°°°
"Ma pa Dewa pulang," kata Dewa sambil menatap nanar dua makam di depannya.
"Apa kalian tidak rindu Dewa?" tanya Dewa yang sudah tahu tidak akan ada jawaban.
"Apa kakak sering berkunjung ke sini?" tanya Dewa sekali lagi.
Bi Sri yang jongkok di belakang Dewa, merasa miris mendengar ucapan Dewa pada dua makam kedua orang tuanya.
Dewa tidak lagi bisa menahan tangisnya.
Emang dia laki- laki yang cengeng, dia sensitif sekali dan mudah sekali menangis.
Dewa tidak bisa berkata apa lagi, dia hanya menatap miris makam yang sudah lama ini.
Semenjak kedua orang tuanya meninggal, Dewa memutuskan untuk pergi ke Jerman.
Di sana adalah rumah kakeknya, Pram. Hanya beliau yang mengerti akan perasaan Dewa.
Di saat kakaknya, orang satu- satunya yang dia punya selain kakeknya, tidak bisa mengerti apa yang Dewa rasakan.
"Den, mari kita pulang," ajak bi Sri merasa tidak tega melihat Dewa yang terus saja menangis.
"Bi, apa papa sama mama di sana melihat Dewa?" tanya Dewa lirih pada bi Sri.
"Mereka pasti melihat Aden, bibi yakin mereka sangat menyayangi kalian berdua," kata bi Sri membuat Dewa merasa lega mendengar ucapan bi Sri.
"Bi, tinggalin Dewa sendiri, bibi pulang aja dulu," suruh Dewa pada bi Sri.
"Tapi Den," bi Sri tidak melanjutkan ucapannya saat Dewa tidak lagi bisa menahan kakinya, Dewa duduk bersimpuh di tanah.
Punggungnya kembali bergetar, Dewa menangis kembali.
Bi Sri tidak lagi bicara, dia akan mengawasi Dewa dari jauh, agar dia punya waktu sendiri.
"Pa ma, beritahu kakak, jika bukan dia yang bunuh kalian," kata Dewa pelan.
"Beritahu kakak ma pa, kenapa kalian hanya diam," teriak Dewa sambil menggenggam tangannya kuat.
"Kakak seolah dibutakan oleh semuanya, matanya seakan gelap saat dia menatap seseorang yang dia tuduh telah membunuh kalian," Dewa seakan mengingat kelakuan kakaknya yang berubah menjadi brutal dan tempremental.
"Dewa tidak bisa menghentikan kakak, pa ma. Bantulah Dewa," kata Dewa meringkuk memeluk erat makam mamanya.
"Dewa capek ma," gumamnya lirih sebelum matanya terpejam dan tertidur diatas makam karena menangis sejak tadi.
○○○
Reynald melonggarkan dasinya lalu meraih ponselnya di atas meja, mendial nomor seseorang dan menelponnya.
"Halo," sapanya pada seseorang di seberang sana.
"Bagaimana dengan putrimu, apa sudah selesai?" tannya Reynald sambil memainkan jarinya di meja.
"Bagus," katanya memuji orang diseberang telepon.
"Besok aku akan terbang ke Jerman, untuk mengurus semua keperluan Dewa," katanya sambil menatap monitor komputer.
"Untuk sementara waktu, kita tunda dulu semua meeting dengan beberapa pemegang saham dan investasi," adu Reynald.
"Tidak perlu, aku bisa mengatasi semuanya," kata Reynald lalu menutup teleponnya dengan sepihak.
Reynald kembali mendial nomor seseorang.
"Halo," sapa Reynald pada seseorang di seberang.
"Siapkan tiket untuk penerbangan ke Jerman," perintah Reynald dengan suara tegas tak terbantahkan.
"Dan ingat selama saya di Jerman, tolong awasi Dewa kemanapun dia pergi," kata Reynald penuh penekanan.
"Jangan sampai dia tahu," kata Reynald lalu mematikan sambungan teleponnya.
Reynald kembali menatap jam dinding di ruangannya. Pukul 5 sore.
Dia akan pulang untuk beristirahat, besok dia akan terbang ke Jerman.
♡♡♡
Laura di undang Rose dan Bradsiton untuk makan malam di rumahnya.
