"Reina, please tolong aku ...." Chris berbisik di telinga Reina.
"Ada ap ...."
"Jangan bergerak. Jangan bergerak." Chris masih dengan berbisik.
"Aku minta kamu jangan marah ya? Please ...."
"O-o-ok." Jawab Reina ragu-ragu.
"Pura-puranya aku ajari kamu main golf."
"Mmh?"
"Ssst. Jangan menengok ke belakang juga. Konsentrasi ke depan."
Chris berdiri di belakang Reina. Ia memajukan tangannya sambil membawa stik golf ke depan. Chris meraih tangan wanita itu untuk membantu memegang stik golf dengan benar. Reina kaget. Ia ingin melepas tangannya, tapi Chris malah menyatukan kembali tangannya pada stik golf di depan.
"Pegang yang benar." Chris merapikan genggaman tangan Reina.
Reina ingin mengangkat kepalanya, tapi ia bisa merasakan hembusan napas Chris di atas kepalanya. Aduh, bagaimana ini?
"Nah begini, baru benar. Maaf ya, kamu harus merentangkan kakimu dulu."
Chris memasukan kaki kirinya di antara kedua kaki Reina. Kemudian ia menggeser kaki kirinya ke sebelah kiri sambil mendorong kaki kiri Reina. Reina menyaksikan dari atas bagaimana Chris menggeser kakinya.
"Kemudian tekuk kakimu sedikit seperti ini." Chris membantu Reina menekukkan kakinya dari belakang. Tapi sepertinya Reina kurang keseimbangan hingga hampir saja ia jatuh ke belakang. Chris menahan dengan daddanya.
Jantung Reina berdetak kencang. Pasti saat ini wajahnya sudah sangat memerah. "Pak," bisiknya.
Tapi Chris tidak menghiraukannya. "Nah begini cara mengayun stiknya." Ia mengayunkan ke kiri dan ke kanan. Kemudian ia melirik ke arah rombongan pegolf tadi, tapi Helen sudah tidak ada di sana.
Chris melepas pegangannya. Reina sepertinya saat itu ingin mengamuk, tapi tidak bisa berbuat apa-apa karena tadi ia sudah berjanji.
Pak Wiryo dan Vicky melihat semuanya dari jauh.
"Ck ck ck. Pemandangan apa ini? Seorang Sekretaris yang menggoda Bosnya, atau Bos yang menggoda Sekretarisnya. Mmh. Sungguh hebat Nak Chris ini." Pak Wiryo tersenyum senang. Vicky yang mendengarnya terlihat kesal. Kenapa sih dia pacaran di sini?
Tak lama mereka bubar. Pak Wiryo pamit pulang lebih dulu. Ia melihat ke arah Reina dan Chris bergantian. "Maaf, tapi Saya tak mau mengganggu." Pak Wiryo tersenyum.
Setelah Pak Wiryo pergi Vicky mengomel. "Gara-gara kamu tuh, Pak Wiryo bicara yang tidak-tidak tentang kalian. Kamu sih, pacaran di tempat umum begini."
Pacaran? seru Reina tanpa suara.
Vicky langsung pergi dengan wajah sangat kesal.
"Kita teman 'kan?" Reina mengangkat satu alisnya.
"Iya?"
Reina memukkul bahu Chris dengan telapak tangannya. Bukk ....
"Aduhh. Kamu 'kan janji tidak marah." Chris mengusap-usap bahunya.
"Tapi ini sudah keterlaluan, Pak."
"Tunggu." Chris meraih lengan Reina, melihat ke kanan dan ke kiri lalu kemudian berbisik. "Ayo ke mobil, akan aku ceritakan di sana."
Reina sangat kesal. Kenapa ceritanya jadi begini sih? Pasti bukan hanya pak Wiryo saja yang melihat, tapi banyak orang.
Di mobil. "Aku tadi lihat Helen."
"Pak, itu 'kan masalah Bapak bukan masalah saya. Kenapa Bapak menyeret saya ke dalam masalah Bapak? Bapak 'kan dengar sendiri 'kan tadi, Vicky bilang apa? Orang-orang jadi berpikiran buruk tentang Saya gara-gara Bapak." Sebenarnya Reina tidak ingin memarahi Bosnya, tapi ia merasa apa yang dilakukan Bosnya saat itu sudah keterlaluan, menjadikannya sebagai tameng untuk menyelesaikan masalahnya.
Chris mengetuk-ngetuk dashboard dengan jarinya. Kenapa aku bikin masalah dengannya sampai dua kali hari ini. Dia pantas marah, tapi bagaimana cara menenangkannya? Chris melirik Reina yang masih menyilangkan tangannya di depan dada.
"Saya tidak takut kalau Bapak pecat Saya, karena kali ini Bapak benar-benar keterlaluan."
