So Fever Together Him
Pagi itu seorang anak remaja berumur delapan belas tahun terlihat masih bergelung di bawah selimut bermotif animasi Tayo, yang sering disiarkan di televisi swasta Indonesia. Remaja itu bernama Memet, ia masih bersekolah di sekolah menengah atas. Karena semalaman bergadang menonton tayangan khusus model-model wanita cantik 'fashion tv' ia jadi lupa waktu.
Ya, Memet mempunyai hobi yang unik, tapi menarik alias genit, ya. Dia senang melihat perawakan wanita-wanita cantik, tinggi semampai, dan berlenggak-lenggok di atas catwalk. Semua itu bagaikan kesenangan tersendiri baginya, tidak ada yang mengetahui kesenangannya itu termasuk ibunya.
Hari sudah menujukkan jam 07.30, Memet masih betah bergelung memeluk guling kesayangannya. Sementara di luar rumah orang-orang sudah sibuk dengan pekerjaan masing-masing; sekolah, bekerja, membawa koran, dan membersihkan rumah.
“Memeeeeet!” terdengar suara wanita berumur empat puluh tahunan melengking, memanggilnya.
“Ini anak, kalau dibiarin pasti gak bagun- bangun. Awas saja!” wanita tadi membuka pintu kamar anaknya.
Dilihatnya Memet masih bergelung dalam selimut Tayonya. Wanita itu berjalan mengelilingi tempat tidur sang anak, lalu ditariknya selimut itu dengan kasar.
“Woi! Bocah edan. Jam segini masih molor!”
Sedangkan Memet hanya beringsut berguling kesebelahnya. Dia tidak menghiraukan ocehan ibunya yang cerewet itu, sudah biasa baginya kalau setiap pagi mendenggar toa dari mulut sang ibu.
“Memet. Banguun!” wanita itu berteriak tepat di telingga Memet, membuat dia terperanjat kaget.
“Astaga, mah! Aku bisa budek kalau setiap hari diteriaki terus. Apaan sih, ma?” kata Memet yang masih separuh sadar dari mati surinya.
“Kamu lihat jam. Noh!” kata mama Memet, memutar kepala anaknya ke arah jam dinding.
Mata Memet melotot saking kagetnya. Dia langsung melompat turun dari Kasur, menyambar handuk yang tergantung di dinding. Betapa cerobohnya Memet bangun tidur tidak memakai celana.
“Ya ampuuuun, Memet! Kamu kira usiamu masih tujuh tahun? tidur tidak pakai celana. Malu, Memet…. Malu sama umur kamu.”
Wanita itu hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan anak bujangnya, maklum hanya ada ia dan Memet di rumah itu, semenjak ayah Memet meninggal dunia dua tahun yang lalu kerena kecelakaan motor.
Di dalam kamar mandi Memet merutuki kecerobohannya yang berlari ke kamar mandi tanpa celana karena semalaman ia keasikan menonton tayangan televisi yang membangkitkan hasrat prianya sehingga ia lupa memakai celananya kembali.
“Aduh! Bodoh. Bodoh banget sih gue pakai lupa segala lagi!” Memet menepuk jidatnya kesal.
Untung hanya mamanya, coba kalau orang lain apalagi yang melihat itu adalah cewek cantik bisa-bisa hancur imaje tampannya selama ini.
Di sekolah Memet termasuk anak yang berprestasi dan juga menjadi cowok tertampan di sekolahnya karena wajahnya mirip orang Arab yang diwariskan oleh sang ayah, campuran Indo-Arab. Kalau ibunya orang betawi asli yang omongannya suka nyablak ceplas-ceplos, kadang membuat Memet malu tapi mau bagaimana lagi itu tetap ibunya. Hanya wanita itu yang selalu ada untuknya selama ini, setelah ayahnya meninggal.
