Tasya menangis di dalam kamarnya sambil memegang bantalnya dan duduk di kasur "Hiks hiks hiks, kenapa seperti ini." ucapnya dan merasakan setengah hatinya hancur.
"Andaikan saja dari dulu kau sudah mengerti maksudku Alvin, hidup kita berdua tidak akan seperti ini, hiks hiks hiks." Tasya terus meneteskan air mata dan berbicara sendiri di kamarnya.
"Hiks jika saja kau tau Alvin, betapa aku cinta padamu, walaupun nantinya kau bersama yang lain, aku akan tetapi mencintaimu."
...Sementara di sisi Alvin dan Clara...
Mereka berdua makan, Clara memperhatikan dari tadi Alvin terus melamun. Clara pun mengagetkan Alvin.
"Alvin, Alvin!" ucapnya sampai sebagian pengunjung Cafe itu mendengarnya.
"Hah ada apa Clara!?" terkejutnya karena mendengar teriakan Clara.
"Daritadi aku perhatikan kok kamu melamun sih?" tanya Clara yang wajahnya di penuhi kebingungan karena melihat Alvin yang melamun.
"Hah, tidak apa apa, aku hanya kasihan pada temanku."
"Teman, apa yang terjadi dengan temanmu, katakan saja padaku."
"Maaf, aku tidak bisa menceritakan padamu." ucap Alvin cemberut saat dia berpikir tentang Tasya.
"Bukankah kita teman, aku janji tidak akan memberitahu siapapun?"
"Hm, sebenarnya dia bukan lagi temanku, bisa di bilang kami sudah seperti sahabat sejak kecil, dia bernama Tasya seorang gadis yang baik dan ramah, dia yang selalu menemani ku di saat aku kesepian."
"Terus, apa ada hal buruk yang menimpa dia?"
"Aku sangat kasihan padanya, sejak dulu dia sudah menyukaiku tapi, hanya aku saja yang tidak pernah memperhatikan hal itu padanya, dan sekarang dia hidupnya sama sekali jauh dari kata bahagia."
"Hah, ada apa dengannya?" tanya Clara sekali lagi.
"Dia dipaksa untuk menikah dengan orang yang paling aku benci sejak kecil, dimana sejak kecil sampai sekarang dia selalu mencaci maki aku, akan tetapi berkat Tasya aku bisa bangun dan berdiri mengahadapi pahitnya hidup ini."
"Jadi begitu, apakah ada sesuatu yang berharga untuk bisa mengingatnya?"
"Ada, sebentar aku selalu membawanya di saku celanaku." ucapnya dengan mengambil sesuatu di saku celananya.
"Ini dia, sebuah foto kami berdua pada saat di SD dimana saat itu kami di potret oleh salah satu guru di sekolah." ucapnya dengan menunjukkan foto kedekatannya dengan Tasya.
"Kalian berdua dulu sangat polos dan begitu sangat bahagia, andaikan saja kebahagiaan itu masih ada sampai saat ini."
"Itu adalah sebuah takdir yang sudah ditetapkan, tidak akan bisa diubah lagi. Keluarga Tasya sangat baik pada aku dan Ibuku, mereka selalu membantu kami saat kami tidak punya uang atau bahan makanan."
"Keluarga Tasya selalu membantu walaupun Ibuku tidak meminta bantuan, dan mereka sangat senang untuk membantu masyarakat yang kesusahan." ucap Alvin terus terang kepada Clara.
"Hm yaudah kita makan dulu, bukankah kita nanti di panggil ke Markas."
Mereka kembali makan dan suasana hati Alvin tidak bahagia, semenjak Tasya di paksa untuk menjauhinya, Sementara di sisi Tasya. Tasya masih saja menangis hingga adiknya yaitu Nesya mengetok pintu kamar Tasya.
...Tok tok tok.......tok......tok tok tok tok...
"Ini aku kak?" ucap Nesya seorang adik yang perhatian pada kakaknya yang dimana umur mereka hanya selisih tiga tahun.
Hampir sama seperti Tasya, Nesya juga memiliki ciri ciri hampir sama yaitu mempunya rambut panjang dan berwarna hitam, memiliki paras yang cantik walaupun begitu Nesya memiliki tanda lahir di pundak kanannya, sedangkan Tasya di bagian punggung.
"Oh Nesya, silahkan masuk." ucapnya dengan mengelap air matanya yang di wajahnya itu.
Nesya masuk dan mengajak bicara kakaknya yang sedang sedih itu.
"Kakak, kakak kenapa tadi aku dengar dari luar kakak seperti sedang menangis?"
"Tidak, kakak tidak apa apa." ucapnya sambil meneteskan air mata seakan akan air mata yang keluar tak kunjung berhenti.
"Tapi, kenapa Kakak menangis, ceritakan saja padaku kak, kita ini saudara tidak ada yang perlu di sembunyikan sesama saudara." ucapnya Nesya terus terang kepada kakaknya itu.
Tiba tiba Tasya bangkit dari kasurnya dan seperti mengambil sesuatu di bawah kasurnya itu. Tasya mengambil sebuah peti berukuran sedang yang dimana disitu ada banyak benda berharga miliknya.
"Itu apa kak?" tanya adiknya dengan begitu polos. Kemudian Tasya duduk di kasur lagi dan membuka peti itu.
"Ini adalah kumpulan benda benda berharga milik Kakak." ucapnya, dan mengambil sebuah liontin yang masih mengkilap.
"Itu bukannya liontin?"
"Kamu benar, ini adalah liontin pemberian dari Alvin."
"Ini pemberian dari Kak Alvin?" tanya Nesya dengan wajah yang polos.
"Iya, dia memberikannya pada saat kami berdua berada di bangku kelas 6 SD. Dia memberikannya pada kakak, agar selalu mengingat dia."
