Gara menemani Ica hari itu pergi ke tempat kursus menjahit. Setelah melengkapi administrasi, persyaratan dan mendapatkan jadwal kursus, Ica resmi menjadi anggota baru di tempat swasta tersebut.
Pun dengan kursus memasak, segalanya selesai tidak lebih dari tiga hari dan Garalah yang mengurus itu semua. Seharusnya tugas suamilah yang memiliki andil besar dalam segala urusan istri, tetapi El adalah kasus berbeda. Mengharapkan El yang melakukannya, seperti mengharapkan kucing bisa terbang.
"Tinggal beli peralatan menjahitnya. Lalu setelah itu kita mau ke mana lagi?"
Ica mengetuk dagu atas pertanyaan Gara.
Hari itu rambut Ica dikucir dua diletakakn tinggi di pinggir kepala. Memakai dua potongan pakaian. Kemeja berkerah rebah soft pink dan rok mengembang selutut. Terlebih ekspresinya itu yang sedang berpikir, menambah imut penampilan saja. Gara seperti mengajak anak SD jalan-jalan, tapi ia menyukainya. Menyukai segala yang melekat di tubuh mungil Ica.
"Beli es krim, Gara. Yang banyak toping marsmellownya," kata Ica menggebu-gebu. Tak lebih bocah paud yang menginginkan hal kecil dan harus dikabulkan.
Gara tersenyum, menggandeng tangan Ica keluar tempat itu dan mereka meluncur ke Plaza. Rasanya seperti kencan bagi Gara dan ia tetap akan anggap begitu, meski kenyataannya tidak mungkin kencan dengan kakak ipar sendiri. Gara tidak peduli jika tindakannya salah. Selama masih ada kesempatan untuk bisa berduaan dengan Ica, kenapa tidak.
***
Kiara Fianda baru saja menyelesaikan pemotretan terakhir untuk outfit yang ia pakai dari brand lokal.
Manager sekaligus sahabat Kiara—Oliv—menghampirinya demi mengangsurkan jus kemasan dingin. Kiara menerima dan menghempaskan pantat ke kursi lipat.
Oliv berkata, "Deri menghubungiku terus, chat terakhirnya meminta kamu membalasnya."
"Sudah kubilang jangan dibalas." Kiara benar-benar tidak suka nama itu disebut lagi di dalam kehidupannya.
"Aku tidak membalasnya seperti yang kamu minta. Tapi mau sampai kapan kamu menghindarinya, dia akan terus meneroromu jika kamu tidak mau menyelesaikan permasalahan di antara kalian berdua."
Kiara tak acuh. "Aku masih mencintai El."
"Setelah perselingkuhanmu dengan Deri? Ayolah, Ki. Pria mana yang tidak sakit hati diselingkuhi. Wajar El meninggalkanmu dan menikahi gadis lain. Lebih baik kamu jalani hidup dengan lurus, lupakan El dan cari pria baik."
"Tidak bisa!" sergah Kiara marah. "Deri adalah kesalahan yang kusesali. Dan sebuah kesalahan harus aku perbaiki dengan cara apa pun."
"Bagaimana caranya?" Kiara memandang remeh Kiara sambil melipat lengan.
"Dengan menyadarkan El bahwa pria itu tidak bisa hidup tanpaku karena aku yakin El masih sangat mencintaiku."
Bukan remeh lagi, tapi cemooh yang diberikan Oliv. Perkataan Kiara sungguh tidak masuk di akal.
"Ingat, Ki, El sudah menikah."
"Pernikahan mereka didasari oleh perjodohan yang tidak El inginkan. Bukan karena cinta. Aku yakin El terpaksa menikah karena aku menyelingkuhinya, bukan karena ia mencintai gadis itu!"
Kiara tidak akan pernah melupakan gadis yang telah merebut posisinya di sisi El di pelaminan yang seharusnya tempat itu adalah miliknya. Gadis yang di matanya tak lebih anak kecil yang tidak tahu apa-apa itu, kalah dari segi mana pun dibandingkan yang dimiliki Kiara. Bagaimana pun sekarang kebenciannya begitu kental mengerak di hatinya dan ia tak akan tinggal diam.
