"Jinooooo.... kecilkan musiknya."
Gedoran pintu tak juga digubris oleh si pemilik kamar. Dentuman musik yang menggelegar membuat pendengarannya tuli, memainkan gitar di atas kasur layaknya gitaris kenamaan yang sedang beratraksi di atas panggung dengan ribuan penonton yang bersorak sorai memujanya.
"Jinooo..."
Seketika musik mati, suasana pun berubah hening. Jino memutar badan siap memeriksa apa yang terjadi dengan musiknya yang tiba-tiba senyap.
Jino meringis, mendapati Ratu Inggris sedang bertolak pinggang, mata melotot dan bibir yang berkerut kesal.
"Eh Mama." Perlahan Jino turun, menarik seprai dan bantal yang amburadul karena tendangan kaki yang berjingkrak-jingkrak. Tak lupa senyum manis yang dia pertontonkan kepada sang Mama, Adila Dimitri. Mantan model terkenal di eranya waktu itu.
"Seneng ya bikin telinga Mama tuli... Mama ini masih muda, Ibu pengusaha kalangan sosialita, masa iya penampilan mama yang cetar harus ditunjang dengan alat bantu pendengaran. Kamu mau keluarga kita jadi tranding topik besok pagi, Nyonya Aditya Pratama mengalami ketulian karena ulah anak bontotnya.... Apa kata dunia?" Cerocosnya tanpa henti.
"Jangan lebay deh Ma, Jino hanya mengapresiasikan bakat Jino yang selama ini terkubur seperti harta karun, Jino mau jadi gitaris hebat, dikenal seantero jagat. Kan Mama juga bisa numpang tenar nantinya."
Mata Mama Adila melebar,"Apa... numpang tenar, ada juga mimpi kamu yang numpang tenar." Mama Adila mendekat, menarik tangan Jino yang nampak lusuh dengan seragam putih abunya yang belum berganti sejak tadi.
"Sekarang kamu mandi, sebentar lagi Mas mu datang, kita harus sambut kedatangannya. Papah sudah menunggu dibawah, jadi ritual mandi mu jangan pake drama rok&roll dan segala ***** bengeknya."
Jino menepis tangan Mama Adila,"Kalau mau nyambut kenapa harus mandi segala sih Ma, begini juga kan Jino udah cakep."
Adila menarik sudut bibirnya, menarik telinga Jino dan membawanya ke kamar mandi,"Udah cepet mandi, Mas mu itu baru datang dari Jerman, masa iya kamu mau sambut dia dengan seragam lecek begini, apa kata Mas mu nanti."
Jino meraba telinganya yang panas,"Jino mau makan dulu, setelah itu baru mandi... Jino laper banget." Ngeloyor pergi melewati Mamanya yang semakin kelabakan dengan sikapnya yang ngoyo.
Adila menarik kerah seragam putihnya, hingga Jino kembali mundur,meraba lehernya yang terjerat, "Jangan ngeyel ya, cepet mandi. Kita makan kalau Mas mu sudah datang." Ucapnya sambil mendorong Jino masuk kamar mandi lagi.
"Tapi Ma... Kalau Jino pingsan gimana."
Mama Adila mengacungkan telunjuknya, tak mengubris sanggahan Jino,"Dandan yang cakep, pake baju yang rapi, jangan celana yang bolong-bolong kayak gembel."
Jino berdecak,"Itu kan..."
"Kalau tidak, uang jajan mu Mama potong lima puluh persen." Potongnya tak kehabisan akal.
"Anak kandung berasa anak tiri ini mah... Ma.... Maaaaa..."
Mama Adila tak memperdulikan celotehan Jino yang menurutnya hanyalah angin lalu belaka, Manja dan sangat kekanakan.
Jino menggeram,"Ya Tuhan buatlah hati Mama ku selembut sutra, seringan kapas yang terbang di angkasa, dan sesejuk angin yang berhembus di lembah pegunungan."
Adila yang mendengar seruan doa Jino kembali melongok,"Mama potong delapan puluh persen."
"Jangaaaan....." Menutup kamar mandi seketika.
Mama Adila terkikik, Anak laki-lakinya yang masih saja manja walau usianya sudah menginjak remaja. Sikapnya yang susah di atur, membuat ia harus mempunyai banyak mata, melihat pergaulan Jino di luaran sana. Apalagi Ibu Kota Jakarta merupakan kota yang sangat terkenal dengan pergaulan bebas.
"Mana Jino Ma?" Lirik Papa Aditya yang melihat istrinya yang hanya datang seorang diri.
"Anakmu itu loh Pah, ngeyelnya minta ampun... lama-lama wajah Mama bakal keriput kalau terus-terusan kayak gini."