Laura adalah gadis mandiri, dia hidup sendiri karena kedua orang tuanya tewas dalam kecelakaan pesawat.
Karena itu Rose sudah menganggap Laura seperti putrinya.
"Sayang, apa kamu bisa masak?" tanya Rose sambil menyiapkan makan malam.
Laura yang sedang bermain ponsel di meja makan mendongak menatap Rose yang sibuk.
"Hehe enggak tan, Laura kalau di rumah di masakin ART," kata Laura sambil tersenyum malu.
"Ya ampun kasian banget kamu, besok- besok tante bakalan ajarin kamu masak, biar di rumah kamu bisa masak sendiri," kata Rose sambil melepas celemeknya karena dia sudah selesai di dapur.
"Ma, Bara mana?" tanya Bradsiton yang baru saja keluar dari lift dengan pakaian santainya karena baru mandi setelah pulang dari kantor.
"Oh iya bentar mama telpon dulu," kata Rose sambil mencari nomor Bara untuk dihubungi.
Tidak menunggu lama Bara langsung mengangkat telponnya.
"Sayang, apa kamu masih di kantor?" tanya mamanya sambil menatap suaminya yang duduk di sudut meja makan.
"Cepatlah pulang nak, papa sama mama ngundang Laura buat makan malam, kamu dateng ya," kata Rose meminta agar Bara mau datang.
"Emang kamu enggak kasian sama mama, udah capek- capek masak banyak buat kalian juga," keluh Rose agar Bara merasa kasian padanya.
Memang di rumah Bradsiton, Rose membuat aturan jika ART nya tidak diperbolehkan memasuki dapurnya.
Hanya dia yang boleh memasak untuk keluarganya.
Rose hanya ingin, disela kesibukannya yang tidak bisa mengurus putra dan suaminya, karena dia juga wanita karier.
Rose hanya ingin suami dan putranya masih bisa merasakan masakan dari seorang istri dan ibu, bukan masakan orang lain.
"Sekalian ajak Rendy ya," kata Rose mengingatkan pada Bara.
"Ok, mama tunggu ya sayang," kata Rose lalu menutup telponnya.
"Gimana ma? Bara dateng?" tanya suaminya sambil menatap koran di hadapannya.
"Pasti dong, kan mamanya yang minta," kata Rose merasa bangga karena bisa membujuk Bara untuk dateng makan malam bersama.
Bradsiton hanya tersenyum mendengar ucapan istrinya.
Emang di kediaman Bradsiton, tidak ada yang berani melawan Rose, istri dari Bradsiton yang sewaktu- waktu bisa berubah menjadi singa betina saat sedang emosi.
"Laura sayang, bentar ya Bara nya bentar lagi dateng kok," Laura hanya mengangguk dan tersenyum lalu kembali bermain ponselnya.
Sedangkan di waktu yang sama dan tempat yang berbeda.
Bara sedang menggerutu kesal dan uring- uringan enggak jelas.
"Kenapa sih Ren, enggak lo aja yang jadi anaknya papa sama mama," dumel Bara sambil merebahkan dirinya di sofa.
"Gue berharapnya juga gitu," jawab Rendy sambil merapikan berkas yang baru saja dikerjakan Bara.
"Ada Laura lagi di rumah, makin muak gue di rumah," gerutu Bara sambil melonggarkan dasinya.
Bara bangun dari sofa dan berjalan menuju meja kerjanya.
Bara menatap ponselnya, mencari alasan agar tidak perlu datang ke acara makan malam di rumahnya.
Sudah pukul 6 petang, itu artinya papanya sudah pulang, gimana Bara mau cari alasan coba kalau pawangnya rumah udah sampai duluan di rumahnya.
"Udah pulang aja, biar gue yang selesain masalah meeting besok," kata Rendy menyuruh agar Bara cepat pulang karena Rose sudah menunggunya.
"Lo enggak liat gue lagi cari 1001 alasan buat enggak dateng ke acara makan malam," ketus Bara membuat Rendy tertawa renyah.
"Makanya lo tuh cari cewek jangan cari uang doang," ledek Rendy membuat Bara semakin kesal.
"Gue heran deh sama mama, kenapa mama enggak ada capek- capeknya buat bawa cewek ke rumah buat dijodohin sama gue," kata Bara membuat Rendy menatapnya.
