Rania menghampiri Kanaya di dekat tangga dan mengajaknya ke meja makan.
"Kanaya udah bangun? Sini makan dulu!" panggil Ibu.
"Udah,Nek. Pas bangun Bunda gak ada makanya Aya pangil-panggil," ucap Kanaya sambil duduk berhadapan dengan Dewi.
"Tadi Bunda bantuin Nenek masak," jawab Rania.
Mereka lalu makan bersama, Dewi yang sedang lahap menyantap makanannya langsung terhenti melihat pemandangan di hadapannya.
"Kak apa dulu waktu kuliah di kota S, Kakak nakal lalu punya anak ya? Atau, Kakak menikah tanpa sepengetahuan kami ya?" tanya Dewi to the point.
"Maksudnya?" Rania kebingungan.
"Maksudku kakak tuh udah punya anak waktu di sana. Terus Kakak pulang ke sini anaknya di kasih sama bapanya. Nah ni anak, anaknya kakak!" ucap dewi menerka-nerka sambil nunjuk Kanaya.
"Secara liat aja, Bu! Mereka kompakan banget; dari cara makan, cara misahin makanan, mereka juga gak makan wortel dan tomat yang ada di sop. Kanaya lebih tepat di panggil Rania junior. Mereka tuh sebelas dua belas, Bu," tutur Dewi kemudian.
Semua yang dikatakan Dewi benar adanya, Kanaya memang menyukai apa yang Rania suka dan tidak menyukai apa yang Rania tidak suka. Entah disengaja atau tidak, setelah mendengar banyak cerita tentang Rania, Kanaya selalu memposisikan dirinya seperti Rania.
Rania yang mulai mengerti arah pembicaraan Adiknya langsung melotot.
"Bu punya benang sol gak?" tanya Rania.
"Kenapa jadi benang sol? Kakak ada sepatu yang copot? Langsung kasih aja ke tukang sol ngapain cape-cape ngesol sendiri," jawab Dewi.
"Buat ngesol mulutmu biar mingkem, biar ngomongnya gak asal jeplak mulu mending kakak sol, mau?" Rania, kesal.
"Sadis amat sih, Kak? Aku 'kan cuma nanya?" Dewi bergidik ngeri.
"Makanya kalau sekolah tuh mulut di ajak biar ikut belajar, jangan malah sibuk gosipin orang."
Ibu yang memperhatikan keduanya mecoba menengahinya supaya gak berkepanjangan. Kanaya pun mencoba memberi penjelasan,
"Aya anak papa sama mamah, kok, Tante. Bukan anak kandung dari bunda. Foto aku waktu di kandungan mama juga ada, nanti kapan-kapan Aya kasih liat sama tante," tutur Kanaya.
"Tuh, denger!" ucap Rania, menang.
"Tapi, Aya juga lagi on going jadi anak Bunda. Iya, 'kan Bunda?" lanjut Kanaya nyengir.
Hah? batin Rania
Dewi yang mendengar ucapan Kanaya langsung tertawa sedangkan ibu hanya mengulumkan senyum.
"Ha ... ha ... Tante suka kata-katamu, Ya. Kayaknya kamu lebih asyik daripada bundamu. Sering-sering main kesini ya, biar tante ada temannya gak boring. Kalau sama bundamu terlalu kaku gak bisa di ajak bercanda," tutur Dewi.
"Dengan senang hati kalau kalian mengizinkan," jawab Kanaya.
"Nenek sama Bunda seneng banget Aya sering main kesini, tapi izin dulu sama papa ya!" pesan Ibu, dijawab anggukan Kanaya.
Kanaya sangat bahagia dia diterima dengan baik oleh keluarga Rania.
Setelah selesai makan Rania membereskannya lalu mencuci piring dan gelas bekas mereka makan. Di rumah Rania tak ada pembantu jadi pekerjaan rumah dikerjakan oleh pemilik rumah secara gotongroyong.
"De, tolong anterin makan siang ayah ke toko!" ucap ibu kepada Dewi.
"Biar kakak aja, Bu. Sekalian anterin Aya pulang." Rania menimpali, sedangkan yang disuruh tak menyahut karena sedang asyik bermain dengan Kanaya.
Sebelum mengantarkan Kanaya pulang, Rania mampir ke toko kelontong di pertigaan jalan untuk memberikan makan siang Ayah.
Di sinilah kini Ayah Rania menghabiskan masa tuanya, setalah pensiun menjadi guru, Ayah memilih membuka toko kelontong. Dan Alhamdulilah tokonya selalu ramai pembeli.
"Assalamualaikum," ucap Rania.
"Waalaikumsalam," jawab Ayah.
"Ayah ini makan siangnya!" ucap Rania memberikan rantang makan siang.
"Maaf gak bisa lama Rania harus mengantar Kanaya pulang," lanjutnya sambil menunjuk ke arah Kanaya yang sedang berdiri disaamping motor.
"Siapa dia kak?" tanya Ayah.
"Murid aku, Yah. Tadi keluarganya gak ada yang bisa jemput, jadi kakak mo nganternya pulang," jelas Rania.
"Owh, ya, sudah hati-hati, Kak."
"Iya, Yah. Assalamualaikum!" Rania pamit.
"Waalaikumsalam."
Rania meninggalkan toko kelontong sang ayah lalu mengantar Kanaya pulang. Sekitar lima belas menit, akhirnya mereka sampai di depan gerbang rumah Kanaya.
Wah ini mah rumah sultan, batin Rania takjub melihat rumah Kanaya yang sangat mewah.
Rania dan Kanaya lalu turun dari motor, Rania membukakan helm Kanaya.
"Makasih, Bunda."
"Sama-sama, Sayang," balas Rania.
"Mampir dulu ke rumah Aya ya, Bunda! Oma juga kayaknya udah pulang," ajak Kanaya.
"Gak usah, Sayang, lain waktu aja. Sekarang Bunda masih ada urusan pulang," tolak Rania.
Lalu, Rania memutar balikkan motornya sedangkan Kanaya masuk ke rumah.Tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang memperhatikan mereka dari atas balkon semenjak Rania tiba di depan sampai ia pulang. Mata itu terus memperhatikan Rania seakan-akan ingin memastikan dengan apa yang dilihatnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 203 Episodes
Comments
Ibroatul Hasanah
lanjut
2021-08-13
0
Mimi Jamileh
siapa ya
2021-06-12
1
Diana P.
buat ank kls 1.. kyknya terlalu pintar dn dewasa nih Kanaya...gaada polosnya ank kecil
2021-05-29
1