▪︎▪︎▪︎
Reynald baru saja tiba di kediaman kakeknya yang berada di Jerman, Pram.
Terlihat banyak bodyguard yang sedang berjaga di halaman dan depan pintu, berarti kakek sedang berada di rumah.
"Selamat datang Tuan," sapa bodyguardnya sambil membukakan pintu untuk Reynald.
Reynald hanya mengangguk dan langsung masuk ke dalam rumah mencari keberadaan kakeknya.
Tanpa banyak bertanya Reynald menaiki tangga menuju lantai atas ke kamar kakeknya berada.
Tok tok tok
Reynald mengetuk pintunya sebelum membuka kamar kakenya.
Terlihat kakeknya sedang duduk menatap kearah luar jendela.
"Kek," panggil Reynald membuat Pram menoleh ke belakang lalu tersenyum manis menyambut kedatangan cucunya ini.
"Apa kau sendiri?" tanya Pram karena hanya melihat Reynald.
"Hmm," kata Reynald lalu duduk disamping kakeknya melepas rindu bersamanya.
Pram tahu maksud kedatangan Reynald ke Jerman pasti ada sesuatu yang membuatnya harus kemari.
Karena Reynald termasuk orang yang sibuk, jadi tidak semudah itu dia pergi keluar negeri.
"Apa yang membuat mu kemari?" tanya kakeknya sambil menatap keluar jendela.
"Reynald sedang mengurus tentang pindahan Dewa ke Kanada," kata Reynald pelan takut jika kakeknya akan marah.
Pram menepuk pelan punggung tangan Reynald dan mengangguk- angguk.
"Kakek tahu, mungkin Dewa bukanlah anak kecil lagi tapi tolong, mengertilah akan perasaan adik kecilmu," kata Pram membuat Reynald menatap lekat kakeknya.
"Kakek tidak melarangmu untuk berkumpul dengan Dewa namun, setidaknya hanya kamu yang dia punya di sana," Pram memandang ke depan.
"Kek, apa tidak sebaiknya kakek ikut Rey ke Kanada jadi kakek ada yang jaga dan mengawasi," saran Reynald pada kakeknya.
Pram menoleh menatap sekilas Reynald lalu menunduk.
"Biarlah di waktu kakek yang sudah tua ini kakek habiskan di sini, banyak kenangan di Kanada yang sulit untuk dilupakan, termasuk kehilangan ayah dan ibumu," Pram mulai membicarakan hal yang sensitif.
Reynald hanya diam tak berkata. Pram seakan kembali memutar kejadian di mana pembunuhan itu terjadi.
"Rey," panggil kakeknya dengan sangat pelan dan lemah.
Reynald mendongak menatap kakeknya dengan tatapan sendu.
"Percayalah, tidak semua orang yang dekat dengan kita selalu baik, ada kalanya mereka memiliki niat tertentu," ucapan kakeknya seakan menyadarkan pada Reynald.
"Musuh yang kau lihat juga belum tentu sekejam yang kau bayangkan begitu juga dengan baiknya seorang teman," kata Pram membuat Reynald terdiam.
"Apa kau tahu apa yang lebih berbahaya dari menghadapi musuh?" tanya kakeknya pada Reynald.
Reynald hanya menggelengkan kepalanya pelan sambil menatap kakeknya.
"Orang terdekatmu, itulah musuh terbesarmu," perkataan Pram seakan membuat Reynald merasa telak dan terdiam.
Entah Pram tidak tahu apa yang Reynald pikirkan yang jelas sindiran itu seakan membuat dirinya terdiam.
Pram yang menyadari sikap Reynald mendadak canggung dan juga hanya diam kembali mencairkan suasananya.
"Bagaimana dengan perkembangan perusahaan papamu?" tanya Pram memecahkan keheningan diantara mereka.
"Lebih baik," Pram hanya menganggukkan kepalanya.
"Apa Walles masih bekerja sama denganmu?" tanya Pram yang diangguki oleh Reynald.
"Lalu bagaimana dengan kepindahan Dewa, apa kamu sudah selesai mengurusnya?" tanya Pram sekali lagi.