Tak lupa bagaimana El dengan sengaja merengkuh mesra pundak gadis itu saat Kiara datang demi memberi selamat. Barangkali ia tak diundang kala itu dan tidak diharapkan kedatangannya, tapi wanita itu nyatanya datang dengan riasan spektakuler dan mengeluarkan seluruh pesonanya habis-habisan. Percaya diri melangkah ke arah El, meski yang ia terima sambutan dingin.
"Aku yakin sekali tidak mengundangmu datang."
Kiara mati-matian mempertahankan kepercayaan dirinya dan berkata sensual. "Mana mungkin aku melewatkan kebahagian mantan pacarku yang masih mencintaiku."
"Kita sudah selesai, Ki. Dan berhenti untuk mengusikku atau kau belum puas dengan hukumanmu sekarang. Aku tidak akan segan menambah yang lebih menyakitkan lagi."
Kiara masih ingat cara El menatapnya dengan kebencian yang luar biasa besar melebihi besarnya gunung dan dinginnya melebihi dinginnya Antartika.
Namun ia tak akan menyerah, wanita sepertinya adalah pejuang sejati yang akan melakukan apa pun demi bisa mendapatkan keinginannya.
Oliv yang melihat sahabatnya tersenyum dan mengekspresikan keras kepalanya yang licik, tahu benar bahwa segala macam nasihat yang tadi ia keluarkan tidak akan mempan, menyentuh sedikit nurani Kiara saja pun tidak akan berhasil.
"Terserah padamu, aku menyerah." Oliv angkat tangan, meninggalkan Kiara dan wanita itu tanpa sadar meremas kuat kemasan kosong yang diminumnya seraya menyusun rencana demi rencana.
***
Tak ada jadwal padat. El bisa santai meminum kopi hitam di coffe shop terkenal. Bersama teman baiknya, mereka menghabiskan waktu berbincang karena sudah lama tak saling sapa, mengingat pekerjaan yang berjibun memaksa mereka tak memiliki waktu longgar sekedar kongko.
"Istrimu sudah isi, belum?" tanya Panji.
"Papa, kue lagi." Putri kecilnya yang duduk di pangkuannya, meraih roti tiramisu di atas piring. Sebagai ayah yang baik, ia menyuapi putrinya yang berusia tiga tahun dengan hati-hati.
El mendesis atas pertanyaan Panji. Ia jadi teringat permintaan Ica menginginkan bayi dengan tatapan penuh harap. Sedang apa dia sekarang, El mengenyit kenapa ia jadi memikirkan gadis bodoh itu?
"Terpikir saja belum," jawab El santai.
"Hei, kau mau menunggu apa lagi? Hidup sudah enak, pekerjaan mapan, istri cantik, tinggal punya anak. Seperti aku ini, sangat bahagia sekarang dengan dikaruniai satu putri yang sangat lucu."
"Bagaimana aku bisa memiliki anak dari gadis yang tidak aku cintai," El menyindir sinis.
Panji sudah tahu sepak terjang permasalahan yang dihadapi El. Ia adalah tempat pria itu berkeluh kesah. Namun untuk masalah yang dihadapi El, Panji tidak bisa memberi saran lebih karena ia sadar perasaan El rumit karena masalah hati. Hanya pria itu yang mengerti benar isi hatinya. Setelah dikhianati, sepertinya El ogah-ogahan menjalin percintaan lagi.
Kecuali satu saran, "Coba terima Marisa tanpa kebencian El. Gadis itu tidak semestinya menerima kemarahanmu. Karena gadis itu tidak tahu apa-apa." Panji yakin saran sederhananya adalah yang paling tepat untuk El.
El tidak menjawab. Menyeruput setengah cangkir kopinya. Matanya tak sengaja menumbuk pada bandana yang dipakai putri Panji berbentuk telinga beruang. Seketika ia teringat Ica dan janjinya memberi hadiah. Sepertinya akan cocok untuk gadis itu.
______
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments