Seseorang menghubungiku, dia memberitahukan kalau Kanaya terjatuh di sekolah. Aku yang sedang rapat dengan salah satu klien langsung panik, takut anakku kenapa-napa.
Sehingga kuputuskan tuk meninggalkan rapat dan menyerahkan sisa pekerjaan kepada sekretarisku. Untung saja jarak tempat rapat dengan sekolah tidak terlalu jauh hanya memakan waktu beberapa menit langsung sampai.
Aku yang khawatir dengan keadaan Kanaya langsung turun dari mobil dan mencari keberadaannya, lalubertanya pada seorang siswa, "Maaf, De! Apa Ade kenal Kanaya anak kelas satu?" tanyaku padanya.
"Anak yang jatuh tadi ya, Om?" Dia mencoba memastikan dan aku mengangguk.
"Dia dibawa ke UKS, Om," jawabnya.
"Bisa anter Om ke sana?" tanyaku lagi.
Dia mengangguk lalu mengantarkanku sampai ke depan pintu UKS.
"Terima kasih, De," ucapku berterima kasih.
"Sama-sama, Om." Dia pun kembali bersama teman-temannya.
Aku langsung masuk ke ruangan dan kulihat Kanaya sedang duduk di atas ranjang UKS. Aku melihat jidatnya yang terluka belum diobati. Sepertinya kakinya juga sakit, ia terus memegangnya sambil meringis.
Aku langsung menghampiri Kanaya dan menanyakan keadaannya. Di luar dugaan, gadis kecilku malah menangis, bahkan ketika ku menenangkannya dia malah semakin menjadi. Padahal, setahuku Kanaya bukanlah anak yang cengeng.
Aku melupakan sesuatu ... beberapa hari yang lalu Kanaya memberi ultimatum, bahwa diriku tidak boleh ke sekolah jika ia tak memintanya.
Di saat sedang menenangkan Kanaya terdengar ada suara benda jatuh di belakangku. Kami menoleh ke arah suara. Betapa terkejutnya aku melihat siapa yang ada di depanku.
Orang yang selama ini aku cari, orang yang selama ini kurindukan, belahan jiwaku cinta pertama dan terakhirku ... Raniaku ... dia ada di depanku. Ingin rasanya aku memeluknya, menciumnya, melepaskan kerinduan yang selama ini menghinggapi. Sungguh, jika tak ingat ini lingkungan sekolah kusudah memeluknya dan tak kan pernah kulepaskan lagi.
Tanpa di sadari ternyata kau begitu dekat denganku. Kau bahkan sangat dekat dengan Kanaya dan betapa bodohnya aku tak pernah menyadarinya. Kusibuk mencarimu padahal kau ada didekatku.
Raniaku berdiri mematung, sepertinya dia juga kaget melihat kehadiranku. Dari wajahnya bisa kulihat segurat kebenciannya kepadaku, bukan kerinduan seperti yang kurasakan.
Melihat kedatangan Rania, Kanaya menangis semakin keras.
Apa karena ada Rania di sini jadi Kanaya menangis? Dia tak ingin aku bertemu dengannya tapi mengapa?
Rania yang melihat Kanaya menangis langsung menghampiri dan mengobati luka Kanaya. Kuterus menatapnya, setidaknya ini yang bisa kulakukan sekarang. Mungkin dia menyadari kalau aku sedang menatapnya, entahlah ... dia hanya acuh dan fokus mengobati Kanaya.
Kanaya yang kesakitan saat di urut langsung berteriak dan memeluk Rania, "BUNDA!" pekik anak itu, sontak aku pun kaget.
Bunda? Kanaya memanggil Raniaku dengan sebutan bunda. Sedekat itukah hubungan mereka? Dan aku tak tahu.
Rania yang dipeluk hanya diam dengan wajah datar tanpa ekpresi tak membalas pelukan Kanaya. Setelah itu dia izin tuk pergi ke belakang.
Sebelum dia pergi ku beranikan diri tuk berbicara padanya, "Terima kasih." Hanya kalimat itu yang lolos dari mulutku. Rania tak menjawab dia hanya tersenyum kecut padaku.
Ya tuhan melihatnya dia bersikap seperti itu sungguh sakit rasanya. Tapi, jika berkaca dengan kejadian ke belakang dia pantas melakukannya.
Sudah lima belas menit berlalu tapi Rania tak kunjung kembali. Kanaya sudah mulai menanyakannya. Kami pun mencarinya dan menurut salahsatu rekan kerjanya Rania sudah pulang. Kami pun akhirnya pulang tanpa bertemu lagi dengan Rania.
Sepanjang perjalanan Kanaya menangis. Dia menyalahkanku yang datang ke sekolah dan mengacaukan seluruh rencana yang ia susun.
Entah rencana apa yang ia punya aku tak bisa menebaknya. Kadang otaknya berjalan seperti bukan pada usianya. Anak ini selalu tak bisa di tebak.
Terlalu lelah menangis akhirnya Kanaya tertidur.
Kanaya terbangun karena mimpi buruknya. Mamah Rita yang ada di kamarnya bersamaku mencoba menenangkan Kanaya dan menemaninya sampai tidur kembali.
Setelah itu dia menanyakan kebenaran tentang kebenaran yang diucapkan Kanaya. Dan sepertinya mamah juga sudah tahu tentang Rania yang mengajar di sekolah Kanaya, sehingga ku memborbardirnya dengan banyak pertanyaan. Mamah menjawab setiap pertanyaanku bahkan dia menceritakan tentang Ayu yang selalu merasa bersalah menjadi penghalang cinta kedua sahabatnya. Mamah juga menceritakan tentang surat-surat yang di buat Ayu untuk Kanaya.
Aku yang mendengarkan cerita mamah mertua langsung pergi ke kamar Kanaya mencari surat-surat dari Ayu. Kutemukan diatas meja belajar Kanaya lalu ku membuka dan membacanya.
Ternyata dia telah mempersiapkan semuanya sebelum ia pergi. Ada sesal di hatiku yang tak bisa memberikannya kebahagiaan sebuah keluarga kepadanya, tetapi dia pun tak pernah menuntut untuk hal itu—karena pada dasarnya kami menikah karna terpaksa. Akan tetapi, aku tak menyangka demi membawa Rania kembali, Ayu menjadikan Kanaya sebagai perantaranya.
Kau sungguh baik, kau adalah sahabat terbaik yang aku punya. Jika Rania tahu semua ini dia pasti tak akan membencimu lagi dia sangat menyayangimu. Tapi kita masih terjebak dalam lubang kesalahpahaman yang sama selama bertahun-tahun. Aku berjanji akan segera menyelesaikan semua ini. Semoga kau tenang di alam sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 203 Episodes
Comments
Cicilia Deviii
Aku pun jadi Rania akan merasakan hal yg sama, lebih berlipat menyakitkan jika yg menghianati itu orang terdekat kita.
2021-08-25
0
Ibroatul Hasanah
sedih
2021-08-13
0
sazmi
mungkin ada alasannya kenapa leo sm ayu menikah.
mungkin di jodohkan atau ada suatu hal yg mengharuskan mereka untuk menikah.
2021-06-22
0