Aditya menutup majalah bisnis yang dibacanya, memandang wajah sang istri yang sampai sekarang masih tetap cantik,"Biarkan Jino dengan dunianya, jangan terlalu di kekang."
Bibir Mama Adila mengerucut,"Coba aja kita masih tinggal di Surabaya, Mama nggak akan sekhawatir ini Pah. Mama pengen Jino kayak Mas nya, pinter, gampang di atur, nggak pernah bantah, fokus sama sekolah, nggak ngurusin perempuan terus."
"Ngurusin perempuan bagaimana?"
"Anak Papah yang satu itu sudah belajar jadi cowok playboy, pacarnya ada di setiap tikungan."
Papah Aditya tergelak,"Oh ya, bagus dong. Itu tandanya anak kita disukai banyak orang."
Mama Adila melotot,"Kok bagus sih."
"Mama, Mama...," Merangkul bahu Mama Adila dan mengelusnya hangat,"... Papah yakin Jino punya batasan, itu hanya cinta monyet di usia remaja, Mama ini seperti tidak pernah muda saja."
"Papah ini terlalu memanjakannya."
Papah Aditya terkekeh,"Mama tenang aja, setelah ini Jino akan diawasi Mas nya, selama ini kan Jino suka nurut sama Masnya."
Seseorang berdiri tegap, melihat kemesraan yang tak pernah hilang walau usia mereka tak lagi muda. Mama yang sedang merajuk, dan Papah yang berusaha menenangkan, membawa tubuh yang tetap ramping itu kedalam dekapan tubuhnya yang kokoh. Belaian dari tangannya yang kekar, mengurai kekesalan yang berubah menjadi cubitan manja penuh kasih.
"Mas Nunoooo...." PanggilanJino yang kencang membuyarkan sejoli yang sedang menantikan putra sulungnya. Jino berlari menyambut sang Kakak yang berdiri di ambang pintu dengan senyuman rindu, tiga tahun tak bertemu dengan keluarga tercinta.
Jino melompat, memeluk Kakak yang sudah melebarkan tangan menyambut pelukannya.
"Gimana kabar kamu?"
"Baik Mas." Jino mengurai pelukan, celingukan mencari sesuatu,".... Mas nggak bawa oleh-oleh buat aku?"
Mata Mama Adila yang berkaca-kaca karena haru, seketika buyar mendengar celetukan anak bontotnya,"Jino...."
"Apa sih Ma?"
"Mas mu baru datang, masih capek, bukan tawarin minum malah ditanyain oleh-oleh."
Jino memelas,"Selalu saja salah." Ngeloyor pergi, tak ingin mendengar ceramah panjang Mamanya yang membuat telinganya masuk IGD.
"Mau kemana lagi?"
"Ngumpet."
"Tuh kan Pah, selalu aja Jino itu kayak gitu kalau dibilangin."
Nuno terkekeh sambil merangkul bahu Mamanya,"Udah Ma, biarin aja."
"Kamu tuh sama aja kayak Papah, suka banget belain adik kamu yang bandel itu."
Nuno memapah Mama Adila untuk duduk, kerinduannya pada Mama sambung yang sudah seperti Mama kandungnya sendiri sudah habis terobati dengan suaranya yang berisik, rame dan banyak bicara. Dan ternyata itu menurun pada Jino.
"Gimana kabar Mama dan Papah, sehat kan?" Nuno meraih tangan Mama Adila dan Papah Aditya, duduk diantara mereka berdua.
Mama Adila mengangguk,"Mama tuh kangen banget sama kamu, kenapa kamu tidak pernah pulang kalau lagi libur."
Nuno balas tersenyum, melirik Papah yang seketika melempar pandangan.
Mama Adila mendelik,"Ini pasti ulah Papah mu kan, waktu libur mu harus dihabiskan untuk belajar tentang perusahaan."
"Kok nyalahin Papah." Sela Papah Aditya.
"Kalau bukan Papah siapa lagi?"
"Nuno yang mau kok Mah," Nuno menengahi.
Mama Adila mengelus rambut Nuno yang selalu tersisir rapi, terharu dengan sikap Nuno yang penurut,"Mama sayang sekali sama kamu."
"Sama aku nggak?" Seru Jino kencang, memecah kerinduan Mama Adila yang terbawa arus suasana yang mengharu.
"Ada Mas Nuno aja, lupa sama Jino, anak imut yang lagi kelaperan... adakah yang sudi memberikanku sepiring nasi." Serunya lebih keras.
"Mbook... tolong bawakan nasi tambah ikan asin, kucing manis ku belum dikasih makan." Balas Mama Adila tak kalah keras.