"Sebenarnya masalahnya sepele, cuma lo nya aja yang riwet," kata Rendy membuat Bara menatapnya tajam.
"Kenapa lo pusing, cari cewek yang sekiranya lo suka, bawa ke rumah, bilanga aja dia pacar lo, masalah beres kan?" kata Rendy membuat Bara tersenyum sumringah.
"Gue enggak nyangka kalau otak lo malem- malem gini lebih fresh ketimbang gue," kata Bara lalu menyambar jasnya dan mengambil kunci mobilnya.
"Gue pergi dulu, lo duluan aja ke rumah, mama nyuruh lo buat dateng," kata Bara sambil menepuk bahu Rendy.
"Tapi gue," Bara sudah berlari keluar dari ruangannya meninggalkan Rendy sendiri.
"Ya tuhan kenapa dulu gue bisa ketemu sama orang yang modelan kayak dia," gerutu Rendy sambil merapikan berkas Bara.
"Kenapa gue enggak korupsi aja di perusahaan dia terus lari jauh dari kehidupannya, biar tiap hari enggak makan hati kerja sama dia," gumam Rendy sambil memikirkan hal konyol.
"Jangan Ren, sayangi dirimu kalau lo enggak mau diburu orang satu negara gara- gara korupsi di perusahaan miliader top di Kanada," kata Rendy membuat dirinya menggelengkan kepalanya.
"Mama Rose udah nunggu, gue harus cepetan pulang," gumam Rendy sambil keluar dari ruangan Bara menuju kediaman Bradsiton.
Sedangkan di tempat lain Bara sedang berdiri di depan pintu cafenya, menatap seseorang dari luar.
"Bos, kenapa di luar, silahkan masuk," kata seorang pelayan mempersilahkan Bara untuk masuk.
"Tidak usah saya hanya sebentar, tolong panggilkan perempuan itu saya ada perlu dengannya," kata Bara sambil menunjuk Sela yang sedang menyajikan kopi panas untuk pelanggan.
"Baik bos tunggu sebentar," katanya lalu masuk untuk memanggilkan Sela.
"Sela," dengan cepat Sela mendatangi laki- laki yang memanggilnya.
"Kamu ditunggu bos di luar," katanya pada Sela lalu pergi.
"Bos?" tanya Sela pada dirinya sendiri, Sela menatap pada pintu.
Seseorang dengan setelan jas warna hitam sedang berdiri menghadap jalanan.
Sela berjalan untuk menemuinya, namun dirinya tidak tahu siapa yang dia temui.
"Bos manggil saya?" tanya Sela sontak Bara langsung memutar tubuhnya menghadap Sela.
"Bapak?" kata Sela terkejut, Ya tuhan siapapun tolong ingatkan pada Sela, jika dia adalah pemilik cafe ini, jelas dia bosnya.
"Saya butuh bantuan kamu," kata Bara membuat Sela mengernyit bingung.
"Bantuan apa?" tanya Sela sedangkan Bara masih menatap penampilan Sela.
Yang bener aja Bara bawa Sela ke rumah mamanya modelan gini.
Yang ada dia kena tendang sama papanya.
Sela sebenarnya cantik sih, lebih cantik lagi kalau dia pakai make up dan bajunya lebih baik.
"Mari ikut saya," Bara menarik pelan tangan Sela menuju mobilnya.
"Eh tapi saya kan masih kerja," kata Sela memberontak mencoba melepaskan genggaman tangan Bara namun, sangat kuat.
Bara membukakan pintu mobil untuk Sela.
"Buruan masuk," suruh Bara sambil menatap sekilas wajah cantik Sela.
"Saya bisa laporin bapak, karena udah nyulik saya waktu jam kerja," ketus Sela lalu terpaksa masuk ke dalam mobil Bara.
Bara memutari mobilnya menuju kemudi dengan menahan senyumnya ketika mengingat ucapan Sela barusan.
Bara melajukan mobilnya menuju malnya tanpa memberitahukan pada Sela.
Selama perjalanan menuju mal Sela hanya diam dan menatap kearah luar jendela dengan Bara sesekali melirik sekilas Sela.
Perjalanan cafe ke mal Bara hanya butuh waktu 10 menit.
