Mau tak mau Shanty ikut tertawa. "Kamu jangan terus menerus menghindar dari Helen, Chris. Selesaikan masalahmu. Mungkin saja sebenarnya ada yang ingin disampaikan Helen padamu."
"Baik Mom." Wajah Chris sudah mulai dipenuhi keringat, tapi ia terus saja mencoba memakan spageti pedasnya itu.
"Kau tak apa-apa Chris." Shanty sudah mulai khawatir.
Chris menghabiskan segelas air putih. "Minta air lagi Mom."
Shanty memanggil pembantunya.
"Berhenti saja Pak kalau tidak kuat." Reina memicingkan matanya.
"Sudah kok, aku sudah selesai."
Pembantunya datang tergopoh-gopoh membawakan air di gelas besar. Chris meminum lagi sebagian.
++++
Tak lama mereka sudah pindah ke ruang tamu. "Bagaimana dengan cucu Mama?"
"Tama?"
"Iya."
"Dia sudah pintar bicara sekarang. Juga pintar membantah."
"Kapan-kapan bawa dia kemari ya Chris?"
"Iya Mom."
Ibunya menerima Tama yang belum jelas statusnya. Ibunya baik sekali, batin Reina.
Shanty melirik ke arah Reina. Ia memandangi Reina lekat-lekat.
"Kenapa Bu?" Reina yang dipandangi seperti itu merasa Tak enak.
"Dari pertama kamu di sini, ibu kok merasa familiar sekali dengan wajahmu. Apa sebelumnya kita pernah bertemu?"
Reina kaget. "Saya juga tidak tahu Bu."
"Mungkin perasaan Mama saja," sela Chris.
"Mungkin ya?"
"Ma, aku pulang dulu. Kasihan Tama ditinggal terlalu lama."
Mereka pun pamit.
Shanty mengantar mereka sampai ke mobil. Ia belum beranjak dari sana hingga mobil Chris hilang dari penglihatan.
Chris, apa kau mencintainya Nak? Ia memang terlihat sempurna untukmu tapi juga terlarang untukmu. Dia sudah punya keluarga. Mama tidak mau kamu jadi bagian dari sebuah penghianatan. Mudah-mudahan kamu bisa menemukan orang yang bisa mengakhiri penderitaanmu dan memberikanmu kebahagiaan. Semoga saja, doa Shanty dalam hati.
++++
Senin adalah hari yang paling sibuk. Begitu juga yang terjadi pada kantor ini. Semua orang sibuk dengan laporannya masing-masing, karena sebentar lagi akan ada meeting mingguan.
Chris baru saja memasuki ruangan diikuti Redi dan Reina.
"Apa jadwalku hari ini, Red?"
"Meeting mingguan pagi, terus ada pertemuan dengan kontraktor sorenya, Pak."
"Ok."
"Reina, kamu sudah siapkan bahan meeting pagi ini."
"Sudah, Pak."
"Bagus. Cepat belajar juga kamu ya? Tolong serahkan dulu padaku sebelum meeting."
"Baik Pak."
"Kemarin bagaimana, Pak, dengan Pak Wiryo?" Kali ini Redi yang bertanya.
"Pak Wiryo ...." Chris tersenyum mengejek. "Coret saja namanya."
" Tapi, Pak ...."
"Saya sudah dapat banyak laporan mengenai dirinya. Dia itu sogok sana sini agar bisnisnya lancar. Produk yang dijualnya pun tidak semuanya bagus. Melelahkan bisnis sama orang seperti itu."
"Tapi dia produknya ada di mana-mana lho, Pak. Bisnisnya berkembang terus. Sekarang saja dia mau masuk bidang properti, Pak."
"Ya kalau sogok sana sini berarti dia tidak percaya diri sama produk yang dia punya. Tidak bisa berkompetisi. Ujung-ujungnya bisa masuk bui. Sudah, kita cari yang lain saja. Aku ingin produk kita menggunakan bahan-bahan dari Indonesia, selama ini kita masih impor. Kamu sudah hubungi ahli pangan yang bisa kerjasama dengan kita?"
"Saya sudah hubungi beberapa Universitas, tapi belum ada jawaban, Pak, karena kebanyakan dari mereka juga joint dengan perusahaan tertentu dan ada pula yang pindah ke luar negeri."
"Ya sudah. Hubungi aku kalau ada perkembangan."
"Baik, Pak."
"Ok, Reina, mana berkasnya? Kita akan meeting segera."
"Baik, Pak."
Keduanya ke luar ruangan. Tak lama Reina sudah kembali dengan berkas di tangannya. Chris sudah menunggu di meja kerjanya.