Lima belas kemudian, Memet sudah rapi dengan seragam sekolahnya ia turun ke bawah berlari dengan kecepatan super karena waktunya sudah telat untuk pergi sekolah. Tamat lah riwayat Memet, karena jadwal pelajaran pagi ini adalah kimia dengan Wati. Guru kiler yang selalu jadi langganan siswa dan siswi kalau terlambat. Beliau tidak akan segan-segan untuk memberi hukuman yang berat seperti; membersihkan toilet yang naudzubillah kotor dengan bau menyengat seperti comberan, menyapu lapangan basket yang tiap hari ditimbun dedaunan kering, yang paling parah adalah disuruh mengambil pupuk kompos yang super bau tai ayam untuk tanaman.
“Met, kamu makan dulu?”
“Gak usah, ma. Aku telat banget ini!” teriaknya, berlari keluar rumah.
Tidak sampai sepuluh menit naik motor dia sampai di sekolah. Pintu gerbang sudah ditutup dari dalam, dan satu-satunya yang akan dilakukannya adalah menyogok pak satpam dengan satu bungkus rokok. Itu adalah kebiasaan anak-anak yang terlambat, dan untungnya pak satpam itu baik jadi dia bisa bebas masuk.
Memet berlari menuju kelasnya di lantai dua. Keadaan koridor sepi karena semua murid sudah masuk ke dalam kelas. Tiba di depan kelas Memet melihat ke dalam kelas. Terlihat wanita paruh baya sudah duduk di kursinya, dengan memakai seragam guru, berkaca mata tebal, dan auranya yang menakutkan seperti ibu tiri galak. Ia tangah bersiap mengisi absen.
Wanita itu adalah bu Wati, guru kimia yang ditakutinya. Guru galak yang ludahnya sering menciprat keluar kalau sudah berang.
Kebayangkan, kalau sudah marah dia akan mengeluarkan semburan air hujan yang menciprat dari mulutnya. Alamat akan basah kuyup itu muka kena ludahnya.
“Sari.”
“Hadir bu.”
“Memet.”
“Saya bu,” sahut Memet di depan pintu.
“Ngapain kamu di situ?” tanya bu Wati.
“Anu, buk .. saya telat,” kata Memet menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Oh.”
Memet deg-degan mendengar jawaban bu Wati. Karena kalau sudah begitu, bu Wati pasti punya senjata andalan untuk memberi hukuman kepadanya yang telah terlambat masuk kelas. Benar saja setelah mengabsen semua murid, beliau berjalan mendekati Memet.
“Kamu ikut, saya.”
Memet menelan ludahnya kasar, ia mengangguk mengikuti langkah bu Wati.
“Kamu ini siswa teladan tapi malah terlambat. Ibu sebenarnya gak mau menghukum kamu tapi tidak adil bagi yang lain.”
Memet hanya diam tanpa menjawab sedikit pun. Lebih baik diam dari pada kena semprot air ludah yang menciprat-ciprat dari mulutnya. Tiba di ruangan BK, bu Wati menyerahkan kepada bu Nova untuk memberi hukuman kepada Memet.
“Kamu turuti kata bu Nova, ibu mau masuk ke kelas dulu.”
“Baik, bu.”
Bu Nova menanyakan alasan kenapa Memet terlambat.
“Kenapa kamu terlambat ke sekolah, Met?” bu Nova membuka buku khusus bagi murid yang terlambat untuk menuliskan Memet.
“Saya ketiduran, bu.”
“Kenapa bisa ketiduran? Kamu gak pasang alaram?” tanya bu Nova.
“Ya, saya lupa bu,” jawab Memet menunduk.
Karena nonton fashion week, katanya dalam hati. Tapi itu tidak mungkin dikatakannya bisa jatuh reputasinya yang selama ini dibangga-banggakan oleh seluruh guru. Selama ini semua guru sangat menyukai Memet, selain ketampanannya, ia juga siswa berprestasi yang sering mendapatkan penghargaan setiap olimpiade.
“Kamu ibu kasih hukuman membersihkan lapangan sekolah,” putus bu Nova.
“Baik, bu.”
“Kamu ambil sapu di gudang.”
"Ya, bu."