"Eh, jangan begitu. Maaf. Aku benar-benar minta maaf."
Mmh? Maaf. Apa dia tipe pria seperti ini? Selalu minta maaf? Kenapa dia tidak balik marah ya, dia kan Bosnya? Reina kembali menyadari posisinya.
"Lain kali kalau punya masalah pribadi, selesaikan sendiri saja, Pak. Jangan bawa-bawa orang lain. Karena nanti orang lain itu yang kena masalah."
"Kau ingin pulang atau ingin makan dulu?" bujuk Chris.
"Sebaiknya pulang saja, Pak, aku tidak ingin berada di sini."
"Ok."
Sejurus kemudian mereka sudah di jalan, tapi Reina bingung, kenapa sekarang berjalan di arah yang berbeda.
"Pak, kok kita lewat sini? Rumah saya 'kan lewat sana." Reina menunjuk ke arah kiri.
"Saya mau mampir sebentar."
"Ke mana?"
"Ke rumah Mama."
"Jangan, jangan. Saya tidak mau ke sana. Bapak 'kan bisa sendiri. Jangan bawa-bawa saya ke sana, Pak, untuk apa?"
"Sebentar saja."
"Tidak, tidak. Kalau begitu Saya turun di sini saja."
"Jangan. Dengar dulu." Chris memegang lengan Reina." Aku ini anak tunggal. Setelah bercerai, Mamaku tinggal sendirian. Aku kadang-kadang datang hanya untuk menemaninya makan. Sekarang sebentar lagi jam makan siang. Sebentar saja, please." Chris masih fokus menyetir sambil memegangi lengan Reina.
Reina sepertinya terlihat tenang. Chris melepas pegangannya.
"Setelah ini aku janji langsung mengantarmu pulang."
"Ya sudah." Reina menyerah.
Mobil akhirnya sampai ke sebuah rumah mewah berlantai 2 yang sangat besar. Rumah itu mempunyai pagar yang tingginya hampir 4 meter.
Chris mengklakson mobilnya. Tak lama, seorang pria tergopoh-gopoh membukakan pintunya. "Oh Mas Chris."
"Iya, Pak."
++++
Shanty sedang merapikan meja makan. Salah seorang pembantunya datang dari luar menghampiri.
"Bu, ada Den Chris, Bu, datang dengan temannya."
" Oh. Vicky ya?"
"Bukan, Bu. Seorang wanita."
Shanty mengerut keningnya.
"Coba tolong kamu sediakan makanan dan piring untuk 3 orang, ya?"
"Iya, Bu."
Ada apa ini? Chris belum pernah membawa seorang pun wanita ke rumah ini. Sama sekali, belum pernah. Siapa dia? Shanty melipat kembali celemeknya. Ia segera keluar.
"Mama. Mama sehat?"
"Iya dong. Kamu bagaimana?" Sekilas Shanty melirik wanita yang mengikuti Chris. Berjilbab?
"Sehat, Mom. Bisnis bagaimana? Lancar?"
Shanty tersenyum. "Seperti biasanya. Ini siapa Chris?"
"Sekretarisku, Mom."
"Bukan pacar?"
Deg. "Sudah punya suami, Mom." Chris menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Ah, Mama."
Mereka bersalaman. "Reina".
"Kok tumben kamu bawa Sekretarismu kemari?"
"Ada ketemu teman bisnis tadi, di luar. "
"Oh, begitu."
Terdengar suara azan Zhuhur.
"Maaf, Bu, saya mau keluar sebentar. Mau sholat di mesjid. Saya tadi lihat di dekat sini ada mesjid." Reina berpamitan.
"Lho kenapa harus keluar? Di rumah Ibu juga ada tempat sholat. Sholat saja di sana."
"Oh ada ya?"
"Iya ada. Ibu juga mau sholat ini."
"Mmh?" Reina terlihat bingung.
"Ibuku muslim Reina." Chris menimpali.
Mata Reina terbelalak.
"Oh, kamu belum tahu ya?" Shanty tersenyum. Ia kemudian memanggil salah satu pembantunya. Seorang wanita muda datang dari balik dapur.
"Tolong kamu antarkan tamu ini ke ruang sholat di atas. Kasih tahu juga tempat ambil wudhunya ya?"
"Iya Bu." Reina mengikuti pembantu itu ke lantai 2.
"Itu Sekretaris barumu?"
"Iya."
"Kenapa?"
"Kenapa apa?"
"Diakan berjilbab, Chris?"
"Lalu?"
"Apa kamu tidak takut teman bisnismu lari?"
"Mama 'kan juga muslim."
"Bukan itu maksud Mama, Chris ...."
"Aku tahu maksud Mama. Tidak usah khawatirkan itu, Mom."
"Kenapa kamu memilihnya?"