Sela baru menyadari jika dia pergi ke mal terbesar yang ada di Kanada ketika Bara memasuki area parkir VIP.
"Ngapain kita ke sini?" tanya Sela namun Bara hanya diam dan keluar begitu saja.
"Dasar bapak- bapak tua," dumel Sela kesal terhadap sikap Bara yang seenaknya sendiri.
Bara hendak membukakan pintu mobil Sela namun urung ketika Sela membuka pintunya sendiri.
"Enggak usah saya bisa sendiri," Bara tidak jadi memegang knop pintu mobilnya dan membiarkan Sela keluar.
Kalau di film atau layar lebar, cewek paling suka kalau dibukakan pintu mobil oleh cowoknya, nah cewek di depan Bara ini malah sebaliknya.
Bara berjalan diikuti Sela di belakangnya.
Sela kagum saat memasuki lantai satu dia sudah disuguhi oleh pemandangan cantik ini.
"Apa mal ini juga milik tuan?" tanya Sela membuat Bara tersenyum melihat wajah imut Sela saat kagum akan malnya.
"Kita akan ke lantai atas," kata Bara sambil menarik tangan Sela agar lebih cepat karena Sela berjalan sangat pelan sambil memandang takjub mal besar ini.
Bara sampai di lantai dua, dia ingin mencarikan gaun untuk Sela terlebih dahulu.
"Ya tuhan, kenapa tinggi sekali, ada berapa banyak lantainya?" tanya Sela seperti anak kecil yang kelelahan bermain.
"25 lantai," jawab Bara santai sedangkan Sela menganga tidak percaya.
"Apa? 25 lantai, ayo kita pulang, saya sudah capek pak," kata Sela sambil mencebikkan bibirnya dan berhenti berjalan.
Bara yang menyadari saat Sela berhenti berjalan dan menatap wajah ngambek Sela.
Bara menghampiri Sela yang masih berdiri di tempat.
"Bukankah sedari tadi kita naik eskalator bukan tangga? Kenapa sudah capek?" tanya Bara karena alasan Sela capek.
"Bapak pikir enggak capek ngelilingi mal sebesar ini?" tanya balik Sela membuat Bara menahan senyumnya.
"Apa perlu saya membopong kamu?" pertanyaan Bara membuat Sela malu.
"Saya bisa jalan sendiri," kata Sela meninggalkan Bara sendiri. Bara tertawa pelan melihat wajah blushing Sela.
Menggemaskan.
Bara mengikuti Sela lalu menarik pelan tangan Sela menuju lift bukan eskalator.
"Kenapa kita naik lift?" tanya Sela ketika mereka berdua sudah berada di dalam lift.
"Bukankah tadi kamu bilang capek?" lagi- lagi Sela memalingkan wajahnya karena bersemu merah.
Bara menatap depan, sambil berusaha kuat agar tidak tertawa keras.
Bara mengajak Sela di lantai khusus pakaian.
Bara berjalan menuju stand gaun limited edition diikuti Sela di belakangnya.
"Selamat datang tuan," sambut beberapa pegawai kala tau bosnya datang.
"Tolong pilihkan gaun keluaran terbaru untuk dia dan juga dandani dia yang natural saja," perintah Bara lalu duduk di sofa sambil menunggu Sela berganti.
"Mari nona, saya bantu memilihkan gaun," kata pegawai itu sambil menarik tangan Sela pelan mengajaknya ke tempat ganti.
Bara menatap jam tangannya, sudah 20 menit dia berada di mal, biarlah Laura menunggu lama, batin Bara.
Beberapa menit Sela keluar dengan gaun yang dipilihkan pegawai wanita itu.
"Bagaimana tuan?" tanyanya pada Bara.
Bara menatap penampilan Sela dari ujung kepala hingga ujung kaki.
Ya Tuhan, salahkan Bara telah mengajak Sela pergi ke mal dan membuat dirinya menjadi secantik ini.
"Ganti yang lain," perintah Bara yang langsung diangguki oleh pegawainya, Sela hanya mendengus sebal.
Bara tidak bisa menutupi kekagumannya pada kecantikan Sela yang sangat alami.
Tidak lama Sela keluar dengan gaun yang berbeda.
"Uhuk uhuk uhuk," Bara terbatuk saat Sela keluar dengan gaun modelan kayak gini.
