○○○
Walles sedang mengamati proposal yang dia kerjakan di laptop.
Walles membaca satu persatu kata yang dia ketik.
Proposal ini minggu depan akan diserahkan pada Clay untuk di acc jadi, sebisa mungkin Walles berusaha untuk membuatnya sebaik mungkin.
Kring kring
Ponsel Walles berbunyi, dengan tatapan yang masih fokus dengan layar laptopnya.
"Halo,"
"Tuan, saya sudah mendatangi perusahaan- perusahaan kecil untuk mengumpulkan para desainer,"
"Lantas?"
"Hanya terkumpul 50 orang, apa masih kurang?"
"Sudah cukup, kembalilah saya butuh bantuanmu,"
"Baik tuan, saya akan segera datang,"
Walles mematikan sambungan teleponnya, lalu beralih mendial nomor Reynald.
"Halo,"
"Ada apa?"
"Semua desainer sudah terkumpul meski cuma 50 orang, apa kau akan menambahnya?"
"Tidak perlu, cukup itu,"
"Besok akan kubawa mereka ke perusahaan,"
"Terserah,"
"Apa kamu tahu perkembangan perusahaan ATF?"
"Tidak penting, aku hanya ingin gimana caranya menang tender besar ini,"
"Haha, kau terlalu bersemangat,"
"Kenapa? Apa kau tidak menginginkan kemenangan ini?"
"Siapa bilang, semua orang sekarang ini seakan menggila, melakukan apapun agar mereka bisa memenangkan kesempatan emas ini,"
"Dan salah satunya adalah aku,"
"Benar,"
"Sudah aku akan mendatangi Jessy sebagai model kita,"
"Hmm, baiklah," Reynald mematikan sambungan teleponnya.
Walles tersenyum smirk menatap layar laptopnya.
"Percayalah, kau akan menangis saat tahu jika dalang dibalik ini adalah aku sendiri," gumam Walles sambil tertawa pelan.
"Karena itu, jangan pernah main- main denganku," kata Walles menatap tajam rancangan busana yang terdapat di laptopnya.
○○○
Sejak pukul 5 tadi Sela sudah bangun, tapi belum keluar kamar.
Bagaimana tidak Sela sangat takut jika Bara tahu kalau dia tidak tidur di lantai atas melainkan kembali di lantai 2.
Sela menyiapkan semua peralatan kampus dan buku- buku tebal.
Setelah semua dirasa selesai, Sela akan keluar untuk menyiapkan sarapan.
Perlahan dan sangat hati- hati Sela memutar knop pintu dan
"Ahhhhhh," teriak Sela terkejut setengah mati saat tahu Bara sudah berdiri di depan pintunya dengan ekspresi datar.
"Tuan?" panggil Sela tidak percaya.
"Bukankah kamar kamu di atas?" tanya Bara mulai mengintrogasi.
"Emmm saya hanya mengambil buku kuliah dan beberapa peralatan lain," alibi Sela membuat Bara berjalan mendekati Sela.
"Bukankah semua keperluan mu sudah dipindahkan semua ke atas?" ya tuhan jarak mereka sangat dekat dan wajah Bara yang tanpa ekspresi semakin membuat Sela takut.
Sela terdiam, antara takut dan gugup untuk mengatakan sebenarnya.
Mata tajam Bara membuat Sela seakan terhipnotis agar tidak berbohong.
"Emm semalam saya memang tidur di sini, karena saya lebih nyaman di sini," kata Sela sambil mendorong pelan dada bidang Bara agar sedikit menjauh.
"Kenapa?" tanya Bara sekali lagi membuat Sela harus memutar otaknya agar bisa mencari alibi lainnya.
"Tunggu saya sampai punya uang, baru saya akan tinggal di kamar atas," ucapan Sela membuat Bara mengernyit bingung.
"Agar saya bisa mengganti semua pakaian, tas dan sepatu yang anda belikan termasuk tinggal di sini," kata Sela membuat Bara tidak percaya.
"Yaudah kembalikan sekarang semua biaya rumah sakit," kata Bara membuat Sela menganga tidak percaya.
"Kenapa anda selalu bersikap menyebalkan," kata Sela mulai marah pada Bara.
"Mana kuncinya?" tanya Bara sambil mengadahkan tangan ke depan Sela.
Sela memberikan kunci kamar lantai 2 pada Bara dengan kesal.
Bara mengunci kamar lantai 2 dan memasukkan kuncinya ke dalam kantong celana.
"Ayo saya antar," kata Bara pada Sela.
"Bukankah anda harus ke kantor, bagaimana jika saya dengan Rendy aja," tawar Sela pada Bara.
"Enggak," jawab Bara terdengar ketus dan penuh penekanan.
"Hiiihhh, sabar Sel, kata Rendy ngadepin pawang buaya perlu eksta kesabaran," kata Sela ingin sekali rasanya dia memukul kepalanya.
.
.
.
.
.
Bara sudah sampai di kampus dan terlihat beberapa mahasiswa juga sudah mulai berdatangan.
"Nanti jam berapa kamu selesai kuliah?" tanya Bara sambil melepaskan seal beatnya.
"Pukul 9 jika tidak ada jam tambahan," jawab Sela.
"Nanti saya jemput," kata Bara pada Sela.
"Bagaimana jika Rendy aja yang menjemput?" tawar Sela yang kesekian kalinya.
"Kenapa kamu selalu membantah?" kata Bara kesal jika Sela meminta Rendy yang menjemputnya.
"Bukankah anda harus mengurusi proyek besar itu?" kata Sela mengingatkan pada Bara tentang proyek besar itu.
Sela hanya tidak ingin merepotkan Bara dengan mengantar jemput dirinya ke kampus.
"Itu hal yang mudah, sana masuk," perintah Bara mengakhiri debat mereka.
Sela membuka seal beatnya dan membuka pintu mobil.
"Tunggu," kata Bara sambil meraih kotak makan yang berisi sandwich di dalamnya dan susu coklat di jok belakang.
"Ini sarapan mu," kata Bara sambil memberikannya pada Sela.
Sela merasa canggung dan bingung, antara senang tapi juga ingin sekali dia makan.
"Untuk saya?" tanya Sela basa- basi untuk menutupi rasa gugupnya.
"Bukan, buat satpam kampus," ketus Bara membuat Sela kesal dan membanting pintu mobil dengan keras.
Bara tersenyum melihat wajah kesal Sela, terlihat menggemaskan.
Bara masih diam ditempatnya, mengamati Sela hingga masuk ke dalam kampus.
Baru Bara pergi dari sana karena dia sudah mengantarkan Sela dengan selamat sentosa.
Sela memasuki kelasnya, terlihat sudah sangat ramai dan untungnya dosen belum datang.
"Sela," panggil Jenifer dan Sandra bersamaan yang duduk di bangkunya.
Sela tersenyum manis dan langsung menghampiri mereka berdua.
"Sela, dua hari kamu tidak kuliah, kemana aja heh?" tanya Sandra langsung menyerbu Sela dengan pertanyaa.
"Aku sedang tidak enak badan jadi aku izin tidak masuk," kata Sela berbohong pada mereka berdua.
"Apa kau tahu selama kamu tidak masuk, kelas kita kedatangan anak baru lagi lho," kata Jenifer memberitahu Sela.
"Oh iya," Jenifer mengangguk dan tidak lama orang yang mereka bicarakan masuk kelas.
"Itu dia orangnya," tunjuk Sandra pada cewek yang baru saja masuk.
Sela langsung berbalik untuk melihat anak baru yang mereka maksud.
"Gabriela?" kaget Sela saat yang dimaksud mereka adalah sahabatnya sendiri.
"Sela," panggil Gabriela lalu menghampiri Sela dan memeluknya erat.
"Kau dua hari tidak masuk, kemana hmm?" tanya Gabriela membuat Sandra dan Jenifer bingung.
"Kalian saling kenal?" tanya Jenifer pada keduanya.
"Ya, kita berdua sahabat, karena itu gue rela buat nyusul dia kuliah," kata Gabriela sambil memeluk bahu Sela.
"Lalu bagaimana dengan ayahmu?" tanya Sela masih tidak percaya jika Gabriela kuliah.
Bukan maksud Sela merendahkan atau meremehkan Gabriela.
Cuma kalian tahulah ya, kalau kehidupan Sela dan Gabriela itu 11 12 gitu.
Jadi, Sela aja bisa kuliah karena bantuan Bara tapi Gabriela.
Ayahnya sedang sakit keras, bukankah beliau juga perlu biaya.
Biarlah, Sela berpikir positif aja, siapa tahu kan Gabriela mengajukan beasiswa atau semacamnya.
"Ayah sedang dirawat oleh bibi karena itu bibi memintaku untuk berhenti bekerja dan kuliah," kata Gabriela membuat Sela sedikit ada rasa ketidakpercayaan.