Memet segera beranjak dan berjalan ke luar ruangan BK menuju gudang untuk mengambil sapu lidi. Tiba di gudang dia tidak sengaja mendengar suara aneh yang merindingkan bulu romanya. Dan tiba-tiba ada angin kencang meniup pintu gudang hingga terdampar keras bunyinya.
Brak!
“Astaga!” Memet terlonjak kaget ketika dia sudah berada di luar gudang.
Memet segera berlari ke lapangan karena perasaannya tidak enak berada di gudang itu. Ada yang mengatakan kalau di gudang itu sering ada penampakkan dan sering terdengar suara wanita menanggis. Memet ketakutan setengah mati, jantungnya berdegup kencang, tangannya berkeringat dingin.
Dilihatnya sekeling masih ada beberapa siswa main basket di lapangan jadi dia memberanikan diri untuk mulai menyapu lapangan itu.
“Wah, ada abang Memet nih!” kata seorang siswi cantik.
Siswi itu adalah Bety teman sekelasnya. Bety adalah siswi berprestasi sama seperti dirinya, penampilannya sangat feminin, kulitnya putih, tubuhnya kurus tinggi, tapi hanya satu yang Memet tidak suka dari Bety, orangnya cerewet seperti ibunya.
“Ngapain kamu di sini?” tanya Memet cetus.
“Aku cuma memberimu minum, nih!” Bety memberikan sebotol air minum.
“Tumbenan baik.”
“Ih, dibaikin salah! Dasar,” Bety mengelembungkan pipi sambil menendang-nendang sapu yang dipegang Memet.
“Ya, makasih. Tapi ini air minum aman kan?” kata Memet penuh curiga.
Bety orangnya sering iseng menjahilinya. Pernah satu hari dia kelelahan setelah jam pelajaran olahraga, tiba-tiba Bety datang memberikan satu botol minuman dan Memet langsung menerima minuman itu lalu meminumnya. Setelah air minum itu habis Bety mengatakan bahwa air minum itu dari air kran toilet wanita. Memet langsung memuntahkan air itu keluar, tetapi sudah terlanjur masuk ke dalam perut, air itu tidak bisa keluar lagi. Sejak saat itu, Memet kurang percaya dengan kebaikan Bety.
“Itu aman kok. Aku beli di kantin barusan, udah kamu minum saja jangan banyak berpikir buruk terus dong.”
“Gimana gak berpikir buruk, karena kamu sering iseng sama aku,” kata Memet, membuka tutup botol dan meminumnya sampai setengah.
“Kok bisa terlambat? Biasanya kamu yang paling rajin datang pagi.”
“Aku semalam tidur larut,” kata Memet seadanya.
Kalau dia mengatakan yang sebenarnya kepada Bety bisa-bisa Bety mempermalukan dirinya sampai tua. Biasalah mulut wanita, sering cerocos sana cerocos sini kayak ibu-ibu komplek kalau lagi ngerumpi.
“Oh. Ya sudah, aku mau masuk kelas lagi. Selamat bersenang-senang jadi harry potter ya, Met.”
Bety segera pergi melambaikan tangan dengan padangan mengejek ke arah Memet.
“Awas saja nanti kamu terlambat, aku akan ketawain juga loh!” teriak Memet kesal.
Memet segera melanjutkan pekerjaannya, menyapu lapangan yang lumayan luasnya. Dia bernapas panjang melihat ke belakang, dedaunan yang telah disapunya tadi kembali berserakan karena tiupan angin. Bisa mati kepanasan nih, katanya menyeka keringat yang telah membanjiri wajahnya. Bajunya sudah basah oleh keringat, matahari sangat terik membakar kulitnya, tapi pekerjaannya masih belum selesai juga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Dhina ♑
Ceritanya cukup menarik, tulisannya rapi.
ayo promo thor, jangan biarkan karya anda terbengkalai
2021-04-30
0
Dhina ♑
hfod58rugnvkhdtdy
2021-04-29
0
ANAA K
semangat thorr
2021-02-25
1