"Ini Pak." Reina meletakkan berkas-berkas di atas meja. Chris mempelajarinya satu-satu.
Beda sekali dengan anak Mama kemarin, batin Reina. Ia tersenyum simpul.
"Ok. Ini kamu sudah fotokopi belum?"
"Belum, Pak. 'Kan aku tunggu persetujuan Bapak dulu."
"Ya sudah. Ini sudah aku setujui. Tolong kamu fotokopi dan bagikan di rapat. Aku tunggu, sekarang!"
"Baik, Pak." Reina segera mengumpulkan berkas-berkasnya, lalu ia berlari ke arah pintu.
Chris tersenyum seiring melihat Reina menghilang di balik pintu.
Reina berlari keluar. Ia berhenti sebentar di depan mejanya dan mencoba mengatur napasnya pelan-pelan.
Redi yang melihat itu tersenyum. "Begitu kalau punya bos workaholic."
"Workaholic? Gila kerja? Dia seperti itu?" Reina bertanya keheranan.
"Baru tahu ya? Dia lebih parah dari ini sebelum ada Tama. Kamu malah menyuruhnya pakai Babysitter segala. Sepertinya ke depannya, kita semua akan kerja keras."
"Haduuh ...." Reina memukul dahinya sendiri.
"Ayo cepat. Kamu 'kan lagi ditunggu bosmu."
"Iya Red." Reina segera berlari ke arah pintu keluar dan menghilang di baliknya.
++++
Akhirnya meeting selesai juga. Chris dan Redi yang keluar lebih dulu, masih sibuk membicarakan detail hasil rapat yang perlu ditindak lanjuti. Reina yang berjalan di belakang, berhenti sebentar untuk beristirahat. Ia memegang tengkuknya dan menggerakkan kepala ke kanan dan ke kiri. Banyak sekali yang dicatatnya hari ini. Karena ingin buka pabrik baru, banyak sekali pertanyaan dan gagasan baru yang diungkap di meeting tadi. Meeting pun jadi makin lama dari yang tadi rencananya cuma setengah jam jadi hampir mendekati dua jam. Reina berjalan gontai.
Ah, di depan ada toilet. Bersih-bersih dulu ah biar tidak kusut wajahnya, batin Reina.
Reina membasuh mukanya dengan air dan merapikan kerudungnya. Aduh, lupa! Alat make upku ada didalam tas. Ah ... nanti saja di ruangan pakainya, pikir Reina lagi.
Tiba-tiba salah satu pintu toilet terbuka. Muncul seorang wanita yang sepertinya karyawan di HRD. Wajahnya cukup cantik dengan pakaian yang cukup seksi. Menggunakan blus tangan pendek dengan leher terbuka lebar dan rok selutut dengan belahan yang tinggi, sepertinya ia seorang sekretaris.
"Mbak Sekretarisnya Pak Chris ya?" tanya wanita itu sambil mencuci tangan. Ia melihat Reina dari atas kepala hingga ujung kaki.
"Iya." Reina memberi senyuman.
"Kalau jadi Sekretaris direksi tuh, harus bisa membawa nama perusahaan lebih baik."
"Maksudnya?" Dahi Reina berkerut.
"Yah, jangan pakai baju kuno seperti ini, Mbak. Harus modis sedikit. Kerudungnya dibuka saja Mbak. Banyak kok perempuan yang Islam tapi tidak pakai kerudung. Sekretaris 'kan bagian dari image perusahaan, jadi jangan pakai baju sembarangan seperti ini Mbak. Image-nya bisa jatuh."
Seperti disambar petir di siang bolong Reina mendengar ucapan wanita itu. Dia berani menghina jilbabku, rutuk Reina. Ia merapikan baju dan berdiri di hadapan wanita itu.
"Bedanya wanita Islam yang berjilbab dan tidak berjilbab adalah keimanannya. Dan bedanya dengan perusahaan yang punya Sekretaris berjilbab adalah karena perusahaan itu bisa menerima perbedaan. Jelas?!" Dengan kesal Reina keluar dari sana sambil memajukan mulutnya. Kenapa ada orang seperti itu bekerja di perusahaan ini. Rutuknya dalam hati.
Sekembalinya ke ruangan, suasana hati Reina benar-benar tidak baik. Ia hanya duduk diam tanpa berkata apa-apa. Redi yang melihat perubahan ini, mulai merasa tak nyaman.
"Ada apa?" tanya Redi hati-hati.
Reina yang mulai sadar diperhatikan Redi, segera mengambil tasnya dan pura-pura mencari sesuatu.