"Jadi, apakah ini benda kakak yang paling berharga?"
"Benar, ini adalah benda Kakak yang paling berharga, lebih dari apapun. Dia dulu cerita menemukannya di belakang rumahnya." ucap Tasya dengan tersenyum bahagia sesaat.
"Jadi kira kira berapa harga liontin ini apakah hanya 50 ribu?"
"Kakak tidak melihat dari harganya, mau mahal apa murah, ini adalah benda kakak paling berharga melebihi apapun, walaupun itu harus mempertaruhkan nyawa Kakak." ucapnya dan mengambil sebuah foto lama.
"Terus itu foto apa kak?"
"Hm, ini adalah foto kakak bersama Kak Alvin dulu saat masih SD yang dimana seseorang guru memotret kami berdua yang sedang duduk sendiri di taman sekolah." ucapnya terus terang kepada adiknya.
"Apa Kakak menyukai Kak Alvin?"
"Tentu saja, Kakak sangat mencintai dia seperti Kakak mencintai keluarga kakak ini dan termasuk kamu, Kakak tidak mau kehilangan kamu." ucap Tasya dan memeluk erat Nesya adiknya.
"Nesya juga tidak mau kehilangan Kakak, Ayah, dan Mama." ucap adik polosnya dengan tersenyum bahagia.
Tiba tiba handphone milik Tasya berdering dan ada yang menelponnya. Tasya mengangkat telepon itu dan melihat itu adalah Hiro.
"Apa, ada apa pria sialan itu meneleponku, Nesya, Kakak mau ngangkat telepon dulu ya." ucapnya di dalam hati dan mengangkat telepon itu.
"Oke, Kak kalo begitu, Nesya keluar dulu ya." ucap Nesya dan meninggalkan kamar Tasya.
"Halo, ada apa kau meneleponku?" ucap Tasya dengan wajah tidak senang.
"Eh santai, jangan terlalu marah, jadi begini pada malam minggu keluargaku akan makan bersama di sebuah restoran jadi, aku mengundangmu untuk makan, bersama keluargaku, jika kau menolak kau tau apa akibatnya?" ucap Hiro dan membuat Tasya tidak senang dan semakin sedih.
"Iya aku mengerti, baik aku akan datang, bye" ucapan singkat dari Tasya langsung memutus teleponnya dengan Hiro.
"Heh dasar cewe tak tau diri, kau lebih memilih hidup bersama bocah miskin itu ketimbang aku dasar bodoh, lihat saja aku akan menghabisi Alvin sampai kau benar benar melupakannya Tasya." ucap Hiro setelah di selesai menelepon dengan Tasya.
...Di sisi Tasya...
"Kakak sudah selesai menelepon, Nesya sini kakak sudah selesai?" ucap Tasya memanggil adiknya untuk masuk ke kamarnya.
"Kak tadi siapa yang menelepon?" tanya adiknya.
"Heh itu bukan apa apa, kamu nggak main saja sama teman temanmu?" tanya Tasya kepada adik tercintanya itu.
"Tidak Kak, mereka juga jarang keluar rumah, kalo begitu aku keluar dulu ya kak."
"Ya sudah, kalo mau keluar hati hati, kalo ada apa apa langsung telepon Kakak, Mama, atau Ayah ya."
"Oke Kak, Maaf ya Kak kalo Nesya mengganggu Kakak." ucapnya dan memeluk Kakaknya itu.
"Ngga, kamu ngga gangguin Kakak kok, justru Kakak berterima kasih karena sudah mau mendengarkan curhatan Kakak."
"Oke Kakak tersayang makasih, Nesya keluar dulu ya." ucap Nesya dan pergi dari kamar Tasya.
Setelah Nesya keluar, Tasya memakai liontin itu. Liontin itu masih mengkilap seperti baru, karena Tasya sangat menjaganya dengan baik.
Keluarga Tasya adalah keluarga kaya yang dimana Ayahnya adalah pemilik Pabrik Mebel paling terkenal di Indonesia.
Jika keluarga Hiro adalah kelurga yang hampir mirip dengan Tasya hanya saja Ayahnya pemilik Pabrik Baju Zirah dan senjata sementara Ibunya sebagai direktur sebuah perusahaan jadi tidak heran jika Hiro memiliki sifat yang buruk karena kurangnya pengawasan orang tuanya.
...Sementara di sisi Alvin dan Clara...
Mereka sudah selesai makan dan berniat untuk kembali ke Markas Guild Divilight, karena Ketua Cloudy akan menyampaikan sesuatu pada mereka berdua.
"Oh ya, bagaimana dengan Vettel?" tanya Clara sambil berjalan menuju Markas Guild Divilight.
"Aku juga tidak tau andaikan saja bisa menghubungi lewat jam ini, tadi aku lupa meminta nomer untuk dimasukkan ke jam ini."
"Hm, kita ke Markas saja siapa tau dia ada disana." jawab Clara.
Mereka berdua pun berjalan kembali menuju Markas Guild Divilight, karena sepertinya Ketua Cloudy akan menyampaikan sebuah misi yang penting.
...To be Continued...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
16960002 chigaiきばー
keluarga tasya sama hiro masih ada di game....apakah keluarganya juga player
terud ibunya alvin kagak ada ...
ni game kayak model diskriminasi status kekayaan...
2021-02-13
2
Jemmy Nurdin
ini novel percintaan apa fantasi..Ga seru sama sekali
2020-12-14
3
🖤༒︎★𝕱𝖚𝖏𝖔𝖘𝖍𝖙★༒︎🖤
Sekeras apa pun kau berusaha bersama alvin wahai tasya jika author berkata tidak maka tidak 😂😂
2020-12-13
2