi tahu Maretha, tentang pernikahannya dengan Dina. Hubungan jarak jauh dengan sang kekasih, sedikit melegakan keadaannya saat ini. Ryan belum memikirkan cara memberitahu Maretha, karena saat ini, rasa untuk kekasihnya masih teramat dalam.
Tak butuh waktu lama untuk Dina bersiap, dia hanya mengganti baju, karena tadi sudah mandi sore sebelum melaksanakan shalat ashar. Dina berjalan menghampiri Ryan yang masih di tempatnya semula.
Posisi duduk Ryan yang menghadap ke arah Dina, harusnya membuat Ryan menyadari kedatangan Dina. Namun dunianya seakan teralihkan dengan ponsel dalam genggamannya.
Dapat Dina lihat senyum Ryan terkembang yang Dina yakini saat itu suaminya sedang membaca pesan yang masuk ke ponselnya, tak lama jarinya langsung bergerak lincah di atas layar.
"Ka..."
Panggilan pelan Dina, membuat Ryan yang saat itu sedang membalas pesan Maretha gelagapan. Ryan merasa jika dia sudah tertangkap basah selingkuh. Padahal Dina juga tidak mengetahui siapa yang mengirimi Ryan pesan, dan apa isi pesan tersebut. Dan perubahan raut wajah Ryan, tertangkap jelas oleh Dina.
"Udah siap? kita berangkat sekarang ya!"
Dina dapat mendengar jika ada nada gugup saat Ryan berbicara.
Ryan bangkit lalu mendahului Dina berjalan ke arah depan rumah.
"Rumah bunda tidak jauh dari sini, beda blok aja. Motor aku juga di rumah bunda, nggak apa-apa kan kalau kita jalan kaki?" tanya Ryan pada istrinya setelah dia mengunci pintu rumah.
"Iya, nggak apa-apa, ka,"
Beriringan keduanya menyusuri jalanan, beberapa saat tidak ada percakapan antara Ryan dan Dina, kecanggungan menjadi penghalang yang membatasi mereka. Apalagi Ryan yang merasa bersalah kepada Dina, karena masih berhubungan dengan kekasihnya.
"Kapan, kamu masuk kerja lagi?" tanya Ryan memecah kesunyian.
"Aku sih bebas mau masuk kapan pun."
"Lupa, kamu kan ownernya ya."
"Milik keluarga, aku cuma bantu mengelola saja. Ka Ryan mulai masuk kerjanya besok?"
"Sebenarnya masih ada cuti satu hari lagi.."
"Tadi pagi bilangnya ke papah..."
"Iya, aku minta maaf soal itu. Aku cuma ngerasa nggak enak aja di rumah kamu. Kita kan pengantin baru yang belum kenal terlalu dalam, aku nggak mau orang tua kamu kepikiran melihat kita yang canggung-canggungan. Kan nggak ada salahnya juga kita pergunakan waktu minim itu untuk saling mengenal."
"Tapi nggak harus bohong juga kali, kalaupun jujur, papah sama mamah pasti ngerti."
"Iya aku minta maaf.."
"Sekali lagi ka Ryan minta maaf, bisa dapat mangkuk cantik," ucap Dina sambil tersenyum.
Ryan yang masih menolehkan kepalanya ke arah Dina, menangkap jelas senyum yang terukir di wajah Dina. Dia terpana melihat senyum manis yang istrinya sunggingkan. Senyum yang membuat cekungan kecil di pipi sebelah kiri Dina terlihat jelas dari jarak dekat. Senyum yang membuat Dina terlihat semakin cantik di mata Ryan. Tanpa Ryan sadari, mulai tumbuh rasa lain untuk Dina di hatinya. Rasa yang akan membuatnya dilema untuk mempertahankan atau melepaskan.
**BERSAMBUNG.
Setelah membaca, jangan lupa vote, like, komen cerita ini ya! Tambahkan ke daftar bacaan favorit, dan subcribe supaya nggak ketinggalan kelanjutan cerita ini.
With love
Selamat membaca**.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Dian
🤣🤣🤣
2022-03-21
0
Ardan Enggar
komen komen
2022-02-12
0
Alecia Ajahwa
Ryan gimana sih curang bnget Dina mh udah mutusin pacar nya dia mh belom
2022-02-01
0