"Sudah beres semua nanti malam Rey akan kembali ke Kanada," Pram hanya mengangguk lemah dan menunduk.
"Kakek mohon sama kamu, jangan bertengkar dengan adikmu, ingat hanya kamu orang tua yang dia punya, jadi mengertilah akan perasaannya," kata Pram sambil menepuk pelan bahu kekar Reynald.
"Rey akan selalu jaga Dewa," kata Reynald sambil memegang sayang tangan kakenya.
♡♡♡
Mobil Bara memasuki halaman rumah yang sangat luas dan megah ini.
Apa ini masih disebut rumah sebesar dan semegah ini.
Sela menelan salivanya dengan sangat kasar, bagaimana bisa dirinya tersesat dan masuk ke dalam istana sebesar ini.
"Hei," kata Bara membuat Sela menoleh dan tersadar dari lamunannya.
"Pak apa kita tidak salah rumah?" pertanyaan yang sangat lucu membuat Bara tertawa pelan.
"Kenapa? Apa kau takut?" tanya Bara membuat Sela lagi lagi menelan salivanya dengan sulit.
"Percayalah, kamu hanya perlu membantuku untuk makan malam ini," Sela mendengus sebal.
"Saya tidak pernah membayangkan jika anda sangat perhitungan setelah menolong," dumel Sela membuat Bara tersenyum manis.
Bara mendekat kearah Sela membuat jarak di antara mereka sangat terkikis.
Sela menoleh dan tidak sengaja wajahnya berpapasan dengan wajah Bara dengan jarak yang sangat dekat.
Bruk
"Bapak jangan macem- macem ya," kata Sela memperingati Bara dengan keras.
"Ya tuhan selain galak kamu juga kepedean, saya hanya ingin membuka seal beatmu," kata Bara membuat Sela memutar kedua bola matanya.
"Enggak perlu saya bisa sendiri," kata Sela lalu keluar dari mobil tanpa menunggu Bara membukakannya.
Bara yang masih di dalam mobil menahan senyumnya, bagaimana bisa dia bertemu dengan cewek seunik dia.
Bara keluar dari mobilnya dan menghampiri Sela.
"Ayo," ajak Bara namun Sela memandangi sepatunya.
"High heelsnya mana?" tanya Sela pada Bara.
"Kamu yakin akan memakainya?" tanya Bara memastikan pada Sela.
"Apa anda akan membiarkan saya ditertawakan banyak orang memakai gaun dan sepatu seperti sepak bola ini," kata Sela membuat Bara lagi- lagi tertawa pelan.
Bara mengambilkan high heels Sela di jok belakang lalu berjongkok di depan Sela.
Bara mengangkat pelan kaki Sela dan menggantinya dengan high heels.
"Apa itu nyaman?" tanya Bara khawatir karena Sela yang tidak terbiasa memakai high heels.
Sela hanya mengangguk berusaha untuk terbiasa memakainya.
"Ayo," kata Bara sambil meminta tangan Sela untuk menggenggamnya.
Sela hanya menatap datar tangan Bara, lalu pergi begitu saja menaiki tangga menuju pintu masuk.
"Lo harus sabar Bara," gumam Bara sendiri sambil mengelus dadanya dan menyusul Sela.
Para bodyguard langsung membukakan pintu masuk untuk Bara dan Sela.
Ya tuhan, Sela seakan malam ini menjadi seorang cinderella, apa ini nyata.
Tanpa meminta izin pada Sela, Bara menggenggam tangan Sela dan berjalan menuju meja makan keluarga.
Terlihat mereka sedang menunggu, Rendy juga sudah datang.
"Ma pa, maaf Bara telat," sontak mereka yang tadinya mengobrol terdiam dan menatap Bara.
Rose melotot tidak percaya melihat Bara bersama seorang wanita dan ini kali pertamanya Bara mengajaknya ke rumah terlebih di acara makan malam keluarga Bradsiton.
Bradsiton tersenyum samar melihat wajah tegang Bara yang takut melihat ekspresi mamanya.
Sedangkan Rendy mengedipkan sebelah matanya menggoda Bara lain dengan Laura.
Dia memandang sinis dan tidak suka pada Sela saat tangannya digenggam erat oleh Bara.
Rose berjalan menghampiri Bara dan Sela dengan ekspresi yang entah ini antara kagum sama terkejut.
"Ma, Bara bisa jelasin, mama dengerin Bara dulu," kata Bara sambil menarik tangan Sela agar berada di belakang punggungnya, menghindari amukan mamanya.
"Ma dengerin...," ucapan Bara terpotong ketika Rose menarik pelan tangan Sela yang berada dibelakang Bara.
Bradsiton dan Rendy menutup mata mereka sebelum mata mereka ternodai dengan acara jambak menjambak. haha
"Ya tuhan cantiknya, siapa namamu?" tanya Rose sambil menatap kagum wajah cantik Sela.
Bradsiton dan Rendy membuka mata mereka, lalu saling menatap dan kembali menatap Rose dan Sela.
Sedangkan Laura terkejut bukan main pada sikap Rose.
Bara hanya bisa diam dan mencerna ucapan mamanya.
Ya tuhan yang di depannya ini mamanya kan? Mama Rose kan?
"Sela tante," jawab Sela dengan lemah lembut dan sangat sopan.
Plak
"Kamu punya cewek kenapa enggak pernah dibawa kerumah, hah," Rose memukul dengan keras bahu Bara lalu menarik telinga Bara.
"Ampun ma, sebenarnya Bara ini anak mama bukan sih?" kata Bara sambil mengusap- usap telinganya.
Rose menarik pelan tangan Sela menuju meja makan dan menghiraukan Bara yang masih berdiri dengan wajah kesalnya.
"Ma, sebenarnya anak mama siapa sih, Sela apa Bara?" tanya Bara sambil berjalan gontai menuju meja makan.
"Untuk malam ini mama cuma punya anak perempuan satu," Rose mengajak Sela duduk disampingnya sedangkan Laura sejak tadi sudah pindah tempat ke samping Rendy berharap Bara akan duduk di sampingnya.
Benar, Bara duduk di samping Laura bukan di dekat Sela.
"Sayang, kenapa tante enggak pernah lihat kamu sebelumnya, apa kalian sudah lama menjalin hubungan ini?" tanya Rose sambil terus menggenggam tangan Sela.
"Sela cuma..," ucapan Sela terpotong saat Bara menyelanya.
"Udah lama," jawab Bara cepat takut Sela akan menjawab jujur.
"Diem, mama enggak tanya kamu," ketus mamanya kesal dengan Bara.
"Ma makan malamnya kapan, papa udah laper nih, nanyanya dilanjut nanti aja ya," kata Bradsiton mengeluh dirinya sudah kelaparan.
"Enggak anak enggak bapak, sama aja kelakuannya," dumel Rose sambil menuangkan nasi pada suaminya.
"Bara juga ma," kata Bara sambil menyodorkan piring kosongnya, namun Rose malah mengambilkan Rendy Sela lalu Laura.
"Anak baik ngambil sendiri," gumam pelan Bara membuat papanya tersenyum samar. Buru- buru Laura mengambilkan nasi untuk Bara.
"Sini aku ambilin," Laura menuangkan nasi pada piring Bara.
Sedangkan Bara melirik sekilas Sela yang tidak menatapnya sama sekali sejak tadi.
"Ayo sayang dimakan, ini tante lho yang masak sendiri," kata Rose sambil terus mengambilkan lauk di piring Sela.
"Iya tante makasih," kata Sela lembut dan tersenyum sangat manis.
"Eh lo pinter juga ngerubah singa betina jadi bidadari gini," bisik Rendy pada Bara yang sibuk melahap makanannya.
"Bukan Bara namanya kalau enggak hebat dalam segala hal," sombong Bara sambil tersenyum miring pada Rendy.
"Termasuk hebat dalam berbohong menjalin hubungan," sindir Rendy membuat Bara berhenti mengunyah.
"Gue juga hebat dalam nembak kepala orang," bisik Bara membuat Rendy terkekeh pelan.
"Sela, apa kamu bisa masak?" tanya Rose pada Sela sambil sesekali menatap wajah cantik Sela.
"Bisa tante," jawab Sela lembut sambil tersenyum menatap wajah Rose.
"Kapan- kapan masak bareng tante ya?" kata Rose sangat antusias sekali.
"Kan repot urusannya kalau perempuan udah ketemu sama perempuan, pasti acaranya kalau enggak masak- masak ya gosip," kata Bara membuat Rose langsung menatapnya tajam.
Laura merasa dirinya kini diabaikan karena kedatangan Sela.
Bara kembali melirik Sela, bahkan sejak tadi dia tidak menatap atau sekedar menoleh pada Bara.
Sebenarnya kenapa sih dia ini, bingung Bara.
"Sayang kamu kuliah dimana?" tanya Rose membuat semua orang terdiam dan menatap Rose dan Sela.
"Saya cuma lulusan SMA tante," jawab Sela dengan senyum yang manis tanpa malu sedikitpun.
"Lo enggak kuliah? Terus lo jadi pengangguran gitu?" tanya Laura membuat Bara menatapnya tajam.
"Enggak juga aku kerja di restoran kecil," jawab Sela tanpa ada rasa marah pada Laura.
"Besok dia bakal jadi sekretaris Bara," ucapan Bara membuat Sela menatapnya sekilas karena terkejut.
Sedangkan Rose hanya tersenyum manis mendengar ucapan Bara.
Akhirnya gue ada generasi penerusnya, batin Rendy.
"Enggak papa sayang meski kamu lulusan SMA, yang penting attitude yang utama," entah itu sindiran atau nasihat untuk Sela.
Yang pasti Laura merasa dirinya tertampar dengan perkataan Rose.
Bara menatap Sela, melihat apakah dia baik- baik saja.
Beberapa menit makan malam telah selesai dan mereka berkumpul di ruang tamu keluarga.
Sejak tadi Rose tidak henti- hentinya memberikan pertanyaan pada Sela dan Bara dicuekkan sejak tadi.
Sedangkan Laura hanya memainkan ponselnya karena merasa bosan karena merasa dicuekkan.
"Ma udah malem, Bara mau ajak Sela pulang," kata Bara membuat Rose menatap jam dinding.
"Iya ma kasian Sela, ini udah larut malam," kata Bradsiton merayu istrinya.
"Sayang besok kalau kamu ada waktu, telpon tante ya, kita masak bareng," kata Rose berpesan pada Sela sebelum pulang.
"Iya tante Sela usahain," kata Sela berdiri dan bersalaman dengan Bradsiton dan Rose untuk pamit pulang.
"Laura sayang kamu juga pulang yah udah malem ini," kata Rose memperingatkan pada Laura.
"Iya tan ini saya juga mau pamit pulang," kata Laura sontak langsung berdiri.
"Sel rumah lo daerah mana?" tanya Laura membuat Sela dan Bara berhenti dan menatap Laura.
"Perumahan Cendana dekat restoran Gwanchong," kata Sela akrab.
"Gue boleh enggak sekalian numpang sama kalian, sopir gue belum jemput," kata Laura membuat Sela menatap Bara seakan meminta persetujuan Bara.
Bara yang mengerti alasan Laura langsung menatap Rendy memberikan kode padanya dengan kedipan mata.
"Hm Ra lo gue anter aja, biar Bara anterin Sela, gue ada waktu luang kok," kata Rendy membuat Laura menghembuskan napasnya.
"Oh iya Laura sayang, kan ada Rendy, sama dia aja kan enggak papa," kata Rose membuat Laura mau tak mau menerima tawaran Rendy.
"Ma kami pulang ya," pamit Bara dan juga Rendy. Bradsiton dan Rose mengantar mereka sampai depan pintu.
"Nganternya sampai rumah Son," teriak papanya yang dijawab acungan jempol oleh putranya itu.
Kedua mobil itu sudah meninggalkan pelataran kediaman Bradsiton.
Dengan arah jalan yang sama mereka mengantarkan kedua cewek itu.
Rendy mendahului mobil Bara membuat Bara tertinggal di belakang.
