Di ruang keluarga, Bety dan Dian tengah menonton serial animasi di televisi. Mereka tampak sesekali tertawa, karena tontonan itu lucu dan menghibur. Keduanya hanya terfokus kepada layar datar televisi itu, hingga ketukan pintu terdengar, memecah suasana seru mereka saat itu.
Bety yang mendengar ketukan pintu itu berpandangan dengan Dian. Ia segera bangun untuk melangkah membukakan pintu untuk tamu di luar.
“Iya sebentar!” kata Bety sambil melangkah menuju pintu.
Di luar Memet berdiri di depan pintu. Ia yang mendengar suara Bety yang menyahut dari dalam, ia sudah bersiap memegang bunga untuk dipersembahkan kepada Bety. Karena ia merasa yakin Bety yang akan membuka pintu, dengan segera ia berlutut tepat di hadapan pintu masuk. Dengan maksud ketika pintu terbuka, bouquet bunga itu akan langsung ia suguhkan kepada Bety, supaya perempuan itu terkejut sekaligus merasa itu romantis.
Bety telah berjalan ke pintu untuk segera dibukanya, namun Dian menyusul berjalan di samping. Ia menoleh, kenapa kakaknya juga ikutan membukakan pintu. Kalau begitu lebih baik Dian saja yang duluan berinisiatif membuka pintu tadi.
“Biar abang saja yang membuka,” kata Dian, lalu dibalas anggukan oleh Bety.
Bety membiarkan kakaknya itu yang membuka, sementara ia berada di belakang menunggu.
Memet melihat pintu itu berbunyi perlahan mulai terbuka lebar, jantungnya berdegup lebih cepat, matanya melebar seolah tidak sabar menunggu pintu itu terbuka sepenuhnya. Ia mulai mempersiapkan dirinya untuk mengatakan untaian kata-kata romantis yang telah dihafalkannya.
Memet memejamkan kedua matanya untuk mengingat sejenak kalimat yang akan disampaikannya terlebih dulu. Ketika pintu telah terbuka sempurna, ia segera menyodorkan bunga itu kepada orang yang berada di hadapannya, yang diyakini sebagai Bety. Dengan suara lantang ia mengucapkan kalimat indah itu dengan jelas.
“Ketika mentari mulai meredup
Ketika gelap mulai menerjang
Ketika dewi malam hadir
Ketika bising dibelah sunyi
Dalam pikiranku hadir
Dirimu yang slalu di sampingku
Senyummu yang selalu menemaniku...
Indah bola matamu saat menatapku...
Kau selalu mengusik pikiranku
Tak membiarkan hatiku pergi
Hingga satu dalam hatiku
Cinta untukmu yang tak pernah pudar," kata Memet begitu puitis.
“Jika dulu aku membuat kamu terluka
Maka maafkanlah…..
Kukira aku tidak sempurna dalam bersikap
Tetapi…..
Aku akan sempurna menjadi pria yang mencintaimu…”
Belum selesai Memet melanjutkan untaian kata romantisnya, orang yang disangka Bety oleh Memet, tertawa terpingkal-pingkal mendengar puisi itu. Sedangkan Bety yang berada di belakang Dian juga mendengarkan untaian kata itu.
Tetapi berbeda dengan Dian, ekspresi Bety justru terlihat tersentuh dengan Memet yang berlutut, dan mengungkapkan dengan untaian kata-kata romantis. Ia merasa sangat terkesan sekali dengan kejutan Memet. Itu sangat langka sekali baginya mendapatkan perlakuan semacam itu dari laki-laki.
“Cihuuuy!! So sweet sekali bambang Memet,” kata Dia meledek.
Mendengar suara laki-laki di hadapannya membuat Memet yang semula menutup mata, jadi terbuka lebar karena saking terkejutnya dengan situasi itu. Ia langsung berdiri dan merasa malu karena mengatakan itu kepada orang yang salah. Di hadapannya adalah Dian, bukan Bety. Sementara gadis pujaannya berada tepat di belakang punggung Dian, menatapnya dengan haru.
Memet hanya cengengesan sambil tersenyum kikuk di depan Dian. Ia menahan malu dengan mengerutkan alisnya sambil menutup mata. Wajahnya telah memerah.
Ia merasa sangat kesal karena Dian meledeknya seperti itu, membuat semua rencana baiknya berantakan dalam seketika. Bahkan belum sempat ia menyelesaikan kata-kata terakhirnya. Dilihatnya Bety, perempuan itu tersenyum dengan mata berbinar menatapnya.
“Ih, Bang Dian rese banget sih. Ganggu momen romantis orang saja!” kata Memet jengkel, tetapi lelaki itu terus saja menertawainya.
“Maaf deh, hahaha,” kata Dian menepuk pundak Memet pelan.
Dian sulit menghentikan tawa jahilnya. Ia tidak menyangka seorang Memet mampu melakukan ide itu ke rumahnya. Bisa dipastikan kalau Memet sedang serius mendekati adik perempuannya.
“Ya sudah. Maaf kalau ganggu acaranya. Aku masuk dulu, kalian lanjutin lagi moment ro-man-tis…nya,” kata Dian meledek, kemudian ia bergegas pergi dari hadapan keduanya.
