Dinda Gabriela
Dia merebahkan tubuhnya di atas kasur. Matanya menatap kosong ke langit-langit kamar. Gambaran masa lalu yang dia impikan semakin berlari menjauhinya. Masih begitu terekam jelas bayangan dirinya yang dengan pasrah menyerahkan harga dirinya pada sang produser, seorang lelaki tua yang lebih cocok menjadi Ayahnya.
Fikirannya begitu pendek saat itu, menjadi artis terkenal dan kemudian akan mendapatkan Azka, pria yang di cintainya. Tapi ternyata semua berjalan tak semudah yang dia bayangkan. Beberapa hari kemudian, dia kembali menyerahkan harga dirinya pada teman sesama artisnya hanya karena ingin panjat sosial. Tapi lagi-lagi dia gagal. Hubungannya dengan Albert, hanya ONS saja. One Night Service. Tak lebih. Dan dia di campakan.
Namum dia masih bisa bertahan kala itu. Karena harapan menjadi pemeran utama di Film layar lebar akan menjadi miliknya. Lagi dan lagi dia harus menelan pil pahit. Film itu sudah rilis di bioskop, tanpa dia tahu kapan mulai syutingnya. Dan orang yang telah merenggut kesuciannya itu hilang entah kemana. Membuatnya semakin menggila dari hari ke hari.
Mengakhiri kencannya dengan seorang pria di atas ranjang, menjadi kebiasaan barunya. Tanpa dia sadari hal lain menantinya di kemudian hari.
Tepatnya seminggu sebelum kedatangannya ke Gilbar, dia jatuh pingsan di kamar mandi sekolah. Dan kejadian itu pula yang membuatnya mengetahui jika dirinya tengah mengandung seorang janin dalam perutnya. Dan lebih gila lagi, dia bahkan tak ingat siapa ayah sang bayi. Begitu banyak pria yang menanam benih di rahimnya dan entah benih siapa yang akhirnya tumbuh. Dia tak tahu.
Air matanya masih saja terus menetes, hingga sayup-sayup dia mendengar suara ketukan pintu kamar.
"Siapa?" Teriaknya tanpa beranjak dari tempat tidur.
"Ini aku, Azka" jawab suara dari balik pintu.
"Mau ngapain?" Tanyanya sinis.
"Boleh aku masuk?"
"Buat apa?"
"Ijinkan aku masuk dulu, biar kita bicarakan nanti di dalam"
"Iya, sebentar" jawabnya seraya beranjak dari atas kasur untuk membukakan pintu. "Ada apa?" Tanyanya masih dengan nada ketus, setelah pintu kamar terbuka.
"Aku boleh masuk?"
"Mau apa?"
"Mau ngobrol disini aja? Sambil berdiri di depan pintu?"
"Ya udah masuk"
Azka melangkah masuk ke dalam kamar tamu, setelah sebelumnya Azka menutup pintu kamar agar tak terbuka terlalu lebar. Tapi masih menyisakan sedikit celah.
"Pertama, aku mau minta maaf atas kejadian tadi" Kata Azka sambil mendudukan dirinya di atas sofa yang terletak di sisi sudut ruang kamar itu. "Aku gak bermaksud buat nolak kamu, apa lagi sampe nyakitin. Aku cuma ingin melindungi kamu dari perbuatan aku yang nantinya bakal..."
"Udah. Aku yang salah. Aku yang bodoh. Aku terlalu yakin jika kamu menginginkan hal yang sama dengan yang ku inginkan" air mata yang sedari tadi sudah berhenti mengalir, kini mulai memehuhi pipinya.
Azka menggerakan tubuhnya untuk mendekat ke arahnya, dan meraih tubuhnya kedalam pelukan pria yang sangat di inginkannya.
"Kejadian malam ini, biar jadi rahasia kita berdua. Jang..."
Brak...
Suara pintu yang mungkin di tendang keras-keras. Azka dan dirinya menoleh pada arah sumber suara itu. Dengan sekali hentakan Azka melepaskan pelukannya di tubuhnya.
"Apa yang menjadi rahasia..." Pappi Azka berteriak di tengah malam hampir pagi. Namun kalimatnya menggantung di udara saat melihat pakaian yang di kenakan Dinda. Baju tidur satin tipis dengan dada rendah yang begitu jelas mempertontonkan keindahan yang berada di balik baju tipis warna pink muda dengan amat sangat jelas. Tak ada bedanya dengan tak memakai cangkang.
Oom suyoto, tante amelia, pappi dan mammi menatapnya lekat-lekat dengan tatapan tak percaya. Membuat dirinya mundur satu langkah dan menggeserkan tubuhnya di belakang tubuh Azka.
"Memalukan" bentak pappi pada Dinda dengan tatapan marah. "Pakai bajumu" bentak pappi lagi.