Entah sengaja atau bagaimana yang jelas ini bukan diri Bara.
Mengendarai mobil dengan kecepatan 80 km/ jam.
Lalu apa kabar sama lusa kemarin, 120km / jam menuju kantor kala mendengar papa dan mamanya datang ke kantor.
Bara sesekali menatap Sela yang hanya diam dan melihat keluar jendela.
"Apa kamu baik- baik aja?" tanya Bara karena sejak tadi Sela hanya diam saja.
"Saya hanya khawatir sama ibu, karena di rumah sendiri," Bara salut akan sikap Sela yang menyayangi ibunya.
"Lalu ayah?" tanya Bara pelan takut jika dia salah berbicara.
"Ayah sudah meninggal beberapa tahun yang lalu," Bara merasa bersalah telah bertanya hal sensitif pada Sela.
"Maaf saya tidak tahu," kata Bara lalu membelokkan mobilnya menuju perumahan yang terlihat rata- rata semua rumahnya sederhana dan tidak terlalu besar.
Bara merasa jika perumahan yang ditinggali Sela kurang aman karena penerangan yang sangat redup dan minim.
"Apa tidak sebaiknya kamu pindah rumah, sepertinya di sini kurang aman penjagaannya," kata Bara membuat Sela memutar kedua bola matanya.
"Lalu apa anda mau berpatroli di sini agar perumahan ini aman?" tanya Sela membuat Bara menatapnya sekilas.
"Depan lagi rumah saya," intrupsi Sela pada Bara.
Lihatlah gimana mau dibilang aman coba, jalanan udah sepi, penerangan juga minim dan tidak ada penjagaan sekitar perumahan ini.
Mobil Bara telah sampai tepat di depan rumah Sela.
Sela bergegas keluar dari mobil tanpa menunggu Bara.
Bara menatap rumah yang ditinggali Sela, sederhana dan terlihat sangat bersih.
"Terima kasih telah membantu saya," kata Bara sebelum Sela masuk ke dalam rumah.
Sela hanya mengangguk pelan, tanpa mengatakan apapun pada Bara.
"Tunggu," panggil Bara membuat Sela tidak jadi membuka pintu.
Bara memberikan kartu nama pada Sela, lebih tepatnya kartu nama perusahaannya.
"Datanglah besok ke perusahaan saya dengan membawa resume tentang data dirimu," kata Bara memberitahu Sela.
"Buat apa?" tanya Sela pada Bara dengan menatap kartu nama yang diberikan Bara.
"Datanglah besok saya akan memberitahumu," kata Bara membuat Sela melirik sinis Bara.
"Apa kamu tahu perusahaan saya?" tanya Bara pada Sela karena melihat Sela yang tidak tahu siapa dirinya sejak pertama kenal membuat Bara takut Sela tersesat dan masuk perusahaan orang lain.
Dengan polos dan anggunnya Sela menggelengkan kepalanya.
"Sebenarnya rumah kamu itu di hutan apa di kota sih?" kesal Bara pada sikap polos Sela.
"Di goa,"ketus Sela membuat Bara merasa frustasi.
"Besok saya akan menjemputmu," kata Bara takut jika Sela tersesat.
"Enggak perlu," ok debat sama Sela enggak akan ada habisnya.
"Baiklah, saya akan pulang, masuklah terlebih dulu" kata Bara memerintah Sela. Sela membuka pintunya pelan takut jika menganggu ibunya tidur.
"Lalu apa anda akan berpatroli di depan rumah saya?" tanya Sela sebelum menutup pintunya.
"Sebaiknya saya berpatroli di dalam rumah akan lebih aman," kata Bara menggoda Sela.
Sela melotot kesal pada Bara lalu buru- buru menutup pintunya.
"Belum masuk rumahnya yang ada kena tendang duluan gue ama mama sama Sela," gumam Bara membuat dirinya tertawa membayangkannya saja.
●●●
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Dianita Indra
next
2022-02-20
0
Yus Ys
🤩😁🤩😁🤩😁👍👍👍
2022-01-26
0
Yus Ys
eit dah...rumah apa istana presiden ya?😯😯😯
2022-01-26
0