"Kenapa?"
"Apa mau pindah agama?"
"Oh, Mom. Jangan diskusikan itu lagi," keluh Chris.
Shanty tertawa. "Ok. Mama sholat dulu ya?"
Chris mengambil ponselnya. Ia mulai sibuk menjawab pesan-pesan bisnisnya.
++++
Selesai sholat Reina melipat kain sholatnya. Kepalanya di penuhi dengan pertanyaan-pertanyaan yang membingungkan.
Pak Chris punya Ibu seorang Muslim. Bagaimana bisa? Bagaimana ia bisa jadi Kristen? Apa ayahnya beragam Kristen? Berarti orangtuanya nikah beda agama, tapi apa itu yang menyebabkan mereka berpisah? Aku benar-benar tak menyangka Ibunya Pak Chris orang Islam, tapi ibunya sangat ramah. Aku tak menyangka ada orang kaya sebaik ibunya. Di luar kesombongannya, Pak Chris sangat mirip ibunya.
Reina berjalan keluar dari tempat sholat dan menuruni anak tangga. Didapatinya Chris duduk di meja makan sendirian. Ia masih sibuk melihat-lihat ponselnya. Sebenarnya kalau diperhatikan lebih dekat Chris ini punya wajah selain tampan juga menarik. Apalagi dengan keramahan yang diwarisi Ibunya, tidak heran banyak wanita yang tergila-gila padanya. Termasuk juga para mantan sekretarisnya.
"Kau sudah selesai." Chris menyadari kehadiran Reina di ruang makan. "Kau duduk di sana saja." Ia menunjuk kursi di seberangnya. "Biar Mama duduk di tengah."
Reina menurut. Biar aku bisa memandang wajahmu Reina, batin Chris.
Tak lama Shanty keluar dari kamarnya. "Ayo kita makan." Shanty duduk di tengah. Masing-masing dari mereka mulai sibuk mengambil makanannya. Ada berbagai macam masakan di sana tapi Reina memilih mengambil spageti. Kemudian ia mengambil saus sambal. Melihat itu Chris juga ikut mengambilnya.
"Itu pedas Chris. Bukan saus tomat. Kamu kan tidak suka pedas." Beri tahu Shanty.
"Tidak suka pedas?" ulang Reina.
"Iya, dia dari kecil kalau dikasih sambal atau cabe makanannya, suka mengamuk tidak mau makan."
"Masa?" Reina terheran-heran.
"Iya."
Mereka berdua menengok ke arah Chris.
Chris menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal dan memasang senyum yang dipaksakan. "Challenge. Mencoba sesuatu yang beda."
"Sejak kapan?"
"Mom ...." Chris setengah berteriak. "Jangan di bahas. Please ...."
"Tapi Pak, kalau tidak terbiasa pedas perut bisa sakit Pak," Reina menasehati.
"Aku hanya ambil sedikit saja." Chris berkeras mencoba saus sambal itu. Ia menuangkannya di atas spageti, tapi ternyata tertumpah banyak.
"Eh, itu kebanyakan, Pak."
"Tumpah itu." Chris bingung.
"Sini saya keluarkan." Reina mengambil piring kecil. Ia menyendokkan beberapa sendok sambal yang berlebih.
"Sudah, cukup," pinta Chris.
Adegan ini dilihat terus oleh Shanty. Ia melirik ke arah Reina juga Chris. Apa aku melewatkan sesuatu? Dulu teman wanitanya hanya Helen. Tapi itu pun Chris tak pernah suka diurusi oleh Helen. Kalaupun pernah, Chris tak pernah merespon apa pun. Ini dengan Reina, ia sangat terbuka. Apa yang terjadi dengan Chris? Apakah ia ... menyukai Reina?
"Oh ya, Mom. Aku tadi ketemu Helen."
"Terus, bagaimana? Apa kabarnya?"
"Tidak tahu."
"Kok tidak tahu?"
"Malas."
Reina melotot.
Chris menahan tawanya.
"Ada apa?"
"Bahasa Reina Mom, 'malas'." Chris mengadu.
"Masa?"
"Tidak Bu, tidak begitu."
Bersambung ....
______________________________________________Pembaca tersayang. Terima kasih ya sudah mau membaca sampai sejauh ini. Sekali lagi minta saran, like dan votenya ya 😘😘😘 Thank you. Ini ada visual Tama. Salam, Ingflora 💋
Pertama Jhonson
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 201 Episodes
Comments
Rahma Leni
ceritanya,, bagus. tapi maaf thor,, terlalu banyak pembicaraan dalam ungkapan hati
2022-08-11
1
Senandung Rinduw Serin
lucu juga... i like kak 😘
2022-07-27
1
Lena Laiha
☺☺😊 Reina, ingat suami di rumah.
2022-07-16
2