SELAMAT MEMBACA🙏🙏🙏
Rasanya waktu 24 jam tidak cukup untuk membuat rumah terkondisikan. Dari pagi hingga malam pekerjaan tak pernah selesai.
“Ma, mana dasi Papa?” teriak Mas Raihan, suamiku.
Memiliki dua orang anak serasa tiga anak, Sedari pagi sudah kusiapkan segala kebutuhan ketiganya tapi tetap masih ada saja yang kurang.
“Ma, nanti siang jangan lupa ada rapat outbond lho?” Suara Naya tak mau kalah.
“Iya, Mama ingat,” teriakku pada putri sulungku sambil bergegas ke kamar mencari dasi yang diminta ayah dari anak-anakku.
“Papa itu seperti anak kecil, dasi di atas meja saja tidak terlihat.”
“Idih… Mama, pagi-pagi kok sudah marah.”
Kulihat kerlingan mata lelaki itu menggoda. Aku hanya tersenyum.
“Ma, mana telur mata sapiku?”
Lihat, belum juga selesai membantu memasang dasi ayahnya. Si bontot sudah tak sabar untuk dilayani ibunya.
“Mama masih membantu Papa, Raisa.”
Setiap pagi ini yang selalu terjadi. Diri ini sudah seperti rocker saja kalau berbicara. Teriak-teriak, Mak.
Hari ini memang pekerjaanku ekstra. Sepeda motor yang biasanya dipergunakan untuk antar jemput anak, lagi diservis dibengkel, terpaksa anak-anak harus berangkat dengan ayah mereka. Sementara itu di kantor Mas Raihan juga ada tamu penting, jadi lelaki itu harus berangkat lebih pagi dari biasanya.
Urusan rumah menuntut untuk dibereskan sebelum pergi. Sebenarya bisa saja kalau dilakukan nanti setelah pulang dari sekolah, tapi akhirnya pekerjaan tambah banyak.
Kuantar ketiganya ke teras rumah. Salim satu-satu.
“Oia, nanti Mama ke sekolah naik apa?”
“Tumben Papa perhatian banget sama Mama. Aku minta jemput teman yang se-arah, Pa. Nanti pulangnya Papa bisa jemput, tidak? kalau tamu pentingnya sudah go away, Pa.”
Biasa merayu sedikit suami, biar menghemat uang belanja.
“Insyaallah, Ma, tapi kalau nanti tak bisa. Mama bisa pesen mobil online saja biar enak bawa dua anak.”
“Siap, Pa, tapi tambahin uang belanja ya?” Lelaki itu hanya mengganguk karena tak akan bisa menolak permintaan istrinya apa lagi pakai mode bergelayut manja. Jurus jitu ibu berdaster.
Setelah ketiganya berangkat. Secepatnya bertempur dalam cucian dan sapu.
Sebelum Resti menjemput. Dandanan harus sudah oke. Biar pun rempong di rumah. Penampilan harus tetap kece. Itung-itung demi menjaga muru’ah suami, karena bukti dari keberhasilan suami terlihat dari seberapa bahagia istri.
[Kak Ristie, lima belas menit lagi aku nyampek, ya. Jangan lama-lama dandannya!]
Sebuah pesan masuk dari Resti. Ah, ia sungguh tahu, dari tadi aku memilih baju mana yang hendak kupakai. Rapat seperti ini biasanya dijadikan ajang bagi ibu-ibu untuk menunjukkan eksistensinya. Semua terlihat dari cara berpakaian, berdandan, berkomunikasi, tapi tetap otak juga harus digunakan biar ketahuan mana yang asli dan mana yang imitasi.
Kuwarnai bibir dengan lipstick merah muda.Hadiah ulang tahun dari suami. Tak lupa sebelum beranjak dari meja rias, kuucapkan mantra pamungkas. “Kucantik hari ini dan aku suka.”
Ya, sesekali harus memuji diri sendiri. Itu mood booster. Sebuah penerimaan terhadap diri. Inilah aku. Wanita perlu bahagia terlebih dahulu sebelum membahagiakan anak-anak dan suami.
[Aku sudah siap, Pren] send.
***
Si guru idola itu sudah menjelaskan berbagai jadwal kegiatan outbond anak-anak. Namanya Pak Faliq, ia seperti casanova bagi wali murid sebab ketampanan dan keramahannya. Sering kali bahkan menjadi objek pembicaraan yang meramaikan grup wali murid.
Di antara wali murid, aku salah satu yang bisa dibilang vocal masalah seperti ini. Segala hal bisa aku tanyakan di awal agar tidak ada gosip ini itu. Seperti biasa pula, wali murid sering nitip tanya.
“Iya Bu Ristie silahkan barang kali ada yang perlu ditanyakan,” ucap Pak Faliq setelah melihatku mengangkat tangan.
