"Mulai sekarang Arun akan kuat Bude.... Arun ingin seperti Bude, bisa berdiri di kaki sendiri, tidak mengemis belas kasih siapapun."
Aruna meraba batu nisan yang basah karena hujan semalam. Taburan kelopak bunga mawar dan kenanga sudah dia sebarkan di atas pusaran tanah yang dipenuhi batu kerikil putih yang sengaja disimpan untuk menghalau ilalang yang mungkin akan tumbuh di atas gundukan tanah.
Hangat mentari mulai menyentuh punggungnya yang rapuh, Aruna beranjak menuju tempat kedua yang akan dia kunjungi. Membuka lembaran baru yang satu persatu akan dia siapkan sebelum dia mundur secara perlahan.
Seseorang menubruk tubuh nya yang mundur beberapa langkah, ponsel yang semula dipegang pun jatuh menyentuh paving block yang dipasang sepanjang jalan menuju pemakaman.
Pria muda itu terperangah, segera mengambil ponsel yang bergaris karena retak,"Ponselnya rusak Mbak." Tergagap karena takut akan keteledorannya, melangkah buru-buru, tanpa memperhatikan orang di sekitarnya.
Aruna mengulurkan tangan, meminta ponsel miliknya,"Hanya retak, tapi masih hidup." Seraya membolak-balikan ponselnya yang sudah tidak mulus seperti semula.
"Aku akan ganti Mbak, tunggu sebentar." Pria muda itu hendak berteriak memanggil seseorang.
"Tidak usah." Potong Aruna, mengangkat sebelah tangan agar pria itu diam,"... ini masih bisa dipakai, kamu tidak perlu ganti." Lanjutnya, dia tidak ingin membuat orang tua atau orang terdekat si anak remaja ini menjadi kerepotan karena harus menganti ponselnya yang rusak.
"Mbak tenang aja, Mas saya yang akan ganti... dia uangnya banyak kok." Ucapnya ceplas ceplos.
Aruna menahan senyum, sepertinya anak remaja ini sedikit konyol,"Tidak usah.... maaf ya saya harus pergi."
"Tapi HPnya gimana Mbak..."
Aruna menggeleng,"Tidak apa-apa."Melangkah meninggalkan pria muda yang sepertinya tidak enak hati.
"Sory ya Mbak..." Serunya lantang.
Aruna menoleh,"Iya."
"Jinooooo...."
"Iya tunggu Mas." Berlari mengejar sang Kakak yang sudah jauh melangkah menuju blok pemakaman yang berada di bagian khusus orang yang memiliki kesetaraan sosial yang lebih tinggi.
🌿🌿🌿🌿
"Serius kamu mau kerja disini, aku emang butuh pegawai, tapi apa kamu mau menerima gaji yang aku tawarkan, jumlahnya sedikit."
Aruna mengiba, Manda yang merupakan anak majikan Bude pada waktu itu, tak sengaja bertemu kembali saat berbelanja di supermarket. Manda yang humble dan baik hati, memperlakukan Aruna layaknya teman sendiri, tidak melihat status Aruna yang hanya keponakan seorang pembantu rumah tangga.
Keadaan orang tua yang berkecukupan, memudahkan Manda memperluas usaha kulinernya, hingga bisa membuka beberapa cabang yang tersebar di berbagai kota.
"Nggak papa Mbak, aku hanya ingin kerja, cari kegiatan baru."
Umur yang sama tidak menjadikan Aruna melupakan kedudukannya waktu itu, panggilan Mbak dia sematkan untuk menghormati status Manda yang merupakan anak majikan.
Manda terkikik,"Kamu ini kayak orang kekurangan uang saja....aku tahu suamimu kan seorang pengusaha."
"Aku jenuh di rumah terus Mbak." Kilahnya lagi, menutupi alasan yang sebenarnya.
"Terus anak kamu gimana kalau ditinggal kerja?"
Aruna tersenyum tipis, keturunan yang selama ini dia dambakan tak kunjung hadir dalam rumah tangga mereka,"Aku belum punya anak." Jawabnya hampir tak terdengar.
Manda melipat bibir, dia sudah salah mengira,"Maaf."
"Kok maaf, emang Mbak salah apa?" Kekehnya, menetralkan suasana hati yang tersentil bila membicarakan keturunan.
"Sepertinya kamu sedih banget."
Aruna menghalau tangan di depan wajah,"Ya nggak lah Mbak, itu tandanya Tuhan memberikan waktu lebih lama untuk aku dan suami agar terus berbulan madu setiap hari." Selorohnya, walau dalam hati semua itu ia ingkari.
Manda tergelak,"Itu mah mau kamu." Aruna balas tertawa.
"Kenapa kamu nggak kerja di kantoran aja, nanti aku bantu deh. Kamu cantik, pasti gampang buat kamu masuk ke sebuah perusahaan."
"Aku hanya tamatan SMA, mana bisa kerja kantoran."
Manda menghela nafas,"Suami mu mengizinkan?"
Mata bulat itu menembus kaca tebal yang menghalangi dari kepenatan jalan raya,"Dia belum tahu, tapi nanti aku akan bicara setelah Mbak mau menerima ku bekerja disini."
Manda termenung, ada kesedihan yang tersembunyi di mata Aruna, yang kosong tanpa arti. Tapi dia segan bertanya lebih jauh,"Oke, kamu bisa bantu-bantu aku disini."
"Beneran Mbak?" Manda mengangguk, meyakinkan,"... makasih Mbak."
"Tapi ada syaratnya?"
"Apa?"
"Kamu harus temani aku makan siang di sana."Menunjuk sebuah cafe yang bersebrangan dengan toko kue miliknya.
" Emmm..." Aruna ragu menjawab, janji untuk pulang sebelum siang menjadi perdebatan batinnya kepada Aryo.
"Mau nolak?"
"Tapi aku nggak bisa lama ya."
"Setengah jam beres.... kita kan cuma makan, bukan mau nonton film di bioskop."
Aruna tertawa kecil,"Oke."
Menyantap hidangan yang tersaji, Manda dan Aruna tak henti berceloteh. Dua tahun tak bersua, menjadi momen panjang untuk mereka bertukar cerita. Terlebih Manda, sangat antusias menceritakan kehidupannya yang penuh warna.
"Jadi siapa pria itu?"
"Pria yang mana?"
"Pria yang Mbak rahasiakan namanya, yang katanya nun jauh di sana.... pria itu pasti sangat berarti sekali buat Mbak... pasti kangen kan?" Goda Aruna.
Manda tersipu malu,"Kita akan ketemu malam ini."
Aruna membelalak,"Oh ya... dia ada disini?"
Anggukan semangat dibarengi senyuman lebar, cukup mengartikan kalau pria itu begitu spesial di hati Manda.
"Aku ikut seneng dengernya, semoga Mbak cepet nikah ya sama dia."
"Pacaran juga belum... lagian aku juga nggak tahu, dia suka atau nggak sama aku." Tukasnya.
"Aku yakin dia juga suka sama Mbak.... mana ada pria yang rela kehilangan wanita secantik Mbak."
"Ah kamu ini."
"Semoga berhasil ya."
Manda tersenyum simpul,"Run, emang enak ya pacaran sesudah menikah?"
"Ya gitu deh." Diakhiri senyuman tipis, pernikahan yang sedang di ujung tanduk, bisa saja patah, bahkan bisa juga bertengger kuat walau tumpuannya sudah retak ingin terbelah.
"Kapan-kapan kamu kenalin suami mu sama aku ya, siapa tahu aja kita bisa double date, pasti seru kan?"
Bibir yang akan menjawab tiba-tiba mengatup. Menangkap sepasang sejoli yang berjalan masuk kedalam cafe, menyeret matanya tajam menatap. Elusan tangan lentik di dada di pria, menambah kemesraan langkah kaki yang berayun dengan selaras.
Keduanya mengedarkan pandangan, mencari kursi kosong yang bisa mereka duduki. Dan satu tatapan menusuk, menyebabkan si pria itu mematung, melepas rangkulan tangan wanita yang tidak juga mau lepas darinya.
Mata mereka beradu, sampai pada akhirnya si wanita menarik pria itu, menuntunnya ke sebuah meja yang ditunjukan oleh pelayan.
Hati yang sudah dipenuhi duri, seketika hancur saat gada menghantamnya lebih keras. Matanya memanas, menahan air mata yang sudah menganak sungai ingin mengalir terjun ke pipi.
"Mbak, aku harus pulang sekarang."
"Loh kenapa.... makanan kamu masih banyak."
"Aku udah kenyang." Mengeluarkan dompet untuk membayar makanan mereka.
"Biar aku yang bayar." Cegah Manda, merasakan gelagat aneh dari sikap Aruna yang tiba-tiba berubah muram.
"Aku saja Mbak, ini sebagai tanda terima kasih karena Mbak udah nerima aku kerja."
Manda menggeleng,"Lupa ya... kamu karyawan ku dan aku Bos mu.... kamu boleh traktir, kalau kamu udah terima gaji."
Aruna tersenyum simpul, tak mengindahkan tatapan seseorang yang sudah duduk dengan mata yang tak juga mau putus mengarah kepadanya,"Oke Bu Bos."
Kaki yang berat melangkah, harus berayun tanpa henti. Semburat senyum harus dia sebarkan, tak membiarkan orang tahu kalau bibirnya kering kerontang, meratapi suami yang sedang memadu kasih dengan yang lain.
🥀
🥀
🥀
_ Bersambung _
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Mrs.Kristinasena
cowo yg dimaksud Mandi mgkkah itu Nuno??
2022-12-06
0
Nur Yanti
iiih padahl mh di labrak aza... gemesss dech 😁
2021-12-15
0
maura shi
omg!!!berasa deg degan,aruna yg d selingkuhi,q yh sakit ati,smpai gemeteran bacanya
2021-11-15
0