“Good luck, ya bro!” kata Dian untuk menyemangati Memet sebelum pergi.
Bian juga berbisik di telinga Bety.
“Kamu bisa tentukan pilihanmu. Abang akan selalu setuju pada keputusanmu, dek.”
Setelah itu Dian masuk kedalam sambil mengulang kembali puisi yang dikatakan Memet dengan suara keras. Ia tidak berhenti tertawa, mengingat cara Memet berlutut sambil mengungkapkan untaian kata-kata itu. Dengan merubah setiap bait kata, Dian berhasil meledek kemampuan puisi Memet.
“Ah, sialan bang Dian,” kata Memet dengan wajah kesal.
Bety melangkah maju mendekati Memet sambil tersenyum, ia sempat melirik bunga yang ada di genggaman Memet. Setelah itu ia kembali menatap Memet dengan lekat.
“Bagus banget kiasannya. Aku suka,” kata Bety tersenyum.
Memet menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ia sebenarnya masih gugup berada di dekat Bety. Hal yang seharusnya berjalan lancrr dan romantis, ternyata berubah jadi kacau dengan kesalahannya mengenali sosok Bety. Yang paling memalukan adalah, itu berubah jadi bahan lelucon bagi Dian untuk meledeknya.
“Bety, sebenarnya aku masih belum selesai,” kata Memet berusaha membuat suasana hidup lagi.
“Masih ada lagi?” kata Bety terheran.
Memet mengangguk mengiyakan, “Bolehkan aku melanjutkannya lagi?” tanya Memet penuh harap di wajahnya.
Bety mengangguk. Ia mempersilahkan Memet melanjutkan kembali tujuan awalnya. Ia sudah tidak sabar menunggu apa yang akan dilakukan lelaki itu. Bety terkejut melihat Memet yang tiba-tiba berlutut tepat di hadapannya. Lelaki itu memandang wajahnya sekilas, sebelum memejamkan matanya kembali dengan bunga yang masih di tangannya.
Terlihat Memet yang menarik napas dalam-dalam untuk menyiapkan dirinya. Ia menghela nafas perlahan sebelum mengeluarkan suara.
“Bety, mungkin aku bukan lelaki yang sempurna menjadi pendampingmu
Tetapi…
Tolong izinkan aku menjadi lelaki satu-satunya yang bisa menjaga dan bersamamu...
Izinkan aku merasakan jemari lembutmu mengurus diriku nantinya...
Izinkan diriku memanggil kamu sebagai wanita yang aku cintai...
Izinkan aku menjadi pemimpin bagimu dalam keluarga.”
Memet menatap lembut wajah Bety. Ia menggenggam tangan Bety, sementara tangan yang satu lagi meletakkan bunga di lantai.
“Bety, mungkin ini pertama bagiku berlaku seperti seorang lelaki dewasa.
Dengan ini aku mengatakan, bahwa aku serius memintamu untuk terus bersamaku
Bety….
Maukah kau menjadi istriku…..
Maukah kau menjadi satu-satuya wanita yang berada di sampingku.
Kalau kau mau menerima aku, maka ambil bunga ini. Tetapi jika kau menolak, kau boleh pergi, tutup pintu itu,” kata Memet di penghujung ungkapannya.
Selesai berbicara, Memet bingung melihat wajah Bety yang tidak memberikan tanda-tanda apapun untuk bergerak mengambil bunga itu. Ia jadi merasa harap-harap cemas menanti jawaban pasti dari mulut Bety. Semoga saja usahanya ini bisa membuahkan hasil baik, meluluhkan hati perempuan di hadapannya ini.
Saat ini Memet tampak pasrah menunggu pergerakan Bety. Apapun yang terjadi setelah ini, ia akan merelakan dengan hati yang ikhlas. Dadanya berdetak tak karuan karena saking cemasnya menunggu.
Bety terdiam cukup lama. Ia kembali merespon setiap ucapan yang keluar dari mulut Memet. Sebenarnya ia sangat terkesan dengan semua itu. Matanya berbinar cerah. Sebuah senyuman muncul di bibirnya. Membuktikan kalau ia menyukai itu.
“Bety? Gimana, kamu mau apa enggak?” kata Memet yang sudah diselimuti rasa frustasi.
Tiba-tiba saja Bety berlutut juga di hadapannya. Ia menatap lurus wajah Memet dengan intens. Dipegangnya kedua pundak Memet, dengan senyum meyakinkan.
“Aku mau!” kata Bety dengan suara yakin.
Bety mengambil bunga itu dan langsung menarik Memet berdiri. Ia sangat senang karena Memet berhasil mematahkan keyakinannya beberapa hari yang lalu, yang sempat keliru. Ia salah telah menebak secara sepihak tentang kelemahan lelaki itu. Memet pantas mendapatkan kepercayaannya.
Memet segera merengkuh tubuh Bety ke dalam pelukannya. Ia sangat bahagia karena usahanya mendapatkan hati Bety berhasil. Tidak salah kalau ia meminta saran kepada ibunya. Itu adalah yang paling tepat. Sekarang tinggal menunggu hari dimana ia akan mengucapkan janji suci pernikahan di depan penghulu. Satu per satu tujuannya terwujud.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Dhina ♑
🎉🎉🎉
2021-04-30
0