"Kalian temui kami di ruang keluarga" kali ini Oom suyoto yang berbicara. Mereka segera pergi dari kamar tamu itu untuk membuat dirinya lebih leluasa mengganti pakaian.
Tubuhnya bergetar hebat.
"Jangan khawatir aku akan menjelaskan pada mereka jika yang mereka lihat itu tak seperti yang mereka bayangkan" kata Azka berusaha menenangkannya. "Ganti bajumu" lanjut Azka lagi sambil hendak melangkah keluar kamar.
"Bajuku di kamarmu" jawabnya dengan suara bergetar yang hanya di jawab dengan anggukan kepala Azka.
Sepeninggal Azka, ada rasa bahagia sekaligus takut yang dia rasakan. Dia bahagia karena akhirnya kedua orang tua mereka memergoki mereka dalam keadaan yang seperti itu. Dengan begitu dia tak perlu repot-repot untuk berkata jujur pada orang tuanya atas kehamilan dirinya. Namun dia juga merasa takut. Amat sangat takut.
Tak selang berapa lama Azka kembali ke kamar itu, menyerahkan dress bermotif abstrak padanya lantas kembali pergi.
Setelah selesai mengganti baju dia menemui Oom Suyoto, Tante Amelia, kedua orang tuanya juga Azka di ruang keluarga.
"Dengan langkah yang sedikit di seret dia mendudukan tubuhnya di sofa ruang keluarga. Suasana begitu dingin dan penuh kemarahan.
"Jelaskan Azka" tanya Oom Suyoto sambil menatap mata Azka dengan penuh kemarahan.
"Pi, kami gak melakukan apapun tadi. Kami..."
"Cukup. Kamu masih mengelak setelah pappi melihat semuanya?" Tanya Oom suyoto dengan nada tinggi. Membuat tubuhnya bergetar hebat. Ya dia memang sudah mengetahui akan menjadi seperti ini pada akhirnya nanti. Tapi ini terlalu cepat. Dia tak punya persiapan apapun. "Sejak kapan kalian melakukan hal tak bertanggung jawab seperti ini?" Tanya Oom Suyoto lagi.
"Kami tak melakukan apapun pi. Kami tadi hanya mengobrol. Tak lebih. Semua yang pappi liat tidak seperti yang pappi bayangkan. Kami.."
"Hentikan Azka"
"Pi, aku gak bohong. Kami memang tak melakukan apapun" jawab Azka tak kalah marah. "Aku tak pernah melakukan hal itu pada Dinda" lanjut Azka.
"Iya Oom kami sudah melakukannya. Maafkan aku, aku yang salah" jawabnya lirih sembari menundukan kepalanya. Membuat semua mata kini beralih menatapnya. Tak terkecuali Azka. Dia merasa ini adalah jalan keluat terbaik untuk dirinya, agar janin yang tengah dia kandung mendapatkan pengakuan kelak.
"Kenapa kamu ngomong gitu? Kita memang tak melakukan apapun kan" tanya Azka dengan nada penekanan.
"Maafkan aku Azka" jawab Dinda masih dengan wajah tertunduk.
"Dinda..." Kali ini Azka membentaknya.
"Diam kamu..." Bentak Oom Suyoto pada Azka.
"Pi, Dinda berbohong. Aku tak melakukan apapun padanya" jawab Azka.
"Kami sudah sering melakukannya Oom. Bukan hanya kali ini saja" Kata Dinda lagi, tanpa dia berfikir jika perkataannya kali ini bahkan akan membuat dirinya semakin terjebak dalam permainan yang dia buat sendiri.
"Sakit kamu" bentak Azka ke arah Dinda.
"Cukup Azka" kali ini tante Amelia yang angkat bicara.
"Kalau lo fitnah gue kayak gini hanya karena lo pengen cinta di hati gue, maka lo salah jalan. Bukan cinta yang bakal Lo dapat. Tapi kebencian. Sekarang terserah lo mau bilang apa lagi. Atau lo mau bilang kalau lo hamil? Biar orang tua kita menikahkan kita? Gue udah gak peduli"
"Azka..." Kata tante Amelia dengan mata yang menatap tajam.
"Aku gak ngelakuin apapun sama dia mi" jawab Azka. Dengan penuh emosi Azka melangkah meninggalkan ruang keluarga dan masuk ke dalam kamarnya.
Tinggalah dirinya yang samih duduk dengan wajah tertunduk. Menatap lantai marmer yang dia pijak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Shahnaz
Dinda ihhhhhhh jadi malu sendiri baca part dinda
2020-12-21
1
yeez_
cimingitt thor!! feedback dr aku udh mendarat yaa 🤗
2020-12-18
1
kh!@#g fu sh3=g
17 like mendarat untuk karya kamu, salam kenal dari author jangan panggil aku monster. jangan lupa mampir juga
2020-12-18
1