"Tidak apa-apa." Oh iya. Tadi kan aku mau mencari alat make-up ya? Ini dia. Kalau dandan yang cantik pasti semuanya beres, pikir Reina. Ia mulai mendandani wajahnya. Bedak ... lipstik ... selesai. Sekarang ....
Seseorang tiba-tiba masuk ke dalam ruangan. Helen? Reina terkejut. Ia seperti sedang mencari seseorang dan ia melihat Reina. Wajahnya terlihat sangat kesal. Ia menghampiri Reina.
"Kamu memang wanita luar biasa. Sudah punya suami tapi masih berselingkuh? Hebat! Untuk apa jilbabmu itu kalau hatimu busuk seperti itu! Kau mengincar hartanya ya, hah?"
Redi terperanjat mendengar semua tuduhan Helen. Sebelum ia sempat bicara, Helen sudah dengan cepat berbalik dan berjalan masuk ke ruangan Chris.
"Reina ..." Hanya itu yang bisa Redi ucapkan. Ia menatap ke arah Reina.
Reina terlihat sangat kesal, tapi ia tidak berdaya. Matanya masih terus menatap pintu ruangan Chris. Terlihat bulir-bulir air matanya mulai menetes. Kemudian ia menutup wajah dengan tangannya di atas meja.
"Rena ...." bisik Redi lagi. Sebenarnya apa yang terjadi?
Sementara di dalam ruang kerja, Chris terkejut dengan kedatangan Helen. Wanita itu menutup pintu.
"Helen?"
"Apa wanita sialan Sekretarismu itu menggodamu? Apa kau buta? Aku lebih cantik darinya! Apa kau ini kena guna-guna?" Helen berbicara begitu berapi-api.
"Apa?" telinga Chris terasa panas. "Kamu ke sini mau apa?" Chris memelankan suaranya.
"Wanita itu sudah punya suami, Chris. Sudah punya anak. Ia orang Islam pula. Apa yang menarik darinya? Kau sudah gila, ya?" teriak Helen lagi.
Chris berdiri, berjalan memutar melingkari meja dan melangkah ke depan dengan menyandarkan tubuhnya pada meja kerja. "Tunggu dulu." Ia melipat tangannya di dada. "Kamu itu siapaku?"
"Aku 'kan ...." Helen tak dapat melanjutkan kata-katanya.
Chris menggelengkan kepala. "Kau," Chris menunjuk Helen, "yang meninggalkanku demi sahabatku, tapi menuduh orang lain melakukan itu. Apa itu tidak picik namanya, Helen." Chris menyipitkan matanya. Suaranya terdengar sangat tajam.
"Alex ternyata pria jahat Chris, ia menjebakku. Ia hanya ingin mempermainkanku saja. Aku ingin ...."
"Kau tergoda 'kan? Tergoda padanya 'kan? Apa itu artinya selingkuh, atau tidak selingkuh dariku?" Ia menopang dagunya dengan tangan, pura-pura berpikir.
"Chris, aku mencintaimu Chris. Aku ingin kembali padamu. Aku minta maaf. Please ...." Helen menghentak-hentakkan kakinya seperti anak kecil.
"Kalau kamu mau minta maaf, minta maaflah pada Reina, Sekretarisku. Karena kau denganku urusannya sudah lama selesai."
"Chris. Apa kau akan berpacaran dengannya?"
"Kalaupun aku berpacaran dengannya, itu bukan urusanmu lagi."
Helen memajukan mulutnya. Ia berusaha menahan tangisnya. "Aku tak sanggup mengatakannya. Aku malu."
"Kau harus minta maaf pada Sekretarisku, atau aku akan bilang pada orangtuamu kau datang ke kantorku membuat masalah, menuduh karyawanku dan membuat malu aku di sini. Tinggal pilih, mau yang mana?" Suara Chris terdengar sangat tegas.
Sebenarnya di luar sana Reina dan Redi bisa mendengarkan pertengkaran mereka walaupun tidak begitu jelas. Redi sendiri sedang menerka-nerka apa yang terjadi sedangkan Reina semakin stres karena namanya disebut-sebut. Ia semakin menenggelamkan kepalanya. Ketika Helen dan Chris muncul dari balik pintu, Redi berbisik memanggil Reina. "Reina ... Reina ... Ada Pak Chris sama Ibu Helen, Rei."
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 201 Episodes
Comments
Senandung Rinduw Serin
semoga suami Reina ga cemburu ya thor
2022-07-27
1
Mayya_zha
penasaran siapa suami reina
2022-06-30
1
🌸Santi Suki🌸
modus ini si Chris, padahal mah masih mau lebih lama lagi bareng Reina
2022-06-06
1