"Mamaaaa..." Teriak Jino, tak terima dengan candaannya yang selalu menyebutkan si kucing manis.
Semuanya tertawa, berdiri menghampiri Jino yang sudah cemberut di meja makan yang masih kosong. Mama Adila mengacak rambut Jino,"Kamu itu bikin Mama gemes." Mengecup puncuk kepala Jino.
"Kalian duduk dulu ya, Mama bantu dulu Simbok bawa makanannya kesini. Mama udah masak yang spesial buat kalian."
Ketiganya saling bertukar pandang, menelan air liur yang tiba-tiba serat. Masakan Mama Adila memang benar-benar spesial, memiliki cita rasa yang lain daripada yang lain, sangat aneh. Dan sekarang mereka hanya bisa pasrah, menyiapkan perut yang pasti akan protes tak ingin di isi.
🌿🌿🌿🌿
Nuno berderap menuju kamarnya dilantai dua. Perutnya sudah terisi penuh dengan masakan Mama Adila yang tidak bisa dia jabarkan dengan kata-kata, namun dia tetap memakannya, walau diiringi dengan drama Jino yang beberapa kali meringis, menenggak air yang dia habiskan satu jug besar seorang diri. Nuno sangat menikmati itu semua.
"No...." Mama Adila mendekati Nuno yang masih berdiri memandangi seluruh sudut kamarnya yang tidak banyak berubah, masih sama seperti saat dia tinggalkan dulu.
"Kamarnya bersih kan, Seminggu sekali kamar ini Mbok Iyem bersihkan."
"Makasih Ma."
Adila tersenyum,"Tadi jadi nyekar ke makam Kakek?"
Nuno menghela nafas berat,menyesali niatnya yang tidak kesampaian karena cuaca yang tidak memungkinkan, "Tadi hujannya besar sekali Ma, jadi aku hanya lewat saja. Mungkin besok pagi sebelum ke kantor."
"Papah nyuruh kamu langsung kerja?"
Nuno mengangguk,"Cuma pengenalan saja Ma." Menenangkan wajah Mamanya yang berubah kecut.
"Ih Papah itu emang kebiasaan, kamu kan baru sampai Indonesia, masa iya langsung kerja... suruh libur atau jalan-jalan dulu kek... biar Mama yang bilang sama Papah."
"Jangan Ma..."
Mama Adila mengacungkan telunjuk, menyuruh Nuno untuk diam, tak ingin pendapatnya dibantah sedikitpun.
"Pah... Papaaaah..."Mama Adila keluar dengan teriakannya yang sangat kencang.
Nuno hanya menggeleng dan tersenyum, inilah suasana yang sangat dirindukannya, suara Mama Adila yang berisik.
🥀
🥀
🥀
_ Bersambung _
Hai... hai... hai 🤗🤭🤭🤭
...Minal Aidzin Walfaidzin, Mohon maaf lahir dan Bathin🙏🙏🙏...
Maafkan Emak mu yang tersesat hampir dua bulan ini🙈🙈... Nyari jalan turun, eh malah nyebur, melanglang buana ke tujuh samudra🤭🤭
Emak tuh terharu, selalu ada aja yang kirim vote, hadiah, ngejapri and lain-lainnya😭😭🥳🥳 Kalian the best bingits❤❤
Akak otor, mbak, eteh, Ibu dan semua reader tercinta, tersayang, terkeren, terkece dan teeeer terrrrrrr lainnya.... selalu setia nunggu ini cerita yang nggak jelas juntrungannya, kek kue nastar, kadang di gulung, dicomot, dibulet-bulet😂
Smoga kalian tetap staytune yupp... kita menghalu lagi sama-sama🥳🥳🥳😘😘
Yang mau kasih Vote & Hadiah boleh banget, kalau nggak juga nggak masalah, slow aja👌
Tapi Jangan lupa tinggalin like & Coment yang cetar menggelegar, itu bikin mood Emak mu ini bergolak, kek rebusan air di godokan Indomie🙊
HappyReading❤❤❤
...🥀Pilih Aku, Aruna🥀...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Mrs.Kristinasena
mungkinkah Jino ini adalah jodoh terbaik yg disiapkan otor utk Aruna... penisirin kaaannnn aq nyaaa
2022-12-06
0
maura shi
seorg ayah emg seperti itu,selalu santuy menghadapi kelakuan putranya,membebaskn mereka tp dgn batasan2
beda lagi kalo emak, pasti protek bgt ngadepin ank2nya
2021-11-15
0
Ayuna milik Abinya
mba othor pinter ya,, Adila walau udah tua tetap berisik. tp mengapa hati ini msh tak rela Aditya sm Dila, maafken aku😭😭
2021-09-22
0