Ya tuhan, bagaimana bisa ada baju modelan begini.
"Apa tuan baik- baik saja?" tanya pegawainya ketika Bara batuk.
"Apa tidak ada gaun lain?" tanya Bara pada pegawainya.
"Baik akan saya ganti lainnya," katanya lalu kembali masuk bersama Sela.
Sela melotot kesal kearah Bara yang sedang duduk santai di sofa.
Kemudian Sela keluar dengan gaun yang berbeda lagi.
Di mana gaun itu lebih tergolong untuk orang dewasa bukan Sela yang masih gadis polos gini.
"Uhuk uhuk," Bara kembali terbatuk, melihat penampilan Sela ini.
Di mana gaun ini lebih mengekspos bagian atas dan punggung Sela lebih luas.
Sela menggenggam erat gaunnya, Bara tahu Sela tidak begitu nyaman dengan gaunnya.
Bara menarik pelan tangan Sela untuk memilihkan gaun yang pas dan nyaman untuknya.
Ya tuhan salahkan malnya yang memiliki gaun modelan seperti ini.
Bara melihat di etalase tempat gaun limited edition dipajang.
"Saya pilih ini," katanya pada pegawainya.
Buru- buru mereka mengambilnya dan membantu Sela untuk berganti.
Bara melonggarkan dasinya, dadanya merasa sesak napas beberapa menit yang lalu.
Ya tuhan penampilan Sela barusan benar- benar berdosa banget.
Bara tidak boleh membiarkan Sela memakai pakaian haram itu.
Bisa- bisa bukan cuma buaya, pawangnya bisa ikutan khilaf liat Sela.
Sela keluar dengan gaun yang telah Bara pilihkan.
"Bagaimana tuan, apa perlu ganti lagi?" tanyanya pada Bara.
Tapi kalian mau lihat gimana reaksi Bara, dia tidak bisa berkata apa lagi, dia terkesima oleh kecantikan Sela.
"Sudah ini saja, saya ambil ini," kata Bara ketika tersadar dari tatapannya dengan penampilan Sela.
Bara menarik pelan tangan Sela untuk keluar dari mal.
Ternyata benar, kecantikan Sela mampu membuat semua orang menatapnya kagum.
Mereka seakan seperti pasangan yang sangat serasi.
Bara melihat Sela yang jalannya mulai melambat sambil menatap high heelsnya.
Bara berjongkok di depan Sela membuat Sela terkejut dan mundur beberapa langkah.
Bara mengambil sepatu milik Sela yang tadi dibungkus pegawainya.
"Kemarilah," kata Bara agar Sela mendekat kearahnya.
"Biar saya aja," kata Sela menolak namun Bara mendekat dan melepas high heels Sela.
Perlakuan Bara pada Sela mampu menarik perhatian para pengunjung.
Banyak dari mereka yang mengabadikan momen spesial itu.
Cuitan dan juga kata iri keluar dari mulut mereka saat melihat perlakuan manis Bara.
"Kalau enggak nyaman enggak usah dipakai," kata Bara lalu menarik pelan tangan Sela keluar dari mal.
Sela berusaha menyembunyikan rona merah di pipinya.
Bisa- bisa Bara akan mengejeknya habis- habisan.
Namun, bukan Bara namanya kalau enggak setajam elang, dia melihat rona merah di pipi Sela.
●●●
Hehe maaf ya kalau gambarnya lebih banyak dan terkesan lebay, aku cuma pengin aja kalian bacanya enggak bosan, tapi aku imbangin kok sama isinya juga lebih banyak.
Semoga kalian enggak bosan bacanya yaa.
Terimakasih banyak udah sempatin baca ceritaku.
Oh iya, kasih saran dong.
Menurut kalian lebih enak dikasih gambar atau enggak?
Tulis ya di kolom komentar.
Makasih**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Mas Sigit
lbih enak di ksh gmbar kk biar kita bsa ikutan berimajinasi😂
2023-10-07
0
Cica Kosmetik
enak novelnya..gambar yg byk buat cuci mata sekalian..jd bacanya g jenuh😀😀😀
2022-12-29
0
Abdul Wakhid
tetap di pertahankan Thor gambar nya..
terkesan lebih nyata
2022-05-24
0