“Terima kasih, Pak. Tapi panggil Kak Ristie saja dong, Pak!”
Sontak tawa wali murid memenuhi ruangan. Sementara pak Faliq seperti biasa hanya tersenyum dan menyuruhku melanjutkan pertanyaan.
“Cie, Kak Ristie,” ucap Resti tak mau kalah.
Ruangan kembali ramai. Pak Faliq mengangkat tangan untuk menenangkan peserta rapat agar tidak gaduh setelah mendengar ucapanku.
Sementara, Naya-putri sulungku berbisik, “Mama apa’ansi?”.
“Tak apa-apa, Nak biar tidak tegang saja rapatnya,” ucapku sambil mengusap dagu anakku.
“Silakan Bu, eh, Kak Ristie.” Ucap Pak Faliq tak mau kalah ikut mencairkan suasana.
Geerr. Ruangan ramai dengan suara tawa.
“Begini Pak, terkait pembayaran bagaimana?” ujarku kemudian
“Begini, Bu….”
“Lho kok Ibu lagi, Kakak dong, Pak,” teriak ibu lain yang hadir.
“Baik, Bu, eh, Kak Ristie pembayaran bisa dilakukan dengan cara dicicil atau langsung cash di wali kelas masing-masing ya.”
Rapat berjalan dengan baik walau dengan canda tawa. Semua peserta rapat dari wali murid hingga guru terhibur gara-gara sebuah panggilan kakak. Sementara aku pede saja, memang pembawaanku seperti itu.
Kalau sekedar mencairkan dan menyelesaikan masalah dengan penuh kegembiraan cukup serahkan pada barisan emak-emak rempong, karena kerempongan itu terkadang menambah keakraban antara guru dan wali murid.
Acara diakhiri dengan ramah tamah, komite sekolah menyediakan kudapan ditemani teh dan kopi sebagai pelengkapnya. Sebagian wali murid langsung pulang, sebagian yang lain masih bertahan dengan rumpi-rumpi.
Sembari menunggu jemputan suami, kuizinkan kedua anakku Naya dan Raisa bermain dengan temannya.
“Gila Kak Ristie bisa bikin Pak Faliq jadi grogi gitu,” ucap Resti menggoda.
“Iya, dong, biar tidak bosen kalau lagi rapat.”
“Eh, tapi gak apa-apa loh Bu Ristie, eh Kak Ristie ya….” ujar ibu yang lain.
Aku dan semua tertawa.
Menit selanjutnya, terlihat semuanya diam. Sementara Resti hanya mengedipkan mata.
“Kak Ristie….” Terdengar suara lelaki tepat di belakang sambil menepuk bahu.
“Ayo pulang!” Waduh gawat ada suamiku. Kulambaikan tangan pada emak-emak untuk undur diri dan melangkah mengikuti lelaki di depanku menuju mobil terparkir.
“Sepertinya bulan depan Mama sudah tidak butuh skincare lagi deh, kan enak dipanggil Kak Ristie bikin awet muda.”
“Ai… Papa, mana ada begitu, kan tadi cuma guyon. Lagian Mama, kan, Cuma Kak Ristie-nya Papa.”
Mampus deh. Mana bisa dipanggil Kak Ristie lagi kalau skincare distop. Cantik itu butuh modal Mak.
“Masak, si, Ma?”
Sepertinya perlu jurus emak rempong ini untuk meluluhkan suami yang lagi ngambek.
“Oia, Mama punya film baru lho, nanti malam nonton yuk. Raisa biar nanti malam dibantu Naya belajarnya. Mama bisa me-time dengan Papa.”
Ku kedipkan mata sambil mengusap punggung tangan Mas Raihan. Bersamaan dengan itu, kulirik Naya yang mendengkus kesal karena harus membersamai Raisa belajar.
Jurus selanjutnya, ku usap rambut di sekitar telinga Mas Raihan.“Mau, ya, Pa.”
Akhirnya dia tersenyum juga. Wong emak rempong dilawan.
Tamat.
Ruang Rasa, 15 Juni 2020
TAMAT.
MAAF KALAU ADA KESAMAAN DALAM PENULISAN SEPERTI NAMA, ALAMAT, WAKTU DAN TEMPAT. CERITA INI HANYALAH FIKSI BELAKA. JANGAN LUPA FOLLOW AUTHOR, LIKE, KOMEN YANG BANYAK, JADIKAN FAVORIT, KASIH VOTE JUGA BOLEH. TERIAMA KASIH
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 175 Episodes
Comments
M'bak Embem
keren banget
2021-03-02
3
mahira
hahaha🤣🤣🤣
2021-02-26
4
Nabila Ramadhan
hahahaha, aku juga mau dipanggil Kakak don
2021-02-03
2