Malam semakin pekat, dingin angin yang menusuk tak mengusik dirinya untuk segera bangkit, menyudahi kesendirian di bangku taman dengan penataan lampu kota yang menyeruak begitu gemerlap. Deretan bangku taman, penuh di duduki pengunjung yang rata-rata datang berpasangan.
Samar terdengar, senda gurau beberapa pasang anak remaja yang menghabiskan malam minggu bersama. Wajah lepas tanpa beban, rona bahagia merenda kasih dengan api cinta yang tidak kunjung padam.
Hidung yang memerah diusapnya berulang kali, cinta masa remaja yang tidak pernah dia rasakan. Jalan berdua, berkencan, nonton bioskop dan hal indah lain yang sekalipun tidak dia jalani, terlewat begitu saja. Aruna beranjak, menyudahi kilas balik masa lalunya di saat remaja.
Beban yang tadi hilang kini kembali datang. Rumah yang harusnya menjadi tempat singgah yang paling nyaman, malah berbalik menjadi neraka yang menyuguhkan segala macam kesakitan.
"Kamu dari mana saja, kenapa baru pulang?"
Aruna tersentak, penerangan yang redup membuat matanya kabur untuk menelisik. Perlahan kakinya masuk lebih dalam, melihat seseorang yang duduk memunggungi.
"Aku menunggumu sejak tadi.... aku membatalkan acara malam ini demi meluruskan kesalahpahaman diantara kita."
Aruna bergeming, enggan menjawab atau menyanggah apapun yang terlontar dari mulut yang ternyata itu adalah Aryo.
"Aku ingin menjelaskan kejadian di cafe tadi." Aryo berdiri dan berbalik menghadapnya.
"Tidak ada yang perlu dijelaskan, semuanya sudah cukup jelas."
"Aku tidak mau kamu salah paham."
"Kita bicarakan besok, aku capek." Melangkah dengan segera sebelum Aryo menjangkaunya lebih dekat. Menyembunyikan mata yang meninggalkan jejak merak, tidak ingin terlihat lemah, tidak ingin disamakan dengan Aruna yang dulu, lugu, penurut dan tidak memiliki keberanian. Walau hati kecilnya berkata, kalau dia memang tidak berani hidup sendiri.
"Dia mantan pacarku, aku hanya ingin menghiburnya karena tunangannya membatalkan pernikahan." Cegah Aryo, dan itu berhasil. Aruna terpaku, berdiri di undakan tangga.
"Dia datang ke kantor, dan meminta ku untuk menemaninya makan siang. Dan aku tidak bisa menolak, aku kasian melihat keadaannya, aku takut dia akan berbuat nekat kalau aku biarkan sendiri, dia sangat depresi."
Aruna berbalik, menekan hati yang sudah lelah, muak dengan alasan klise yang di urai panjang Aryo.
"Tidak ada yang terjadi diantara kita, dia hanya masa lalu... kita hanya sebatas teman, dia juga tahu kalau aku sudah beristri."
"Apa dia peduli Mas sudah beristri" Aryo membisu.
"Apa yang akan Mas lakukan jika posisi kita terbalik?" Aryo masih membungkam.
"Apa Mas peduli dengan perasaan ku saat itu?"
"Aku sangat peduli, makanya aku ingin menjelaskan semuanya kepadamu."
"Kenapa baru sekarang, kenapa tidak dari tadi saat Mas bersama dia?" Aruna menekan suaranya yang meninggi, memejamkan mata dan menghirup udara sebanyak mungkin.
"Mas takut menyakiti dia?" Kembali bersikap tenang.
"Kamu tidak percaya padaku?"
"Apa aku harus percaya dengan kesalahan yang kembali terulang, setelah Mas berjanji kepadaku?"
"Aku sudah menjelaskan semuanya, sikapnya memang sedikit manja, tapi itu bukan hanya kepadaku saja. semuanya tidak seperti apa yang kamu pikirkan."
"Memang apa yang aku pikirkan? Apa aku harus berpikir kalau suamiku sedang bersama dengan sahabatnya, kolega, rekan bisnis, saudara atau sepupu.... kalau memang itu benar, kenapa Mas tidak menghampiriku, menyapa dan memperkenalkanku kepadanya... Mas malu memiliki istri seperti aku?"
"Run...."
"Aku bukan perempuan naif yang berharap kalau suamiku sedang khilaf." Potongnya dengan suara bergetar, berperang dengan mata yang akan meledak mengeluarkan air mata.
"Aruna, tolong kamu mengerti..."
Suara Aryo terputus saat ponsel miliknya bergetar di atas meja, memanggil tiada henti. Aryo berbalik, diraihnya ponsel itu, dan bersamaan dengan itu Aryo melihat Aruna. Matanya tak bisa berkata bohong.
Belum sempat Aryo mematikan panggilan itu, Aruna mengambil langkah lebar, mencekal pergelangan tangan Aryo, mengambil alih ponsel hingga berpindah ke dalam genggamannya.
"Run kembalikan." Sentak Aryo.
"Kenapa?"
"Itu ponsel ku, privasi ku."
"Aku ini istri Mas, bukan bawahan Mas di kantor." Jawabnya telak.
Aruna menyebut nama yang tertera di layar ponsel,"RANTI..."
Aryo semakin kelabakan tatkala Aruna menyentuh layar panggilan diterima.
"Yo, kamu dimana, kenapa kamu membatalkan acara kita malam ini, kamu kan udah janji sama aku?"
Suara nyaring bernada kesal yang diucapkan seorang wanita di ujung sana.
"Memang ada acara apa dengan Mas Aryo, suami saya?" Jawab Aruna dingin, tanpa sedikitpun mengalihkan tatapan matanya yang menghunus tajam kepada Aryo yang berdiri, mengusap keringat dingin di dahinya.
Tut.... tut.... tut....
Aruna menjauhkan benda pintar itu dari telinga, mengulurkan ponsel itu kembali kepada pemiliknya,"Dimatikan, mungkin Mas mau telepon balik orang yang bernama Ranti itu, dia sangat mengharapkan kedatangan mu."
"Run, dengarkan aku, Ranti itu..."
"Wanita tadi, mantan pacar Mas?"
Aryo bergeming, sepertinya tebakan Aruna benar.
"Wanita yang sama saat di kantor Mas juga?"
Aryo terhenyak, pertanyaan yang tidak pernah dia sangka sebelumnya,"Maksud mu?"
Aruna tersenyum getir,"Sampai kapan Mas akan menyembunyikan semuanya dari ku?"
"Aku tidak mengerti apa maksud mu."
Aruna melangkah, kakinya sudah tak sanggup untuk berdiri, sofa empuk adalah pilihannya saat ini, dia akan lebih paham beban berat yang harus dia pikul, mengumpulkan sisa tenaga untuk menguak kenyataan yang harus dia dengar langsung dari mulut Aryo.
"Mas masih mencintai Ranti?"
"Aku mencintaimu."
"Aku tidak menanyakan perasaan Mas kepadaku."
"Tapi itu memang kenyataannya."
"Mencintai dua wanita?"
Aryo berjongkok, meraih tangan Aruna,"Kamu yang aku cintai, dulu hingga sekarang."
"Mas belum menjawab pertanyaan ku."
"Run..."
"Apa Mas masih mencintai Ranti?" Tanyanya kedua kali, menatap kosong jendela kaca yang ditutupi tirai coklat.
"Aku hanya..."
Aruna menatap suaminya yang tidak sanggup menjawab,"Pria sanggup mencintai dua wanita, tiga bahkan lebih, dan itu terjadi kepadamu Mas." Aruna mengangkat wajahnya ke atas, meresapi sakit yang semakin menghujam.
"Kenapa disaat sayang dan cintaku mulai tumbuh, Mas malah mematahkannya berulang kali. Selama ini aku belajar mencintai Mas, dan aku berusaha menjadi istri yang berbakti, menuruti semua yang Mas mau.... diam di rumah, mengurus rumah tangga, dan selalu ada di saat Mas butuhkan, tapi kenapa itu masih kurang?"
Dada Aruna semakin sesak, Aryo tak menyangkal apapun tentang wanita bernama Ranti, bahkan berkata tidak mencintainya pun, dia tak ucapkan.
"Kapan Mas akan meninggalkan wanita itu?" Aryo mendongak, menatap bola mata yang lelah, menuntut sebuah jawaban pasti.
Aruna menarik tangan dari genggaman Aryo, berdiri seketika,"Kalau Mas tidak bisa meninggalkannya, biar aku yang akan pergi."
"Tidak." Tergesa Aryo mencekal tangan Aruna yang akan kembali menaiki tangga, Aryo menggeleng,".... Aku tidak mengizinkanmu untuk pergi."
Aruna menghempaskan tangan Aryo, berlari menaiki tangga, menutup pintu dan menguncinya.
"Aku akan meninggalkannya Run.. aku akan menjauhinya." Teriak Aryo.
Aruna membekap mulut sekencang mungkin, tidak dibiarkan meraung meratapi semua, hanya air matanya yang tidak berhenti meleleh, mewakili hatinya yang hancur berkeping-keping.
"Run, buka pintunya... aku masih ingin bicara denganmu."
Gedoran pintu yang keras abai Aruna dengarkan. Berdiri menuju kamar mandi, membasuh mata yang meninggalkan perih, menyudahi sesuatu yang tidak akan pernah ada ujung pangkalnya jika ia terus terpuruk menangisi.
"Arunaaa.... buka pintunya.... Aruna."
Selang beberapa menit suasana kembali senyap, tak ada lagi suara Aryo yang berteriak memohon. Namun derum mesin mobil keluar dari dalam garasi, Aruna mengintip di balik tirai, mobil Aryo meninggalkan rumah.
Air matanya kembali merembes.
Apa aku harus benar-benar meninggalkannya???
🥀
🥀
🥀
_ Bersambung _
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Mrs.Kristinasena
mungkinkah cowo cinta pertama Aruna,itu Nuno??? duuuhhh...makin penisirin...aq bacanya gaaasss pooooolll thooorrrr....ga berhenti pokoknya Sampe finish...
2022-12-06
0
Venus Fajar
Tak perlu memperjuangkan sesuatu yg tak layak utk diperjuangkan,Aruna...
2021-11-28
0
Yuli Yuliani Natabraja
nyeri nyeri moal bisa di ubaran🎶🎶
2021-11-26
0