"Oh ya Sel, kemarin sore gue ke rumah lo, niatnya sih mau jenguk lo, tapi kok rumah lo kosong?" tanya Gabriela yang memang kemarin sore berkunjung ke perumahan Sela.
"Emm, aku tidak lagi tinggal di sana," kata Sela pelan takut Sandra dan Jenifer mendengarnya.
"Lantas, apa lo nginep di rumah sakit?" tanya Gabriela mendesak Sela.
"Bukan, tapi di rumah," Sela seakan takut untuk mengucapkannya.
"tuan Bara," perkataan Sela sukses membuat Sandra dan Jenifer juga Gabriela tersentak kaget.
"Lo seriusan Sel?" tanya Sandra yang langsung berdiri dan menatap mata Sela apakah ada kebohongan. Tidak.
"Lo tinggal serumah? Berdua sama tuan Bara?" tanya Jenifer sambil menganga tidak percaya sama apa yang dikatakan Sela.
Gabriela hanya diam dan melihat ekspresi Sela yang kurang nyaman saat mereka menanyai Sela tanpa celah.
"Kalau perempuan dewasa sama laki- laki dewasa, tinggal satu atap, apa yang akan terjadi?" tebak Sandra dengan polosnya membuat Sela menepuk bahu Sandra.
"Amit- amit," kata Sela lalu duduk di bangkunya mengabaikan mereka yang selalu terlihat heboh saat mendengar atau melihat sesuatu.
"Ya tuhan Sel, gue enggak nyangka lo bisa serumah sama tuan Bara," kata Sandra tidak henti- hentinya berbicara.
"Selamat pagi," sapa dosen yang baru saja masuk.
"Siang pagi pak," jawab mereka serentak.
Jam kuliah dimulai, diawali dosen yang menjelaskan hanya begitu singkat.
Hingga diberi beberapa latihan dan materi tambahan juga presentasi.
Sela menatap bangku depannya kosong lalu depannya lagi kosong.
Kemana dua orang ini?
Apa Laura sakit?
Tidak terasa jam sudah pukul 9, itu tandanya kuliah sudah selesai.
Gabriela berjalan ke belakang menghampiri bangku Sela.
"Gabriela Sela kita duluan ya," pamit Jenifer dan Sandra untuk pulang duluan.
"Oh iya, hati- hati," balas Sela sambil melambaikan tangan pada mereka berdua.
"Sel," panggil Gabriela membuat Sela menatapnya.
"Apa?" tanya Sela sambil memasukkan bukunya.
"Emm gue boleh minta tolong enggak sama lo?" tanya Gabriela pelan. Sela hanya mengangguk.
"Karena ayah dirawat di rumah bibi, gue terkadang merasa takut di rumah sendirian," kata Gabriela membuat Sela merasa iba padanya.
"Hmm, apa boleh gue emm," Gabriela tidak berani bicara terus terang pada Sela masih berbelit- belit.
"Nginep bareng sama lo?" pertanyaan Gabriela membuat Sela bingung.
Di satu sisi dia kasian dengan Gabriela dan satu sisi lagi Sela tidak mempunyai hak untuk itu.
Sela aja numpang di rumah Bara, masak iya dia juga mau bawa temennya numpang di sana.
"Hmm Ela, boleh enggak aku tanya dulu sama tuan Bara, soalnya kan dia yang punya rumah, kalau aku sih mau- mau aja kalau kamu mau nginep, kan enak aku ada temannya," kata Sela membuat ekspresi wajah Gabriela berubah.
"Ohh iyadeh Sel gapapa kok, lagian gue palingan nginepnya cuma 2 hari aja, entar sepupu gue bakal nemenin," kata Gabriela membuat Sela lega.
"Yaudah ya Sel, gue pulang dulu mau ke restoran buat ambil gaji," pamit Gabriela pada Sela.
"Iya hati- hati," kata Sela lalu berjalan pelan menyusul langkah Gabriela namun menuju parkiran di mana Bara menjemputnya.
Dan benar Sela dapat melihat dari kejauhan jika Bara sudah datang.
Tapi kali ini ada Rendy dan Reno yang ikut bersama Bara.
Sela berjalan menghampiri Bara yang sedang menunggunya.
"Tuan," panggil Sela membuat Bara menoleh dan menatap Sela dengan senyum samarnya.
"Sudah selesai?" tanya Bara pada Sela, Sela hanya mengangguk pelan sambil menatap Rendy dan Reno.
"Rendy, kamu ngapain ikut ke sini?" tanya Sela pelan sambil menatap Reno sesekali.
"Tenang aja kita berdua enggak bakal ganggu kencan buta kalian kok, kita enggak lihat apa- apa," ucapan Rendy membuat Sela menatapnya tajam.
"Yaudah ayo masuk," kata Rendy sambil membuka pintu memutuskan tatapannya dengan Sela.
"Reno, kamu duduk depan aja ya, aku mau duduk sama Rendy," kata Sela membuat Bara mendelik menatap Sela.
"Enggak, kamu di depan," kata Bara tegas tak terbantahkan.
"Tapi saya pengin duduk di belakang," rengek Sela namun tidak mengubah keputusan Bara.
Bara langsung membuka pintu mobil depan dan mendorong pelan Sela untuk masuk ke dalam.
"Anda benar- benar manusia paling menyebalkan," sindir Sela membuat Bara menahan tawanya.
Bara memutari mobilnya menuju kemudi, lalu melajukan mobilnya meninggalkan kampus.
Dibalik itu semua ada seseorang yang sejak tadi memperhatikan mereka semua.
"Baru kali ini gue ngerasain indahnya naik mobil disopiri sama bos kita," kata Rendy membuat Bara menatap tajam dari kaca depan.
"Kenapa emang?" tanya Bara yang terdengar sangat sewot.
"Enggak papa, indah aja gitu dan ini adalah sejarah paling mengesankan menurut gue selama hidup," jawab Rendy membuat Sela dan Reno tertawa pelan.
"Dasar orang gila," umpat Bara sambil menambah kecepatannya.
"Sel, lo suka enggak pergi ke wahana dufan?" tiba- tiba Rendy bertanya pada Sela membuat Bara sedikit melirik.
"Suka banget," jawab Sela sambil menoleh ke belakang menatap Rendy.
"Gue denger sih Wahana dufan di daerah perumahan lo sekarang baru dibuka setelah 2 minggu tutup," kata Rendy memberitahu Sela.
"Oh ya," kata Sela dengan senyum yang tidak pudar di bibirnya.
Bara menatap sekilas senyuman yang entah sejak kapan menjadi candunya.
○○○
"Papa," panggil Rose dari arah dapur sambil membawakan nampan yang berisi kopi panas dan kue kering.
"Apa ma?" tanya Bradsiton dengan mata yang masih fokus membaca koran.
"Telpon Bara sana pa, suruh bawa Sela kesini," kata Rose sambil memanyunkan bibirnya ke depan.
"Kasian Bara ma, dia lagi sibuk ngurus proyek besar itu, nanti kalau ada waktu luang papa telpon biar dia dateng ke sini," bujuk Bradsiton pada istrinya.
"Tapi kan mama kangennya sekarang pa," kata Rose bersikukuh menyuruh suaminya menelpon Bara.
"Istriku sayang, Bara sedang mengurus proyek tidak hanya itu Sela juga sekarang lagi kuliah, ditambah lagi dia yang bakal menjadi model di perusahaan Bara waktu proyek nanti," kata Bradsiton sabar menjelaskan pada istrinya.
"Kan mulai deh, alasannya banyak banget," kata Rose tidak percaya sama ucapan suaminya.
"Ya tuhan mama, papa serius," kata Bradsiton berusaha untuk menyakinkan istrinya.
"Bagaimana jika Laura aja yang papa suruh kesini?" tawar Bradsiton.
"Enggak mau, mama akan mau masak- masak sama Sela, lagian Laura tidak bisa memasak," kata Rose menolak tawaran suaminya.
"Yaudah tunggu Sela aja kalau gitu," kata Bradsiton sambil menyeruput kopi panasnya.
"Ihhhh papa kelamaan tau,"
Byurrr
Bradsiton menyemburkan kopi panasnya mendengar teriakan istrinya.
Rose terdiam saat Bradsiton menatapnya datar.
"Ini bukan salah mama kok, kopinya yang salah daritadi belum dingin juga," kata Bradsiton membuat Rose bingung.
Bradsiton hanya mencari jalan amannya saja, daripada dimarahi istrinya mending cari topik lain aja.
Kan sedia payung sebelum hujan.
Sama kayak ini, sedia topik sebelum singa betina menyerang.
------☆☆☆-------
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Anita Jenius
Hadir kak..
8 like buatmu.
Mari kita saling dukung.
Semangat up terus ya..
2021-03-19
2
siti homsatun
kaka author. yg cantik aku suka gd ceritanya,,lope lope u.😘😘😘
2021-03-06
0
Angel Buanyt
Thor di Kanada ada Dufan juga ya????🤔
2021-02-14
7